# Extra [III]

12.6K 1.8K 20
                                    

"Senang bertemu denganmu kembali, Yulia."

Kutatap kedua mata bocah berusia delapan tahun didepanku dengan terkejut. Bingung? Jelas iya! Aku baru saja berpikir tentang anak yang memiliki rupa mirip dengan anak tetanggaku dan kini dia ada dihadapanku seraya mengatakan hal-hal aneh yang tentu saja tidak masuk akal sama sekali saat ini.

Kehidupan ketiga?

Dia?

Aku mengangkat tanganku, menyentuh dahinya dengan punggung tanganku. Aku tahu menyentuh tubuh seorang pangeran alias anak kaisar itu tidak boleh, tapi aku ingin memastikan apa anak ini benar-benar sehat atau tidak?

Supaya aku mendapatkan setidaknya satu alasan untuk menyatakan bahwa dia kini tengah ngelantur dalam berbicara^^ hoho...

"Yang mulia sehatkan?"

"Aku tidak sakit."

"Tapi kenapa punggung tangan saya panas? Yang mulia pasti sakitkan? Itu sebabnya yang mulia berbicara ngelanturkan??"

Ia menghela nafas dan menepis tanganku dengan kasar, bak seorang bocah kehilangan permen yang tengah kesal. Heinry menggembungkan pipinya. Haha, betapa lucunya Hansel versi mini ini.

"Aku–tidak–ngelantur!" Celetuknya marah. "Kaulah yang bicara tidak jelas dan bersikap seolah-olah tidak percaya dengan apa yang aku katakan!"

Aku menghela nafas resah dan menatapnya.

"Yang mulia yang terhormat, sepertinya anda memang sakit...."

"Haish ni anak!"

Ia berdiri dan merubah wujudnya secara tiba-tiba, oh astaga, Bagaimana bisa pangeran kecil yang lucu tadi berubah menjadi sosok pria dewasa dalam sekejap mata hah?! Aku ingin memekik tapi dia sudah lebih dulu membekap mulutku dengan tangannya.

Aku terdiam, menatapnya yang kini menatap kearahku dengan tajam. Kedua mata emas itu, astaga, itu bahkan terlihat lebih tajam dari milik kaisar!

"Kau ingin membuat masalah disini dengan berteriak, hah?"

"Hmm!"

"Kalau begitu jangan berteriak seperti itu!"

Setelah menggelengkan kepala atas pertanyaan pertama, kini aku mengangguk kecil dengan mulut yang masih dibekap oleh.... Ah, aku tidak tahu harus menyebutnya sebagai apa.
Ia melepaskan tangannya dari mulutku lalu menghela nafas panjang dan kembali menatapku yang hanya setinggi dadanya saja, mengingatkan ku akan Lucian. Fix, baru beberapa jam aku meninggalkan mansion, kini aku merindukan sosoknya.

"Sekarang apa sekarang percaya?"

"Tunggu, kenapa yang mulia secara terang-terangan mengungkapkan diri seperti ini?"

Aku meliriknya dari ujung kaki hingga keujung rambut hitam legamnya itu. Jelas berbeda dengan sosok bocah kecil menggemaskan tadi.

"Karena kau mengenalku dan aku mengenalmu."

"Bagaimana yang mulia bisa yakin saya mengenali yang mulia?"

"Astaga, aku tidak mengerti kenapa wanita yang sudah melahirkan dua anak ini masih bisa berbicara semenyebalkan ini."

Ia bergumam, dan aku menatapnya datar. Berani-beraninya dia yang secara tidak langsung menyebutku tua(?) "Padahal dulu kau itu tipikal anak pendiam yang biasanya saat malam duduk di ayunan taman komplek, tidak banyak bicara dan hanya berteman dengan beberapa orang saja."

Itu Yulia.

Bukan aku...

Aku bukan Yulia lagi.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now