Chapter XLI (Soulmate & Intercourse)

1.6K 162 13
                                    

"Ungh..."

Haechan tidak bisa menghitung lagi sudah keberapa kalinya desahan demi desahan keluar dari bibirnya malam itu. Yang jelas, lidah Mark yang kini masih bergerilya menjelajahi seluruh apapun itu yang ada di balik belahan bibir Haechan, memanglah satu-satunya penyebab dari tangannya yang tiada henti meremas bantal di bawah kepalanya. Tak hanya itu, aliran saliva yang turut lolos dari sudut bibir Haechan seakan menjadi saksi betapa bergulatan lidah yang sedang mereka lakoni sangatlah basah dan menggairahkan.

"Haechan... kau tahu?"

Tepat setelah Mark memberikan sedikit lumatan di bibir bawahnya, wajah mereka yang kini terpisah jarak beberapa senti lantas membuat Haechan membuka kelopak matanya. Dari situ Haechan bisa menangkap dengan jelas bias wajah Mark yang kini menatapnya dalam dengan deru napas yang memberat. Meski demikian, Haechan tak mampu mengabaikan sebuah senyum miring yang lagi-lagi menghiasi bibir prianya itu.

Dan benar saja, Haechan hanya bisa pasrah ketika merasakan kedua lengan kekar Mark kembali merengkuh tubuhnya yang melemas itu hanya untuk mengangkatnya agar berada di pangkuan Mark. Tidak berhenti sampai di situ, Haechan tidak mampu menahan ekspresi bertanya-tanya di wajahnya saat Mark tiba-tiba membaringkan tubuhnya sendiri di ranjang. Sungguh berbeda dengan ekspresi Mark yang tampak menikmati betapa sensualnya pemandangan dari sosok Haechan yang kini terduduk di atasnya dalam kondisi tubuh karamel eksotisnya yang terekspos bebas. Berkat itu pula, Mark sama sekali tidak menyesali tindakannya yang sempat melepaskan seluruh kaitan kancing dari piyama Haechan ketika bibirnya tiada henti mencumbu cuping telinga dan sedikit leher pudunya waktu lalu.

"Aku... pernah bermimpi seperti ini."

Belum sempat Haechan bereaksi akan perkataan Mark itu, Ia hanya bisa merasa terkejut saat mendadak Mark meraih kepalanya hanya untuk membuat wajahnya merunduk mendekati wajah Mark sendiri. Dengan kedua tangannya yang kini berusaha menahan berat tubuhnya agar tidak jatuh menimpa Mark, Haechan sengaja menelan ludahnya dengan pelan demi meredakan debaran yang menghiasi jantungnya ketika merasakan jemari Mark mulai merayap di dalam piyamanya pada bagian pinggang.

"Di dalam mimpi itu... kau menggodaku... seperti ini," bisik Mark seraya meremas sisi pinggang Haechan dengan lembut, "Kau mengangkang di atasku. Kau membuka bajumu sendiri di hadapanku. Dan bibir ini..." ucapnya sembari mengelus bibir Haechan yang sedikit membengkak, "...dengan lancang melumat bibirku."

Haechan tidak mampu menahan wajahnya yang semakin memanas usai mendengar pengakuan Mark. Belum habis reaksi Haechan akan semua itu, pergerakan dari Mark yang langsung mendorong lagi kepala Haechan tak pelak membuat kening mereka kembali menyatu. Haechan bahkan turut menahan napasnya saat merasakan ujung lidah Mark menyentuh permukaan bibir Haechan dengan gerakan lembut.

"Kau mengerang merdu sekali saat itu."

"Nghh..."

"Ya... seperti itu, Haechan. Aku menyukainya..."

Bukan, Haechan bukannya sengaja mengerang untuk membuat Mark semakin bernostalgia akan mimpinya. Erangan tadi benar-benar tidak sengaja lolos dari bibirnya ketika Haechan merasakan jemari Mark yang sempat singgah di pinggangnya, kini mulai lancang memperluas area jajahannya dengan menyusup perlahan ke dalam celana piyamanya. Haechan sungguh tidak mampu menahan erangannya oleh karena bongkahan sintalnya yang mendadak diremas begitu kencang oleh Mark.

"Aku terjebak," bisik Mark seraya melayangkan sebuah kecupan ringan di belahan bibir Haechan yang sedikit bergetar, "Lee Haechan dalam mimpiku sangat menggairahkan."

"Markhh!"

Haechan sempat memejamkan kelopak matanya rapat-rapat ketika Mark membalikan posisi mereka dalam sekali gerakan. Namun semua itu tidak berlangsung lama kala Haechan merasakan jemari Mark mulai meraih jemarinya hanya untuk membawanya agar mendarat di kancing piyama Mark bagian paling atas. Kini, dalam posisi yang terbaring pasrah di bawah kuasa Mark, Haechan tak mampu menahan rona merah yang menjalar di wajahnya, saat mendapati bagaimana cara Mark menuntun jemarinya untuk menanggalkan satu per satu kancing piyama Mark yang masih tertaut begitu rapat.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang