09. Piano Putih

35.6K 5.2K 122
                                    

"nona? A...apa maksud hadiah ini?"

Annika yang berdiri didepannya menatapnya dingin, jujur saja ini bukan seperti dirinya saat ini namun? Mau bagaimana lagi? Tujuannya ada disini untuk tidak berakhir mati, dan dengan susah payah ia menarik Carlos kesisinya agar ia tak berakhir tragis seperti dinovel aslinya. Itu bukan hal yang dapat orang lain sepelekan.

Jika kacau sedikit saja...

Annika menahan sorot mata kekesalan nya dengan baik. Niatnya memang tidak dapat diberi apresiasi sedikitpun.

Aku akan mati...

"Nona?"

Nyonya Fiona menatap tumpukan gaun-gaun mewah yang ia jual kepada Annika putri Marquis Raihanna. Bukan hanya satu, namun ada banyak gaun didalamnya. Dan gaun itu diserahkan kembali padanya? Matanya memiliki kearah Annika yang menatapnya sarkatis, bagai sebilah pedang yang langsung memenggal kepalanya. Rasa tegang mulai menjalar memenuhi pikirannya.

"Nyonya telah berani menyakiti orang dengan naungan Raihanna pada dirinya, Lucian bukan sembarang orang yang dapat kau hina dan kau tampar sesuka hatimu layaknya budak."

"Ia berada dalam namaku. Nyonya tau itu?"

Annika tersenyum, lalu menatap wajah nyonya Fiona yang memucat hebat. "Sudah saya tekankan pada Nyonya, untuk menjaga ucapan nyonya ditempat saya. Namun dengan mudahnya nyonya malah menampar dan menghina lucian?!"

"N..nona..."

"Apa nyonya tau, menghina Lucian sama dengan menghina diri saya, dan menampar Lucian sama dengan menampar harga diri Marquis Raihanna."

Nyonya Fiona menghampiri Annika dan berusaha mendekatkan hatinya pada kebaikan yang mungkin tersisa untuknya. "Nona tolong maafkan saya, tolong maafkan kelancangan saya nyonya,..."

"Harusnya kau meminta maaf pada Lucian." Ucapan Annika terdengar dingin ditelinga wanita bersurai coklat itu.

"Masih banyak butik yang lebih baik dari tempat anda. Nana, tolong potong semua kain murahan itu."

Sorot mata nyonya Fiona membulat sempurna, ditatapnya Nana yang mulai mengeluarkan gunting dari balik gaun-gaun itu. Nana nampak ragu, namun ia tidak dapat membantah perintah tuannya, diambilnya sehelai gaun berwarna biru dengan permata safir yang menghiasinya.

"Potong..."

Craak...

"Potong yang lainnya juga..."

Craak...

"N..nona..."

"Potong semuanya Nana, jangan ada keraguan dalam dirimu..."

Craak...

Satu demi satu, gaun-gaun indah itu menjadi potongan kain usang yabg telah rusak, beberapa permata dan sulaman indah rusak seketika, membuat rendah harga dirinya. Nyonya Fiona menahan nafas hingga potongan gaun terakhir. "Aaa..."

Sorot mata ungu lembayung annika menajam.

"Ini peringatan terakhir, lalu, ibu juga memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan anda nyonya..."

"Karena anda telah menghina Raihanna..."

Tokoh ku adalah antagonis bukan? Aku hanya berperan sebentar untuk itu...

Gadis berusia 10 tahun itu berbalik, melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan dengan nyonya Fiona yang terdiam sekaligus terpaku sesaat dengan keadaan. Menyisakan setengah teh yang mulai mendingin dengan udara. Para pelayan membisu dalam keheningan, sedang dipintu, seorang anak laki-laki menatap ibunya yang larut dalam keheningan mental.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now