[2nd] 20. Murderer

10.2K 1.7K 36
                                    

Lucian menatap wajah tidur Annika yang terlihat damai, ia meraih tangannya dan meletakkan dahinya disana, menahan rasa frustasi dan rasa bersalah yang kian menghancurkan dirinya dari waktu ke waktu.

Ia menoleh ke meja, dimana primrose merah dengan kelopak layu yang berguguran berada.

Sesaat ia diam menatapnya dan berusaha untuk menghancurkannya karena rasa kesal yang ia rasakan.

Ia tidak tahu apa yang ia sesalkan saat ini selain rasa bersalahnya karena kini berdiri disisi wanita itu.

Ada bayaran atas setiap perbuatan yang di lakukan, tentunya itu berlaku dengan keadaannya saat ini, sebagai orang yang telah memutar waktu dan memutarnya kembali masa lalu, Lucian membayarnya dengan ingatan kehidupan nya tanpa terkecuali, terbangun kembali dalam tubuh kecil yang hidup menderita, dikucilkan, didiskriminasi dan lain sebagainya.

Mengulang semua itu terasa menyesakkan dada mengingat tidak ada orang lain yang bisa ia jadikan sebagai tempat ia dapat beristirahat dan berlindung.

Tidak ada.

Sampai pertemuan yang tidak disengaja terjadi.

"....kenapa, kau mengejarku, kenapa kau membiarkan ku datang dalam kehidupan mu? Kenapa aku harus menjadi alasanmu bertahan sedangkan aku adalah orang yang akan membunuhmu nantinya?"

Dia tidak pernah tahu jawabannya, dia tidak pernah menanyakan hal itu sebelumnya pada Annika dari awal dia bisa mengingat semua itu hingga saat ini.

"Kenapa aku bertanya pada orang tidur?"

Ia membelai kepalanya dengan lembut, kedua mata yang terpejam bergerak sesaat, Annika bergerak sebentar dan bergumam pelan, mengigau. Lucian tersenyum kecil melihatnya meski begitu dalam temaramnya cahaya lilin, Lucian dapat melihat garis-garis kutukan yang menyebar menutupi lehernya.

Penyesalan nya semakin menjadi-jadi.

"....jika aku tau akan begini, harusnya dari awal aku tidak bersikeras untuk mempertahankan perasaan ini."

Karena ingatan nya kembali tepat setelah melihat Primrose' yang kini sudah layu setelah tiga tahun lamanya. Tidak masuk akal mengingat sebuah bunga dapat bertahan selama tiga tahun, tentu saja orang-orang tidak akan menyadari bahwa itu adalah bunga sihir.

Sebagai ganti dari menggunakan sihir tabu untuk mengulang waktu, ia harus menyaksikan Annika seperti ini.

Mungkin Annika tidak tahu, tapi lambat laun dia akan mengetahuinya sendiri.

"Tidak akan ada yang berubah, begitulah akhirnya....cerita ini hanya akan berakhir tanpa ada yang bahagia."

Ia tersenyum getir.

"Kenapa, semua ini terjadi....kenapa, kita harus berakhir seperti ini...."

Lucian mengetahui kutukan itu sebelumnya, jika ingatannya kembali maka ia harus membayar kembali dengan sesuatu sama berharganya dengan ingatan itu untuk menggantikannya, dan mata merahnya memilih membayar nya dengan Annika.

Tampa kemauan dirinya sendiri.

Mengetahui akhir seperti itu, ia memanipulasi dirinya sendiri dan berkata, "tidak seperti itu, itu tidak akan terjadi pada dirinya, jadi lupakan dan hidup bahagia bersama dengannya...." berpikir semua akan baik-baik saja.

Tapi pada akhirnya tidak ada yang berjalan sesuai harapan dirinya.

Tangan yang basah karena air mata bergerak sebentar, Lucian segera melihat mata ungu redup yang terbuka.

"Kenapa kau bangun?"

"....kau menangis?"

"...."

The Vermilion Primrose [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora