Chapter CXXIII (Seven Dream: 3)

610 59 18
                                    

Segalanya adalah kegelapan bagi Jeno.

Sungguh berbeda dengan kondisi di sekitarnya saat ini, yang menampilkan hingar-bingar dari sebuah pesta pertunangan, yang pada akhirnya benar-benar terlaksana di sebuah gedung elit di tengah-tengah kota Seoul.

Atau setidaknya, semua itulah yang Taeil tangkap dari ekspresi sendu yang terlukis di wajah sang adik, yang kini tengah memandangi kerumunan manusia di bawah sana; para tamu, dari balik jendela ruang rias yang terletak di lantai dua.

"Kau... tahu, kalau semua ini bukanlah maksud dari aku yang sengaja membahas tentang pertunanganmu, di hadapan Jaemin saat dia sedang di rawat beberapa bulan yang lalu?"

Adalah kalimat panjang yang terucap dari bibir Taeil setelahnya, yang entah mengapa malah membuat sebuah senyum tipis terukir di bibir Jeno saat ini.

"Aku tahu, Hyung."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"Kau... yakin dengan keputusanmu ini?"

"..."

"Kau benar-benar akan melepaskan Jaemin, setelah tahun-tahun macam apa yang kau lalui untuknya?"

"Hyung."

Kali ini Jeno tak cukup selancang itu untuk membelakangi sang kakak saat sedang berbicara, dengan segera membalikan tubuhnya secara perlahan, demi menghadap pada Taeil berbekal senyum tipis yang sama.

Sebuah senyum tipis... penuh sirat rasa sakit di hati yang begitu tertahan.

"Mau seberapa jauh aku berjuang untuk Na—ah, tidak Jaemin," ungkap Jeno sembari memandang ke atas, "Apa gunanya jika takdirlah yang memutus rantai ini?"

"Takdir? Rantai?"

Seakan tak mau menanggapi kebingungan Taeil akan kata-katanya yang terlalu puitis. Jeno lantas berjalan menuju ke arah jendela yang terletak di sisi lain dari ruangan tersebut, hanya untuk memandangi langit malam yang secara jujur memang Ia sukai, karena mengingatkannya pada sosok Jaemin; indah... sekaligus kelam.

Sekelam takdir yang memang harus Jeno terima, yang seiring berjalannya waktu Ia rasa memang sudah tak mampu Ia hindari lagi.

Sebuah takdir... yang tak Jeno sangka, akan bermula dari keinginannya untuk membantu Jaemin, yang justru malah membuatnya terjebak ke dalam samsara tak berujung.

Sebuah samsara... dari kenyataan bila kenekatan Jeno untuk mencari tahu dalang sesungguhnya yang melatari kematian kedua orang tua Jaemin, berujung pada kehancuran psikisnya sendiri, usai mengetahui bila kedua orang tuanyalah yang bertanggung jawab akan semua itu.

Ya.

Sebenarnya sudah sejak lama, tepatnya sekitar dua tahun setelah Jeno bergabung di SSIA; diumurnya yang ke 17 tahun. Jeno ingat, kemampuannya yang digadang-gadang memiliki kemajuan yang lumayan signifikan dibandingkan Jaemin dan Renjun, lumayan membuatnya percaya diri untuk menyelinap masuk ke dalam ruang informasi milik SSIA pada suatu malam, tepatnya saat jadwal patrolinya bersama seorang rekan sedang berlangsung.

Saat itu, Jeno yang mampu mencium kejanggalan yang ada, berupa penutupan dari kasus kematian kedua orang tua Jaemin dengan penangkapan pelaku yang dirasa hanya sebatas tumbal itu pun, membuatnya begitu jeli saat mempelajari file kasus dari kebakaran yang terjadi di Kediaman Na.

ReverseWhere stories live. Discover now