[2nd] 22. In illusion

9.7K 1.5K 25
                                    

Masih menatap wajah tidur Annika dengan tenang, ia mengusap rambut-rambut halus yang menutupi sebagian wajahnya dan menyapunya, itu pukul setengah enam pagi. Lucian segera bangun dari ranjang dan menarik selimut sampai keleher wanita itu.

"Masih ada banyak hal manis yang belum kita lakukan bersama."

"...."

"Aku akan menemukan kembali cara agar kutukan itu dapat diangkat, jadi...." Lucian menelan ludah, berharap cara ini dapat berhasil, "tetaplah membuka matamu, hari ini, besok, lusa bahkan sampai satu tahun kedepan....tidak, kau harus terus membuka matamu."

"....agar aku bisa terus melihat bagaimana cerahnya dunia bersamamu."

***

Artefak kuno jam pasir yang dapat memutar balik kan waktu adalah benda sihir yang hanya bisa digunakan oleh orang-orang tertentu dengan kapasitas mana yang tinggi. Lucian tidak hanya melibatkan dirinya dengan benda berbahaya itu, tapi dirinya juga terikat dengan benda itu.

Duke Adelio adalah orang yang mendapat hak dari leluhur untuk menjaganya, itu sebabnya ketika dirinya masih menyandang nama 'carlos' ia sering melihat benda itu didalam ruang rahasia Mansion itu.

Tentu saja tidak ada yang tahu bahwa dia mengetahui nya.

Dan karena Helena adalah orang yang akan mewarisi gelar Duke dan menjadi kepala keluarga, pasti wanita itu mengetahui sesuatu tentang itu.

"Aku akan menemuinya."

Itu adalah saat ketika dirinya tiba-tiba teringat dengan makhluk mitologi doppelganger yang menunjukkan diri sebagai Helena. Lucian menghentikan langkahnya. Menyadari bahwa ia melewatkan sesuatu.

Lucian mempercepat langkahnya menuju kediaman Duke Adelio dengan teleportasi. Pandangan kamarnya berubah menjadi halaman sunyi kediaman Adelio yang tenang tanpa satupun pergerakan para pelayan yang seharusnya meski matahari belum menunjukkan tanda-tanda kehidupan nya.

"Apa ini...."

Udara disekitarnya dialiri arus mana yang tidak nyaman, membuatnya merasa sesak, itu perasaan yang sama ketika di hipnotis oleh pria yang tidak diketahui identitasnya itu. Sekali lagi kecurigaan muncul dibenaknya.

"...."

Mata merahnya menatap jejak keheningan dalam kabut pagi.

Firasatnya benar, pemandangan luar yang terlihat tenang sukses menyembunyikan tragedi mengerikan yang terjadi didalam nya, semua pelayan dan kesatria tidak ada satupun yang tersisa, seolah bom Peperangan baru saja meledak disana. Lucian mengangkat sepatunya yang memerah karena genangan darah yang terlihat seperti danau.

Ah, sungguh mengerikan.

'jelas sekali baru saja terjadi pembantaian ditempat mengerikan ini.'

Ia berpikir sebentar.

'kemarin, ada doppelganger yang menyamar menjadi Helena...'

Pikirannya sontak menuju kepada Helena yang kemungkinan besar juga berada dimansion, jantungnya berdegup kencang seolah memintanya untuk segera bergegas berlari menuju salah satu kamar dilantai dua Mansion itu.

"Helena!"

Kamar itu kosong, sedikit memberi ruang ketenangan dalam hati Lucian, jika bukan karena partisipasi Helena yang menyetujui persetujuan diantara mereka ia tidak akan melakukan ini. ia menghela nafas pelan.

The Vermilion Primrose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang