11. Fokus! Ian!

34.6K 4.8K 17
                                    

Seseorang yang berusaha keras akan mendapatkan manisnya buah hasil kerja kerasnya, itulah kata yang sering diucapkan oleh orang lain. Dan kini Lucian merasakannya. Beberapa hari terakhir ini ia habiskan waktunya dengan belajar setekun mungkin, melatih bakat sihir dengan Jean setiap sore menjelang malam, dan kembali belajar lagi. Serta Merta pembelajaran seni pedang yang diajarkan langsung oleh Yurian putra Marquis. (Atas permintaan Annika tersayang:))

Dan kini, ia akan menghadapi ujian seleksi tes masuk academy melalui pendaftaran kedua yang dikata orang cukup sulit. Meski begitu, Annika yakin, anak bermata merah itu tidak akan tidak diterima oleh academy sihir bergengsi itu. Ujian tersebut akan diadakan oleh pihak academy dimasing-masing daerah dengan para peserta dari daerah tersebut.

Tahun ini, Westeergard mengirim 15 calon peserta, lucian termasuk didalamnya. Dan tes akan diadakan dihalaman istana oleh pihak academy.

"TAPI TIDAK DIAKHIR MUSIM DINGIN BEGINI JUGAAA!!!" pekik Annika keras ditengah turunnya butiran salju terakhir. Menurut perkiraan, dua hari lagi musim dingin akan berhenti, bergantikan dengan musim semi yang indah.

Gadis itu menghentak-hentakkan kakinya keras diatas permukaan salju yang dingin. Sedang sang kakak hanya memandang nya jengkel. "Apa yang kau lakukan disaat dingin begini?" Ucap Yurian seraya menggosok kedua permukaan tangannya setelah memegang pedang tadi.

"Aku? Hari ini aku akan ikut Jean melihat tes masuk academy of magia." Ucap Annika seraya menatap tingginya saudara lelakinya itu.

"Hmm...begitu? Apa itu menyenangkan bagimu?"

"Apapun itu, kakak tidak perlu pedulikan aku, kita beda 7 tahun, aku bukan anak kecil lagi. Dan kakak juga harus mengurus diri kakak sendiri."

Yurian hanya tersenyum lalu mengelus rambut nya lembut, "apapun itu, lakukan sesukamu, jika ada seseorang yang menyakiti mu, katakan saja ok?" Annika mengukir senyum palsu. Merasa bersalah setelah bertingkah sebagai seorang adik. "Tentu..."

"Nona! Nona! Anda lupa. Memakai sarung tangan anda!!!" Nana berlari dari dalam mansion dengan tergesa-gesa, nafasnya memburu tatkala mendapati nonanya kini berlari menemuinya. "Ya ampun, Nana jika lari nanti pingsan><"
Nana hanya terkekeh lalu memasangkan sarung tangan berwarna ungu pastel yang senada dengan pakaian nya.

"Anda ini jangan lupa hal-hal penting, nanti saya yang repot:')"

"Hehe, maaf Nana... ngomong ngomong, mana Lucian?"

Annika mengedarkan pandangannya keseluruh area mansion. Ia tak melihat lelaki itu sejak makan siang kemarin, sebegitu sibuk nya belajar dan latihankah? Memang, hari ini adalah hari pembuktian hasil belajar Lucian.

Aku tau Ian akan lulus dengan nilai terbaik, bahkan lebih baik dari peserta lainnya, namun tetap saja aku gugup dengan ini.

Annika meniup-niup tangannya yang kedinginan. Sungguh, akan lebih baik ia berdiam diri didalam kamar atau memainkan piano diruangan nya, atau hal lainnya. Namun apalah daya, dirinya terikat janji dengan anak itu untuk ikut kesana.

"Kau akan ikut melihat tes itu kan?"

"Tentu saja."

Ia tersenyum kecil. Menangis dalam hati, selimut lebih baik dari mantel menyebalkan yang ia kenakan saat ini. Meski begitu, Marchionnes tetap bersikeras membuatnya mengenakan mantel tebal ini dibanding mantel tipis lainnya.

"Annika!"

Seseorang memanggilnya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Lucian dengan Maggie dibelakang nya, pelayan itu dengan senang hati melayani kebutuhan Lucian seminggu yang lalu dengan sukarela, mereka juga terlihat dekat dan saling berekspresi layaknya teman dekat. Annika tersenyum lalu menyambutnya senang. "Semangat!"

The Vermilion Primrose [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu