[3]TRAVMA

46.8K 3.7K 135
                                    

Tasya merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Ia butuh suasana yang tenang dan tempat yang nyaman untuk menenangkan pikirannya.

Tasya masih terngiang-ngiang dengan jawaban Farel atas pertanyaan yang ia tanyakan tadi di mobil. Bagaimana jika nanti Farel di hadapkan dengan dua pilihan yang tidak bisa ia pilih.

"Kalau suatu saat kamu harus memilih antara aku dan Stella, kamu pilih siapa?"

Pertanyaan dari Tasya membuat Farel menginjak rem mendadak. Tasya shock karena mobil berhenti mendadak, untung saja jalanan yang mereka lewati itu sepi dan tidak ada pengendara lain di belakang mobil mereka.

"Hati-hati Rel," ucap Tasya.

"Kenapa kamu tanya seperti itu?" suara Farel terdengar dingin membuat Tasya takut.

"K-karena suatu saat nanti kamu akan di hadapkan dengan pilihan. Nggak selamanya kamu bisa bertahan dengan dua sisi. Karena salah satunya akan ada yang tersakiti," jelas Tasya.

Melihat perlakuan Farel untuk Stella membuat Tasya berfikir, jika suatu saat ia dan Stella berada di dalam keadaan yang berbahaya dan hanya ada Farel yang bisa menyelamatkan salah satu dari mereka. Farel akan memilih siapa untuk di selamatkan? Tasya atau Stella. Yang pastinya salah satu di antara mereka akan ada yang tersakiti.

"Cinta dan sahabat adalah dua hal yang tidak bisa aku pilih." Ucap Farel.

*****

Di meja makan terjadi keheningan, hanya ada suara dentingan sendok yang terdengar. Tasya menatap sang Mama yang sedang fokus menikmati makan malamnya.

"Ma, Tasya mau ngomong," ujar Tasya memecah keheningan di meja makan itu.

Tyas menghentikan acara makan nya dan menatap Tasya datar.

"Sudah berapa kali Mama bilang, jangan bicara kalau lagi makan."

"I-ya Ma, maaf," lirih Tasya.

Setelah selesai makan Tyas ingin beranjak pergi namun di tahan oleh Tasya.

Tyas hanya menatap Tasya menunggu apa yang ingin di bicarakan oleh Tasya. Tasya mengumpulkan keberanian nya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan sang Mama.

"B-besok di sekolah Tasya ada rapat orang tua. Mama bisa kan datang?" tanya Tasya.

"Nggak bisa. Mama sibuk." Tyas langsung pergi meninggalkan meja makan begitu saja.

Tasya menundukkan kepala kecewa, kapan Mama nya bisa meluangkan waktu untuk dirinya. Semenjak ia kecil tak pernah sekali pun Tyas hadir di acara sekolahnya atau rapat orang tua.

"Kenapa sih, Mama sibuk terus. Mama gak pernah sekali pun mau datang ke acara sekolah Tasya," lirih Tasya sedih.

"Mama sibuk kerja kan buat kita juga dek. Kamu gak perlu sedih, kan masih ada Abang yang bakal wakili kamu," ujar Bian membelai rambut belakang Tasya.

"Mama benci ya Bang sama aku?"

"Mana ada seorang Ibu benci sama anaknya sendiri. Mungkin Mama lagi capek, makanya Mama gitu." Bian berusaha memberi Tasya pengertian.

Tasya menyandarkan kepalanya di bahu Bian. Di bahu yang selama ini menjadi sandarannya dari kekejaman dunia luar.

"Apa karena capek Mama juga gak pernah mau peluk Tasya?"

"Apa karena capek Mama selalu bersikap dingin kepada Tasya?

"Dari kecil Mama gak pernah peluk Tasya bahkan Mama menghindar kalau Tasya peluk. Apa itu juga capek?"

Hati Bian tertohok mendengar pertanyaan Tasya. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sejak kecil tidak pernah Tasya tahu jawabannya.

"Besok acaranya jam berapa?" tanya Bian mengalihkan pembicaraan.

Tasya mengangkat kepalanya dari bahu Bian. Tasya sangat tahu jika ia tidak akan mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan itu dari Bian.

"Jam 08:00."

Setelah menjawab pertanyaan dari Bian, Tasya beranjak ingin pergi ke kamarnya. Namun langkahnya di hentikan oleh Bian.

"Kamu gak perlu jawaban dari semua pertanyaan kamu itu. Yang perlu kamu tahu Abang sayang sama kamu," ungkap Bian.

"Iya."

*****

"Tasya!"

Tasya menghentikan langkahnya melihat siapa yang memanggilnya. Tasya terkejut ketika Stella berada di sekolahnya.

"Stella, kok kamu bisa ada disini?" tanya Tasya setelah Stella berada di depannya.

"Mulai hari ini gue udah resmi jadi murid SMA BANGSA."

"K-kok bisa?"

"Ya bisalah kan gue daftar," jawab Stella.

"Stella bisa gak sih lo itu gak usah lari-larian, nanti kalau lo kecapek an gimana?"

Farel muncul dari belakang Stella sambil mengomel. Farel pun tidak memberitahu dirinya jika Stella akan masuk ke sekolah yang sama dengan mereka berdua.

"Gue kan ngejar Tasya Rel," ujar Stella.

"Lain kali kalau di panggil itu nyaut Sya, kasian Stella ngejar kamu sampek kecapek an gitu."

Hah? Tasya tidak tahu apa-apa, mendengar namanya di panggil saja Tasya tidak dengar. Kenapa Farel malah menyalahkan dirinya.

"A-aku kan gak denger Rel," lirih Tasya.

"Udah lah Rel gue juga gapapa kok," ujar Stella.

"Ya tapi kan---"

"Udah gue bilang. Mending kita ke kelas aja yuk," ajak Stella.

Stella menarik lengan Tasya untuk pergi ke kelas. Kebetulan juga Stella mendapatkan kelas yang sama dengan Tasya jadi Farel tidak terlalu khawatir membiarkan Stella masuk ke sekolah karena Tasya ada di samping Stella. Farel juga yakin Tasya bisa membantu dirinya menjaga Stella.

TRAVMA (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang