[2nd] 16. Jeremy

12.2K 1.9K 122
                                    

Selena meletakkan buku itu dengan sembarang diatas meja, tidak hanya buku itu, tapi fakta yang ia temukan pada buku lainnya yang kini bertumpuk pada meja yang sama juga menghilang dan lenyap seperti debu.

'ada yang aneh...'

Ia yakin tulisan itu masih ada ketika ia membawanya ke taman dan bertemu dengan Annika tadi.

'tapi kenapa....'

Selena menggigit kuku nya resah, bentuk kekhawatiran yang umum memang, tapi mau bagaimana lagi? Bahkan salinan terjemah dari buku-buku kuno itu juga ikut lenyap seolah memang tidak ingin diketahui keberadaannya.

"Bagaimana bisa..."

"Kau tidak akan pernah bisa mengubah takdir yang ia buat sendiri nak."

"Ha?"

Selena menoleh dnegan cepat, dan menangkap sosok tua yang memegang tongkat Ruby ditangannya, sosok seperti Mbah dukun yang biasa ia lihat pada film horor, Selena menelan ludah menaham teriakan yang nyaris ia keluarkan barusan dan tadinya ia berniat melemparkan benda apapun yang ada disekitarnya ke sosok tua itu.

"Maaf, tapi bagaimana...."

"Crimson telah mengetahui segala tentang kebenaran terselubung dibalik niat baiknya, ia telah memberikan kutukan pada nona itu."

"Apa yang..."

"Tidak ada yang bisa yang mulia lakukan untuk itu."

Nenek tersebut tersenyum kecil dan menatap langit malam diluar jendela saat ini.

"tidak akan ada yang berubah meski yang mulia mencoba menjauhkannya dari takdir yang ia buat sendiri."

"...."

"Bahkan dari awal, kutukan itu hanya  akan berakhir dengan kematian."

"....apa tidak ada cara lain?"

Selena berjalan mendekat secara perlahan. Nenek itu menggeleng.

"Sampai kelopak terakhir gugur, kisah ini akan berakhir."

-Whoos...!

Angin berembus, Selena tergagap ketika melihat sosok wanita tua itu kini menghilang seperti debu tanpa bekas apapun. Buku yang ia pegang terjatuh dengan sendirinya ke lantai marmer yang dingin dikamar kastil tersebut.

Disaat itulah, hawa dingin lainnya menerpa bagian belakang dari lehernya. Selena terperanjat dan dengan cepat menjatuhkan mantel yang semula menutupi bahunya secara sempurna, ia berbalik dengan pelan dan menatap mata merah didepan dirinya.

"....kau"

"Saya yakin, yang mulia mengenal saya dengan baik."

"tuan muda Vallerius? Kenapa bisa ada disini?"

Selena menelan ludahnya dan berjalan mundur, Lucian mengikuti langkah mundurnya dengan hawa pembunuh dalam dirinya. ketika menyadari posisinya yang tidak bisa kabur darinya lagi, mencoba bersikap tenang tidak membantunya saat ini. tertahan antara meja dan Lucian sendiri. Membuatnya gemetar hebat pada mata merah yang menatapnya tajam seolah-olah akan segera membunuhnya saat itu juga.

'ayolah, ini bukan malam Jumat Kliwon dimana ada dua makhluk astral dapat berkeliaran masuk dan keluar kamarku seenak jidat saja!'

Selena mengernyit takut, membayangkan jika yang datang padanya saat ini adalah dua makhluk yang biasa disapa duduk dengan posisi cantik diatas dahan pohon dan tertawa lepas ketika melihat orang-orang berlari histeris kala melihatnya. Ya, itu lebih mengerikan.

"Perkataan macam apa yang Yang mulia katakan pada Annika!"

"Apa...?"

"Dia menangis tepat setelah dia menemuimu!"

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now