[55]TRAVMA

33.6K 2.5K 63
                                    

"Kakak cantik ikut kita pulang ya?" ajak Sea memohon. Anak itu mengeratkan genggamannya di tangan Tasya.

Tasya terlihat bingung karena Sea tidak mau melepaskan tangannya. Bagaimana mungkin Tasya ikut dengan orang yang baru ia kenal.

"Sea, kakak cantik gak bisa ikut sama Sea." Tasya berusaha untuk memberi pengertian pada gadis kecil itu.

"Tapi Sea pengin main sama kakak cantik. Kakak cantik baik gak kayak kakak Sea di rumah!" rajuk Sea sedih.

Pria paruh baya itu mengusap pelan kepala anaknya.

"Sea, sabar ya sayang." Pria itu menenangkan putrinya terlebih dahulu. Lalu pria itu menatap Tasya.

"Nama kamu siapa?" tanya pria paruh baya itu.

"Anastasya, panggil saja Tasya."

Pria itu mengangguk lalu menyodorkan tangannya ke arah Tasya.

"Nama saya Mario. Mario Sadewa Putra."

Tasya menerima jabatan tangan pria paruh baya bernama Mario itu. Usia pria itu mungkin 40 an tapi kenapa Tasya merasa tidak asing dengan wajahnya.

"Kamu mau pergi kemana? Kenapa membawa koper sebesar ini?" tanya Mario.

"Ee... s-saya di usir om dari rumah," jujur Tasya.

"Di usir? Kenapa?"

"Masalah kelurga." Mario hanya mengangguk paham. Ia tidak ingin mencampuri urusan gadis itu.

"Apa kamu sudah memiliki tempat tinggal baru?"

Tasya menggeleng.

"Bagaimana jika kamu bekerja menjadi pengasuh anak saya? Kamu juga bisa tinggal di sana," tawar Mario.

"Saya tidak mungkin setiap hari mengajak Sea pergi ke kantor. Saya juga tidak bisa stay 24 jam mengawasi dia. Apa kamu bersedia menjaga Sea?" tanya Mario lagi.

Tasya masih berpikir, ia terima atau tidak tawaran pria paruh baya itu. Tapi Tasya juga butuh pekerjaan dan tempat tinggal saat ini. Tapi Tasya takut jika orang-orang tau Tasya tinggal di satu rumah dengan pria paruh baya akan terdengar omongan yang buruk tentangnya.

"Kamu tenang saja, kamu tidak akan tinggal satu atap dengan saya. Kamu akan menempati paviliun di bekalang rumah yang kosong." Kata Mario seakan tahu isi pikiran Tasya.

"Bagaimana Tasya?"

"Kakak cantik mau ya?" mohon Sea dengan puppy eyesnya.

Akhirnya Tasya mengangguk setuju, lagi pula Om Mario terlihat sangat baik. Tidak mungkin dia punya niat jahat kepada Tasya.

*****

Di dalam mobil, Sea tertidur di pangkuan Tasya. Sea memilih duduk di bangku penumpang bersama Tasya.

"Usia kamu berapa Tasya?" tanya Mario di sela-sela menyetirnya.

"17 tahun om," jawab Tasya.

"Wah, beda satu tahun dengan anak pertama saya," ujar Mario.

"Oh ya? Berapa usia anak Om Mario?"

"18 tahun."

Tasya mengangguk."Kenapa Sea tidak bersama kakaknya saja di rumah? Kenapa selalu ikut Om kerja?" tanya Tasya penasaran.

"Sea tidak terlalu akrab dengan kakaknya. Lebih tepatnya kakaknya yang tidak mau dekat dengan adiknya."

"Kenapa om kalau Tasya boleh tau?"

Tasya semakin penasaran kenapa ada kakak yang tidak mau dekat dengan adiknya. Padahal Sea itu anak yang imut dan menggemaskan.

"Karena kakaknya menganggap Sea adalah penyebab dari kematian Mama mereka. Istri saya meninggal saat melahirkan Seana karena pendarahan yang luar biasa," jelas Mario.

Ternyata nasib Tasya dan Seana tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama di anggap sebagai penyebab kematian orang tua mereka. Bedanya, Sea di benci sang kakak dan Tasya di benci sang Mama.

"Maaf ya om. Tasya gak maksud untuk ungkit masalalu Om Mario," ucap Tasya menyesal.

"Tidak apa-apa Tasya."

*****

"Ayo, Tasya masuk."

Mario mempersilahkan Tasya masuk ke dalam istananya. Rumah yang di injak oleh Tasya saat ini adalah rumah megah bak istana kerajaan. Interior dinding rumah ini putih dan juga emas.

"Kamu langsung duduk saja ya, saya antar Sea ke kamarnya dulu."

Tasya mengangguk lalu duduk di sofa besar di ruang tamu itu. Rumah itu memang sangat besar bahkan rumah keluarganya tidak sebesar rumah ini.

"Bi, tolong anterin minum ke kamar saya!" suara serak seorang pria terdengar dari lantai dua rumah itu.

Tapi kenapa suara itu tidak asing di telinga Tasya.

"Bibi!" pria dengan kaos maroon dan celana pendek di atas lutut itu menuruni tangga. Rambutnya masih basah seperti habis mandi.

"Marsel."

Tasya berdiri dari duduknya melihat Marsel berada di rumah ini. Langkah Marsel juga berhenti melihat Tasya ada di rumahnya.

"Tasya?"

Marsel mendekati Tasya di ruang tamu. Kenapa gadis itu tiba-tiba ada di dalam rumahnya.

"Kamu disini?" tanya Marsel.

"Kalian saling kenal?"

Mario menghampiri keduanya. Ia melihat interaksi mereka seperti orang sudah lama mengenal.

"Papa kenal Tasya dari mana?" tanya Marsel meminta penjelasan.

"Ini gadis cantik yang Papa ceritain ke kamu waktu itu. Yang menyelamatkan adik kamu dari kecelakaan. Kalian satu sekolah ya?" tanya Mario.

Marsel ingat, waktu itu Papanya bercerita tentang gadis SMA yang menyelamatkan adiknya dari kecelakaan. Tapi Marsel abai dan tidak peduli.

"Iya. Tasya ini pacar aku!" akuh Marsel pada sang Papa.

Tasya membelakkan matanya kaget. Kenapa Marsel mengaku-ngaku sebagai pacar Tasya di depan orang tuanya. Astaga Marsel.

"N-nggak kok om. Kita cuma teman sekelas," ujar Tasya cepat. Tasya tidak mau Papa Marsel salah paham.

"Papa setuju kok kalau kalian pacaran beneran." Jujur Mario senang jika Tasya menjadi pacar putranya. Dari awal bertemu gadis itu, Mario ingin menjodohkannya dengan Marsel. Dan ya, ternyata mereka saling kenal. Beginilah definisi jodoh tidak akan kemana.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now