31. kebakaran

21K 3K 232
                                    

Istana, memang indah dipandang. Terlihat megah dan seratus kali lebih mewah bahkan dari panorama pemandangan menara Pisa dan menara Eiffel sekalipun. Tempat bernama istana itu, hanya memiliki tampilan indahnya saja namun jika kita telaah lebih lanjut. Istana adalah tempat dimana pertumpahan darah sering terjadi, tempat dimana para penjilat kekuasaan saling beradu akting dengan topeng pura pura mereka, tempat dimana seseorang yang tak bersalah bisa kehilangan nyawanya.

Istana bukan tempat indah seperti dinegeri dongeng impian anak-anak.

Itu lah yang saat ini terlintas dipikiran ku. Kala melihat lampu yang menggelap bergoyang karena angin hingga akhirnya akan jatuh menimpaku. Refleks kudorong Hansel untuk menjauh dari titik jatuhnya lampu. Disaat itulah, sebuah teriakan memanggil namaku.

"ANNIKAAA!"

malapetaka bisa datang disaat tak terduga. Bahkan meski aku masih berupaya keras menjauhkan takdir kematian dari Carlos. Kematian, tetap akan mencari jalan untuk mencapai diriku.

Karena akhir bagi seorang Annika memang ditakdirkan untuk mati...

PRAAANG!

suara kaca berserakan, lilin lilin dari lampu menciptakan percikan api yang membuat histeris orang-orang. Aku dapat mendengar teriakan pasangan Marquis, Yurian, dan juga rennald disaat bersamaan.

Semua berteriak tak karuan ballroom yang semula megah tak terkira kini penuh dengan teriakan dan Isak tangis. Api menyebar begitu cepat. Seseorang menahan kepala ku dalam dekapan. Detak jantung dapat terdengar begitu jelas di telingaku saat ini. Aku mendongak, menatap mata merah dengan raut wajah ketakutan.

"I..an?"

"Aku disini, aku disini untuk melindungi mu..."

Api berkobar, mengingatkan ku dengan kejadian kematian ku.

"Apinya..."

"Aku akan segera membawa mu keluar."

"Ian...api...aku takut api."

Aku berpegang erat pada jas baju nya dengan kuat. Padahal aku sudah melupakan hari itu, kenapa sekarang aku teringat kembali, api besar itu. Suara tabrakan itu pecahan kaca yang menghantam dinginnya aspal jalanan.

"Annika kau tak apa kan?"

Hanya suara, tapi aku bisa merasakan nya, Ian kembali menggendongku dan entah bagaimana hawa panas berubah menjadi dingin. Sebelum akhirnya kesadaran ku hilang, bergantikan dengan kegelapan.

Setelahnya, aku tidak tau apa yang terjadi...

***

Lucian menoleh kesana kemari, mencari jalan keluar. Naas, seluruh jalan tertutupi oleh api. Hawa panas yang menggeluti tubuhnya dibalik jas hitam semakin membuatnya kesal, sedang Annika dalam dekapannya tak sadarkan diri. Ia mengerang kesal.

"Sialan, bagaimana aku bisa keluar?"

Dirinya terlalu panik hingga sulit merapalkan mantra yang ada dikepalanya saat ini. Hingga beberapa saat, seseorang berlari dengan pedang ditangan, menebas setiap tirai yang terbakar menutupi jalan. Lucian membulatkan mata.

"Itu..."

"NONA ANNIKA..."

Surai silvernya mengkilap karena gemerlap api layaknya permukaan pedang yang baru diasah, Ethan berlari ketempat mereka berada saat ini. "Kau..."

"Tidak ada waktu untuk bicara, tempat ini akan segera runtuh. Cepat gunakan mantra teleportasi!"

Lucian mengangguk, mencoba fokus, dengan harapan semoga gadis dalam dekapannya baik-baik saja saat ini.
Hingga beberapa saat, sebuah cahaya putih mengelilingi mereka, pemandangan ballroom yang dipenuhi oleh api berganti dengan taman yang dipenuhi oleh orang-orang yang geluti ketakutan.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now