Chapter LXXVII (Surrogate)

1.1K 115 19
                                    

Mark benar-benar memenuhi janjinya.

Setidaknya hal itulah yang Haechan rasakan selama seminggu belakangan ini, tepat setelah dokter menyatakan bila kondisi Mark sudah cukup memenuhi syarat untuk melakukan rawat jalan.

Itu adalah sepotong kisah, dari seluruh cerita yang Haechan alami, tepat di saat Mark hendak mencium bibirnya di atas ranjang rawatnya waktu lalu, hingga menimbulkan gemuruh hebat di dadanya.

Tapi yang tidak Haechan sangka adalah, ciuman yang Ia pikir akan terasa begitu mendebarkan bagi keduanya, tidak terasa apapun oleh karena diri Mark yang secara mendadak menghentikan segala pergerakannya.

Kala itu, manik Haechan yang sempat menyayu lantaran sangat mengharapkan Mark akan menciumnya penuh kasih sayang, turut melebar dengan bias bertanya-tanya di dalamnya.

Bagaimana tidak?

Kenapa niat Mark untuk mencium Haechan terhenti seketika?

"Hyuckie..."

Saat itu, Haechan tidaklah membalas apapun pada suara Mark yang terdengar memanggil namanya tersebut. Semuanya terjadi karena Haechan terlampau kebingungan, akan tingkah Mark yang secara tiba-tiba meraih kedua tangannya, lalu mengalungkannya di leher Mark sendiri. Tak hanya itu, walau manik obsidian dan hazel milik mereka masih saling beradu satu sama lain, kedua tangan Mark yang telah berpindah pada kedua paha Haechan pun, sama sekali tidak terlihat kesulitan ketika membuatnya melingkar di pinggangnya yang terasa kokoh.

"Aku akan menggantinya."

Waktu itu, Haechan yang sangat tidak memahami perilaku Mark, hanya bisa menurut ketika dalam sekali gerakan, Mark sengaja memindahkan tubuh Haechan agar beralih ke dalam pangkuannya, sebelum mendekapnya hanya untuk mengangkatnya menjauh dari ranjang rawat tersebut.

Dalam setiap langkah Mark yang sedang membawa tubuhnya dalam gendongannya itu, sembari mengeratkan kalungan tangannya di leher sang tunangan, Haechan masih saja secara gencar menampilkan manik hazelnya dengan pancaran bertanya-tanya kepada Mark, yang justru malah menanggapinya dengan senyuman kecil.

"Hyuckie..."

Baru setelah langkah Mark terhenti tepat di sebuah jendela lebar yang tertutup tirai, salah satu tangan Haechan secara refleks membantu pergerakan dari sebelah tangan Mark sendiri, yang terlihat sibuk menyibak tirai tersebut agar tersisih ke samping jendela. Setelah itu, Haechan kembali memfokuskan perhatiannya pada Mark yang kini tengah mendudukan dirinya sendiri di ambang jendela.

Usai membenarkan letak duduk Haechan agar terasa nyaman di atas pangkuannya, Mark lagi-lagi tersenyum kecil di sela-sela maniknya yang melempar tatapan teduh pada tunangannya.

"Hyuckie, apa yang kau lihat?"

"Uh?"

Apa yang Haechan lihat?

Tentu saja sosok Mark yang sedang manatapnya ini, bukan?

Dan seakan mampu membaca pikiran Haechan yang terbias sangat jelas dari ekspresi wajahnya itu, Mark sebenarnya merasa sedikit tidak enak hati saat kekehan kecil terdengar lolos dari belahan bibirnya sendiri.

"Selain aku," jelas Mark seraya menyubit pipi gembul Haechan dengan gemas, "Bukannya pemandangan taman di luar sana lumayan bagus?"

Ah?

Jadi ini tentang pemandangan alam?

Manik hazel Haechan lantas sedikit teralih menuju keluar jendela usai mendengar perkataan Mark tersebut. Meski sosok Mark tetap satu-satunya obyek yang mampu memukau minat Haechan untuk berdebar akan rasa cinta, namun dirinya sama sekali tidak menampik bila pemandangan yang dibicarakan Mark memang terlihat indah sekali di matanya. Apalagi semburat oranye keunguan yang menghiasi langit biru pada waktu menuju sore hari itu, seakan menjadi latar yang begitu pas bagi rimbunan bunga tulip berwarna merah dengan sirat kuning di pinggiran ujungnya, terhiasi hijaunya pepohonan yang menjulang tinggi hingga menimbulkan suasana teduh.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang