[2nd] 40. Encounter

19.7K 2.2K 132
                                    

"Musim semi..."

Bibirnya merekah membentuk senyuman, Annika memandang bunga musim semi yang bermekaran menyambut kembali matahari yang jarang terlihat dimusim dingin, ia memeluk lengannya yang terasa dingin namun juga hangat. Ia senang bisa kembali kesisi orang-orang yang menyayangi nya.

'aku benar-benar kembali...'

Sepeninggal para pelayan yang dengan hati-hati mendudukkan nya digazebo dengan piano itu, Annika menatap Tut-tut piano didepannya.

Ada banyak hal yang ingin dia lakukan sesegera mungkin setelah ini.

Merajut impian dan masa depan, bahagia, melupakan rasa sakit dan kenyataan pahit yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Membangun ulang semua momen berharga yang terlewatkan selama tujuh tahun lamanya. Seperti piano yang yang ada didepannya, melewati hari demi hari tanpa seorang pun yang memainkan nya.

Annika mengangkat tangannya ragu-ragu.

Menekan salah satu Tut Piano, menghasilkan nada, merangkai nada baru kembali, Annika tersenyum dengan perasaan campur aduk yang memenuhi dirinya, memainkan piano setelah sekian lama. Membuatnya ingin kembali ke masa lalu, masa dimana ia tidak pernah membayangkan semua hal itu akan terjadi pada mereka, dirinya, keluarganya, teman-teman nya, dan Lucian?

Tangannya memainkan piano tanpa ia sendiri ingin benar-benar melakukannya. Bersenandung kecil mengikuti beberapa nada yang familiar ditelinga nya, ada suara langkah kecil yang terdengar. Annika memejamkan mata, menahan tangis karena dirinya tahu betul siapa pemilik langkah kaki itu.

'bagaimana reaksinya melihat aku kembali?'

Ia tidak tahu, hatinya berdegup kencang seolah-olah akan meledak kapan saja. ia memainkan piano, berusaha menyelesaikan lagu itu. Menunggunya memanggil namanya seperti dulu. Annika menutup matanya, rasa rindu memenuhi dirinya. mengangkat tangannya ke udara kosong, berhasil menyelesaikan lagu itu.

'lucian...'

Pria itu, tepat berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.

"Annika!"

Ia memanggil namanya. Mata ungunya beralih kebelakang dengan perlahan, takut itu hanya menjadi semilir bisikan angin semata. Annika menatapnya nya dalam diam, ia dapat melihat sosok Lucian dengan nafas tersengal-sengal yang juga menatap kehadiran nya seolah tak percaya. 

Mata merahnya, yang semerah batu Ruby yang berbinar dibawah cahaya musim semi, rambut pirang cerah yang bersinar diterpa angin. Annika seolah menatap seseorang yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

Ia ingin menangis ketika menyadari bahwa pria itu benar-benar Lucian, si mata merah yang ia bawa kekediaman nya dulu. Annika mengangkat senyum dan melambaikan tangan kearahnya.

"Sudah lama, Lucian...."

Suara manis yang menyapanya, wajah yang tidak lagi asing dimatanya, Annika menatapnya dengan lembut. Mata merah Lucian terlihat basah, dan sudut mulutnya terangkat membentuk senyuman.

Tanpa pikir panjang Lucian segera menghampiri nya dan menariknya dalam dekapannya, lengannya memeluk tubuh Annika dengan erat dan ia membenamkan wajahnya diantara rambut panjang yang menjuntai hingga ke pinggang. Menahan isak tangis, ia tersenyum kecil.

'ini bukan mimpi...'

Annika berdiri didepannya dan ia menarik nya dalam dekapannya, dan aroma lembut lavender menyeruak darinya. Lucian memejamkan mata dan menarik nafasnya yang terasa sesak.

"Aku merindukan mu..."

"Aku juga..."

Annika membalas pelukannya dan tersenyum seraya menepuk pundaknya Lucian yang bergetar.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now