[58]TRAVMA

32.9K 2.4K 169
                                    

Tasya pergi mendatangi kamar Seana. Pasti anak itu tengah sedih akibat ucapan kakaknya tadi. Tasya duduk di samping Seana yang menelungkup kan kepalanya di bawah bantal.

Tasya menyentuh punggung Seana yang bergetar.

"Seana," panggil Tasya lirih.

Seana tidak menggubris, anak itu masih menangis di bawah bantalnya.

"Sea jangan ambil hati ya omongan Kak Marsel. Kakak Sea gak bermaksud kok ngomong kayak gitu," ujar Tasya menenangkan Seana.

Seana keluar dari bawah bantal lalu memeluk Tasya. Gadis itupun membalas pelukan hangat Seana.

"Hiks, kenapa Kak Dewa jahat sama Sea. Memangnya Sea salah apa sama Kak Dewa hiks!" gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan Tasya.

Tasya membelai lembut surai rambut Seana.

"Kak Marsel itu sebenarnya gak jahat. Dia baik kok bahkan Kak Marsel sayang sama Seana cuma caranya aja yang salah."

Tangan Tasya terulur menghapus jejak air mata di pipi Sea ketika anak itu mendongak menatapnya.

"Kata Papa, orang yang sayang sama kita gak akan nyakitin kita. Tapi kenapa Kak Dewa sakitin hati Sea terus setiap hari. Itu tandanya Kak Dewa gak sayang sama Sea!" ucap Sea.

Tasya mengelus pipi chubby Seana yang basah.

"Sea dengar ya kata-kata kakak cantik. Setiap orang itu punya rasa sayang di hatinya. Dan cara mereka menyayangi kita itu berbeda-beda. Belum tentu yang sering nyakitin kita itu gak sayang sama kita hanya saja cara mereka salah dan itu gak sengaja menyakiti kita. Setiap orang itu pasti akan melakukan kesalahan, Sea. Jika kak Marsel melakukan kesalahan maka Sea tegur."

Anak itu menyimak setiap kata yang Tasya ucapkan. Bahkan air matanya sudah tidak lagi keluar, ia hanya fokus dengan ucapan Tasya.

"Terus Sea harus bilang apa kalau Kak Dewa marah-marah gak jelas lagi sama Sea?" tanya Seana.

"Sea bilang aja sama Kak Dewa. Kak Dewa jangan marah-marah terus nanti Kak Dewa cepet tua lho. Kalau Sea punya salah tolong di maafin jangan di marahin."

"Kalau tetep marah-marah gimana?" tanya Sea lagi.

"Bilang aja gini, Kak Dewa itu kayak orang gila kalau marah. Suka gak jelas marahnya karena apa!" Tasya memparodikan bagaimana nanti Sea menghadapi kemarahan Marsel.

Seana tertawa puas di pangkuan Tasya saat kakak cantiknya menyebut kakaknya itu seperti orang gila.

"Kakak cantik bener. Setiap Kak Dewa marah kayak orang gila. Tapi Sea takut ngomongnya hahaha!" gelak tawa Sea membuat Tasya lega. Kasian Seana, masih sekecil ini sudah merasakan di benci oleh keluarganya.

Tanpa sadar di balik pintu kamar Seana, Marsel mendengar semua percakapan mereka. Entah kenapa Marsel perasaan merasa bersalah ketika mendengar curahan hati Seana. Apa selama ini sikapnya sudah berlebihan pada adiknya.

*****

Hari ini Tasya dan Marsel pergi ke sekolah untuk gladi kotor wisuda. Karena Tasya tidak mungkin meninggalkan Seana sendiri di rumah ia terpaksa mengajak anak itu ke sekolah. Awalnya Marsel menolak tapi sedikit rengekan dari Tasya, Marsel setuju.

"Ingat Sea, kamu jangan merepotkan Kak Dewa sama Kakak cantik di sekolah. Kalau kamu buat masalah Kak Dewa suruh kamu pulang sendiri."

Tasya lega karena Marsel sudah mulai mau merubah cara bicaranya pada Sea. Ya, meskipun masih terasa dingin sedikit.

"Sea gak akan bandel ya di sana? Jadi Kak Dewa gak perlu khawatir. Iyakan Sea?" ujar Tasya menoleh kearah Sea di bangku penumpang.

"Iya kakak cantik," sahut Seana.

"Good."

*****

Tasya dan Marsel turun dari mobil secara bersamaan dengan Seana di tengah. Banyak pasang mata yang mengarah pada mereka, mungkin karena mereka membawa anak kecil ke sekolah.

Baru saja ingin melangkah masuk, Yola datang dan menarik Tasya sedikit menjauh dari Marsel dan juga Seana.

"Lo kemana aja hah! Dari kemarin gue hubungin gak bisa. Di telpon hp gak aktif. Sebenarnya lo kemana?" cerca Yola tidak santai.

"Tanyanya pelan-pelan, Yol. Kayak udah di kejar maling aja," ujar Tasya tidak habis pikir.

"Ya gue khawatir pas Bian bilang lo di usir dari rumah. Kenapa sih lo gak ke rumah gue aja. Lo juga kenapa gak bilang kalau lo itu hamil!"

"Sstt!" Tasya membekap mulut Yola. Tasya melihat ke sekitar semoga tidak ada yang dengar ucapan Yola barusan.

"Jangan keras-keras. Nanti kalau yang lain tau gimana?"

Yola melepas tangan Tasya dari mulutnya.

"Abisnya gue kesel sama si Farel brengsek itu! Bisa-bisanya tunangan pas lo lagi bunting anaknya!" kini suara Yola pelan. Mungkin hanya mereka berdua yang mendengarnya.

"Lagian lo juga kenapa mau di buntingin sama dia. Udah tau tuh cowok brengsek!" gemas Yola.

"Lo pikir gue hamil itu kemauan gue sendiri? Nggak lah. Ngaco lo. Farel ngelakuin itu waktu dia lagi marah. Jadi ilang tuh akal sehatnya!"

"Emang brengsek tuh cowok! Biar gue labrak tuh cowok sekarang juga!"

"Jangan Yola. Farel belum tau kalau gue lagi hamil," ujar Tasya. Yola mengerutkan keningnya.

"Lo belum kasik tau dia?"

"Gimana gue mau kasik tau Farel kalau dia sibuk sama sahabatnya."

"Gue juga bilang apa, Sya! Dari awal gue udah bilang sama lo. Selama tuh lintah masih di dekat Farel lo gak bakal bahagia! Bego sih jadi cewek!"

Yola menoyor kepala sahabatnya dengan gemas. Capek nasehatin manusia bucin satu ini.

"Namanya Stella bukan lintah," tegur Tasya.

"Bodoamat abisnya gue udah gedeg!"

"Kakak cantik."

Seana menghampiri Tasya dan menggenggam tangannya. Yola menatap Tasya meminta penjelasan.

"Ini anak siapa lagi yang lo bawa Tasya?" tanya Yola menatap Tasya jengah.

"Ini Seana, adiknya Marsel."

"Halo kakak bawel!" sapa Seana tanpa rasa bersalah. Sedangkan Yola membelakkan matanya.

"Kakak bawel?"

"Sea gak tau nama kakak jadi Sea panggil kakak bawel saja. Soalnya dari tadi Sea liat kakak gak berhenti ngoceh," jawab Seana polos.

Tasya terkekeh melihat mimik wajah kesal Yola. Bisa-bisanya ia di sebut kakak bawel.

"Lo sama kak Bian gak usah khawatir. Sekarang gue tinggal di rumahnya Marsel. Di sana gue juga dapet pekerjaan," ujar Tasya.

"Sebagai pembantu?"

"Bukan. Jagain Seana," jelas Tasya.

"Jadi babysitter?" Tasya mengangguk.

Tidak lama seseorang datang mencengkram pergelangan tangan Tasya.

"Ikut aku sebentar."

Tasya melepas cekalan tangan Farel.

"Aku gak bisa," tolak Tasya.

"Ini penting!" ujar Farel.

"Emangnya ada yang lebih penting daripada Stella?" sindir Tasya.

"Sya, jangan mulai."

"Kalau Tasya gak mau gak usah di paksa!" ujar Yola mendorong bahu Farel.

"Lo gak usah ikut campur. Ini urusan gue sama Tasya!"

"Gue berhak ikut campur karena Tasya sahabat gue!" bentak Yola.

Farel memutar matanya malas. Pria itu kembali menggapai tangan Tasya.

"Ini soal anak kita."

TRAVMA (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang