[5]TRAVMA

42.4K 4K 143
                                    

"Kalau mau nangis, nangis aja. Lo kan cengeng."

Tasya langsung menoleh ke arah sumber suara di belakangnya. Tasya terkejut ketika melihat Yola berada di belakangnya.

Yola adalah teman lama Tasya yang dari dulu tidak pernah suka kepada Tasya. Entah apa penyebab nya Tasya juga tidak mengetahui nya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Tasya tanpa basa-basi.

Yola tersenyum miring, ia melangkah kan kaki nya kearah Tasya.

"Emang mall ini punya nenek moyang lo?" sinis Yola.

"Nggak usah basa-basi, mau lo apa?"

Tasya sangat tahu jika Yola tidak akan pernah membiarkan hidup Tasya tenang. Tasya tidak tahu apa yang membuat Yola sampai sebenci itu kepada dirinya.

"Selagi ada Stella lo gak akan pernah bahagia pacaran sama Farel," ujar Yola.

"Tahu apa lo soal Stella?"

"Gue gak tahu apa-apa sih soal Stella tapi yang gue tahu, lo gak akan pernah bahagia selagi ada dia."

Yola tersenyum miring lalu keluar dari toilet membuat Tasya terdiam mematung. Perkataan Yola juga ada benarnya. Namun bagaimana Tasya bisa membuat Farel memprioritaskan dirinya.

Tasya menghela nafasnya gusar, ia cepat-cepat mengusir pikiran buruk tentang Stella. Tasya tidak boleh egois, Stella membutuhkan Farel.

*****

Tasya kembali setelah 10 menit menenangkan diri di toilet. Perasaan nya sudah cukup tenang dan pikiran nya juga tenang.

"Lo ngapain sih Sya lama banget di toilet?" tanya Stella saat Tasya sudah duduk di depannya.

"Perut gue sembelit makanya lama," alibi Tasya.

"Sembelit? Kamu makan apa sampai sembelit gitu?" tanya Farel panik.

"Ee... k-kemarin aku salah makan kayaknya,"

"Kok bisa? Harusnya kamu itu bisa jaga pola makan."

"Iya Rel."

"Sekarang kita balik yuk, udah sore nih. Stella juga kayaknya udah kecapek an," ujar Farel saat melihat wajah Stella yang sudah pucat.

Saat hendak berdiri Stella memegang kepalanya, tiba-tiba pandangan nya mulai kabur. Stella menyentuh hidung nya yang basah, ternyata Stella mimisan membuat Farel yang melihatnya jadi panik.

"Stella!"

Farel langsung mengambil tisu dari meja dan mengelap darah yang keluar dari hidung Stella. Ini yang Farel takutkan ketika Stella banyak beraktifitas. Ia akan lupa dengan kesehatan nya sendiri.

"Tuh kan lo mimisan, apa gue bilang, bandel sih kalau di kasik tahu." Farel sangat takut kondisi Stella akan memburuk setelah ini.

"Gue gapapa Rel," lirih Stella lemas.

Sebenarnya Tasya juga khawatir dengan kondisi Stella namun wajah Farel yang sangat khawatir membuat hatinya menjadi sesak. Sepenting itulah Stella di hidup Farel?

"Kalau gue yang berada di posisi Stella, apa lo bakal se khawatir itu Rel?" lirihnya dalam hati.

"Sya?" panggil Farel namun tidak ada sahutan.

"Tasya!" ulang Farel cukup keras membuat Tasya tersadar dari lamunannya.

"I-iya Rel?"

"Tolong bawain barang Stella ya, aku mau gendong dia."

"O-oh... i-iya Rel," Tasya tersenyum terpaksa.

Farel berjongkok di depan Stella dan menyuruh nya naik ke punggung nya. Setelah Stella naik, Farel berjalan terlebih dahulu dan meninggalkan Tasya sendiri di belakang.

Tasya membawa cukup banyak paper bag di tangannya. Barangnya sudah cukup banyak di tambah milik Stella membuat Tasya susah membawanya.

Tasya berjalan mengejar Farel dengan paper bag yang banyak di tangannya. Tak sengaja Tasya tertandung dan terjatuh di parkiran dan semua paper bag nya berjatuhan.

"Aw!"

Tasya meringis kesakitan memegang kakinya yang terasa nyeri. Sepertinya kakinya terkilir akibat kesandung. Farel melihat ke arah Tasya lalu menghampiri nya.

"Tasya! Yaampun. Kamu gapapa Sya?" tanya Farel tanpa menurunkan Stella dari punggung nya.

"Kaki aku sakit Rel, kayaknya terkilir deh," ujar Tasya.

Farel bingung harus apa, ia tidak bisa membiarkan Stella berjalan sendiri karena kondisinya yang lemah. Farel bingung bagaimana caranya menolong Tasya dan membantu nya berjalan ke mobil.

"Bang! Sini bentar!" teriak Farel memanggil tukang parkir.

"Iya mas, ada apa?"

"Bang, tolong bantuin pacar saya masuk ke mobil ya, kaki nya terkilir."

"Lho? Kok bukan mas nya yang bantuin pacarnya, kok malah gendong perempuan lain?"

"Perempuan ini sahabat saya bang dia lagi sakit," jelas Farel.

Tukang parkir itu hanya mengangguk dan membantu Tasya berdiri. Hati Tasya seperti di hantam ribuan batu saat melihat ekspresi Farel yang biasa saja. Farel juga tidak menunggu nya berjalan ke mobil.

"Mbak gapapa?" tanya tukang parkir itu.

Tasya hanya tersenyum getir, ia ingin menjawab hati nya sedang tidak baik-baik saja. Namun Tasya tidak ingin egois atas sikapnya yang ingin memiliki Farel sepenuhnya.

"Gapapa kok mas. Tolong carikan saya taxi aja," ujar Tasya.

"Lho, mbak nya gak mau sama pacarnya?"

"Saya gak mau ngerepotin pacar saya mas sementara sahabatnya lagi sakit."

"Emangnya mbak gak sakit hati ngeliat pacarnya lebih perhatian ke wanita lain?"

Tasya hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tukang parkir itu. Ia tidak ingin munafik, bilangnya gak sakit hati namun kenyataannya sakit. Sakit banget malah.

Tukang parkir itu membantu Tasya membawa barang-barang nya dan membantu nya mencari taxi.

"Makasih ya mas," ucap Tasya tulus.

"Sama-sama."

*****

Farel menunggu tukang parkir itu mengantarkan Tasya ke mobil namun tidak kunjung datang. Melihat kondisi Stella yang lemah membuat Farel pergi menghampiri tukang parkir itu.

"Bang pacar saya mana?" tanya Farel saat melihat tukang parkir itu sedang duduk santai tanpa adanya Tasya.

"Kan udah balik mas," jawab tukang parkir itu.

"Hah balik? Sama siapa?"

"Sama taxi tadi, katanya gak mau ngerepotin masnya yang lagi rawat sahabatnya yang lagi sakit."

Farel mendengus, Tasya apa-apaan pulang tanpa sepengetahuan nya. Farel berbalik ingin balik ke mobil namun suara dari tukang parkir itu membuat langkah Farel terhenti.

"Mungkin mbaknya sakit hati ngeliat pacar sendiri lebih perhatian sama cewek lain. Makanya gak mau balik bareng."

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now