17. Surat

25.3K 4K 143
                                    

"lepaskan..."

Annika, membuka matanya, genggaman kuat pada tangannya terasa melemah tatkala suara dingin itu menggema disekitar nya, mereka semua menolehkan kepalanya kearah sosok hitam tak terlihat di lorong gang, jas biru khas yang biasa dipakai bangsawan mulai jelas Dimata mereka, seorang pria bangsawan datang dengan kesatria nya. Annika menarik nafas, siapa sosok itu?

"Kubilang, lepaskan! lepaskan Tangan kotor mu itu dari lengan seorang nona!"

Netra ungu Annika sontak membulat kala menyadari siapa pria itu.

"Jadi ini bandit yang biasa mencuri dan membuat kekacauan diwilayah kekaisaran Westeergard yang damai ini!"

Mata birunya berkilat hebat, menatap satu persatu anggota bandit-bandit bertato hitam itu. Dan Annika menyadari pupil biru itu bergetar tatkala mendapati dirinya ada disana.

"Hiks, kak Albert....:'((("

Tetes demi tetes sebening crystal itu meluncur begitu saja dari pelupuk mata bening Annika, membuat anak sungai kecil yang mengalir kepipinya. Albert menatap tajam para bandit itu lagi. "Wah, ada pangeran berkuda putih rupanya..."

"Cih... Jadi disini rupanya tempat persembunyian orang-orang hina ini." Albert tersenyum sinis, menatap pemandangan disekitar nya. "Kupikir sebagus apa sampai kalian sulit ditemukan, oh, kupikir kalian bersembunyi disalah satu mansion tua milik bangsawan yang bangkrut." Ia terkekeh pelan, kesatria yang ada disampingnya hanya diam membisu melihat perilaku tuannya yang notabene terlihat menyindir para bandit-bandit itu.

"B.. berani-beraninya kau! Bajingan! Kalian hajar bangsawan brengsek itu!"

Salah satu handak dari mereka hendak menyerang, namun, kesatria disampingnya segera menghalau dengan mata pedang tepat dileher anak buah bandit itu. Nyali sang bandit menciut seketika. "B..bos..."

"Ethan, kau terlalu terburu-buru, kita kesini untuk menolong nona Annika, bukan bertarung." Lelaki bersurai silver itu menatap tajam bandit yang ketakutan, lalu melepaskan mata pedang dari lehernya yang berdarah sedikit. "Lepaskan putri Marquis."

"Kalian tau? Hukuman apa yang akan dijatuhkan pada seseorang yang berani melecehkan seorang wanita bangsawan?" Albert tersenyum. "Paling ringan adalah seratus pukulan cambuk, dan paling berat adalah mati di gantung." Ancam Albert.

"Lepaskan dia, dan pergi dari sini..." Lalu menunjuk Annika yang terpaku. "Sebelum terjadi perang kecil dengan kesatria ku ini."

"Tidak semudah itu!"

Para bandit menyerang Albert dan Ethan disaat bersamaan, membuat Annika memekik takut, dua orang melawan tujuh bandit liar. Gila! Annika menutup mata tak kuasa mendengar suara teriakan kesakitan dan bunyi tulang yang dipatahkan. Belum genap dua menit, hening tak terkira, Annika membuka mata, dan mendapati para bandit yang berlari terjerit. Menyisakan dirinya, Albert dan Ethan. bertiga.

"Annika!" Albert menghampiri Annika yang masih syok. "A..apa yang baru saja kakak lakukan?"

"Oh, tidak ada pertumpahan darah, Ethan hanya mematahkan tulang lengang ketua bandit."

Albert menatap Annika yang masih terpaku, menatap mereka tak percaya. "Kau bisa berdiri?" Annika mengangguk pelan, dibantu Albert, ia berdiri dengan susah payah. "Terima kasih, atas kebaikan hati kak Albert."

"Kita kan teman:)"

Annika tersenyum, lalu menatap Ethan. "Terimakasih, sir Ethan." Lelaki berwajah datar itu mengangguk kaku. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Kelinci..." Ucap Annika lirih, merasa pusing dengan keadaan stoknya barusan. "Tenang saja, kelinci itu sudah bersama Arina..." Annika tersenyum, lalu jatuh dalam dekapan Albert. "Syukurlah..."

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now