[71]TRAVMA

37.7K 2.4K 39
                                    

"Buna, nanti ulang tahun adek bakal di rayain kan?" tanya anak laki-laki di pangkuan Marsel.

Arumi tengah menyuapi Darma makan di taman belakang bersama Marsel yang memangku anak itu.

"Iya dong itu harus," jawab Marsel.

"Adek mau rayain ulang tahunnya dimana?" tanya Arumi.

"Anak Papa mau gak ngerayain ulang tahun di hotel?" tanya Marsel.

Darma mendongak menatap sang Papa. Anak itu menganggukkan kepalanya cepat.

"Mau, Pa!" ucap Darma semangat.

"Nggak usah, Sel mending kita rayain di rumah atau di cafe aja gak perlu di hotel segala. Itu mahal lho biayanya," ujar Arumi tidak setuju.

"Gak ada kata mahal untuk jagoan Papa dan kita akan tetap rayain ulang tahun Darma di hotel. Lagian hotel itu salah satu milik Papa jadi kita gak usah bayar."

"Tetap aja Rel aku gak enak sama Om Mario," ujar Arumi.

"Nggak apa-apa, kan Darma juga cucu kakek Mario ya," ucap Marsel mengunyel gemas pipi anak itu.

"Pipi adek jangan di unyel-unyel dong Papa, adek kan lagi makan. Nanti kalau nasinya keluar gimana?" ucap Darma polos.

*****

Sore ini Marsel mengajak Arumi dan Darma jalan-jalan ke mall. Lebih tepatnya mencari kado untuk anak itu.

"Papa, adek mau boneka babi!" ucap Darma menghentikan langkah Marsel dan juga Arumi.

Marsel menaikkan alisnya sebelah mendengar permintaan sang anak.

"Boneka babi? Adek kan cowok kok mainnya boneka?" ujar Marsel.

"Bagus Pa gemoy banget boneknya. Adek mau satu."

Marsel menghela nafasnya pelan lalu menatap Arumi yang tengah menyengir.

"Gini nih kalau emaknya dulu ngidam makan babi jadi keterusan sama anaknya," ucap Marsel geleng-geleng kepala.

Arumi menyengir tanpa dosa.

"Yaudah boleh tapi nanti gedenya gak boleh main boneka ya. Adek kan cowok mainnya harus mobil-mobilan atau robot-robotan. Biar lakik!" ucap Marsel.

"Iya papa adek cuma mau punya satu di rumah," janji anak laki-laki itu.

Akhirnya Marsel setuju membelikan anak laki-laki itu boneka babi. Lagi pula Marsel tidak pernah bisa menolak semua permintaan Darma.

Saat mereka ingin masuk ke toko boneka, langkah mereka terhenti melihat dua sosok yang sudah lama tak mereka temui.

"Tasya, Marsel?"

Seorang pria berusia 26 tahun dan satu wanita seumuran dengan Arumi berdiri di depan mereka dengan anak kecil perempuan berusia dua tahun.

Pria itu melangkahkan kakinya mendekati Arumi dengan mata yang berkaca-kaca. Tangannya terulur menyentuh pipi Arumi.

Arumi memejamkan matanya dan membiarkan air matanya meluruh.

"I-ini beneran kamu dek? K-kamu masih hidup?" ucap Bian. Pria itu masih tidak percaya jika adik yang ia tahu sudah meninggal bisa hidup lagi.

Arumi membuka matanya menatap sang kakak. Wanita itu tidak menyangka jika akan bertemu Bian di mall ini.

"A-apa kabar?" tanya Arumi. Suara wanita itu bergetar dan tangannya menyentuh tangan Bian di wajahnya.

Bian menggeleng pelan. Awalnya pria itu tidak percaya jika wanita yang di lihat oleh Yola adalah adiknya yang sudah meninggal. Bian langsung menarik Tasya ke dalam pelukannya. Kakak beradik itu berpelukan mengobati kerinduan mereka masing-masing.

"Kemana aja kamu selama ini? Dan kenapa bisa rumah sakit bilang kalau kamu sudah meninggal!" ucap Bian tanpa melepas pelukan mereka.

"Maafin Tasya bang."

Bian melepas pelukannya dan melihat kearah anak laki-laki yang terlihat bingung menatapnya. Pria itu yakin jika anak laki-laki itu adalah keponakannya.

"I-ini anak kamu?" tanya Bian menunjuk anak laki-laki di dekapan Marsel.

Arumi mengangguk pelan."Iya. Namanya Darma."

Bian berjongkok menyamaratakan tingginya dengan Darma.

"Hai, apa kau benar anak wanita itu?" tanya Bian menunjuk Arumi.

"Iya, adek anaknya Buna. Om siapa?" tanya Darma.

"Panggil aku Om Bian. Aku paman mu anak nakal," ucap Bian lalu menarik Darma ke pelukannya.

Darma yang tidak mengerti hanya membalas pelukan pamannya itu.

"Kau dan Ibu mu nakal sekali. Kalian pergi tanpa berpamitan sama Om. Apakah itu baik!" Bian menyeka air matanya yang hampir meluruh.

Darma yang tidak mengerti hanya menatap Bian dan juga Tasya secara bergantian.

"Tega lo ya bikin gue merasa kehilangan selama lima tahun!" Yola mendekati Tasya dengan tatapan sedih.

"Maafin gue," ucap Tasya lirih.

"Maaf lo bilang? Lo pikir gampang nerima kepergian lo yang begitu mendadak!"

"Gue ngelakuin ini biar gue bisa tenang. Gue capek, Yol ngerasain sakit terus-terusan."

"Setidaknya lo bilang sama gue dan Bian. Lo pikir gue sama Bian gak sayang sama lo!"

"Iya gue salah."

Tasya menarik Yola ke dalam pelukannya dan Yola pun membalas pelukan sang sahabat. Setelah pelukan mereka terlepas, Tasya mengusap bekas air mata di pipi Yola.

"Gue gak nyangka lo udah nikah aja sama abang gue. Ini pasti keponakan gue, ya?" tanya Tasya mengelus pelan kepala anak kecil di samping Yola.

Yola mengangguk."Ya, ini keponakan lo. Cantik kan kayak Mamanya?" ujar Yola terkekeh.

"Iya cantik. Mirip banget sama gue," ujar Tasya.

"Mirip gue dong. Gue kan emaknya!" ucap Yola tidak terima.

"Bapaknya kan abang gue."

"Iya juga sih, tapi lebih mirip gue karena gue yang ngelahirin dia!" ucap Yola tidak mau mengalah.

"Yaudah iya mirip lo. Btw siapa namanya?"

"Azkia Titania."

"Darma, ini anak Om Bian namanya Azkia. Dia emang lebih kecil dari kamu tapi kamu harus panggil dia kakak," ujar Bian.

Kening Darma mengkerut."Darma kan lebih gede dari Azkia. Harusnya Azkia yang panggil aku kakak!"

"Tapi Azkia itu anak dari kakak Buna kamu. Dalam urutan keluarga Azkia tetap kakak kamu," ujar Bian memberi pengertian.

"Darma gak mau!" tolak Darma. Anak itu kekeh tidak mau memanggil Azkia dengan sebutan kakak.

"Darma gak boleh gitu. Azkia tetap kakak kamu," ujar Tasya membuat Darma mendengus kesal.

"Ouh ya, hari ini mampir ke rumah ya. Emangnya kamu gak kangen sama Mama?" ucap Bian.

"Ee... gak usah deh bang. Tasya masih takut buat ketemu sama Mama," ujar Tasya tidak yakin.

Bian berdiri menghadap Tasya.

"Kamu gak perlu takut buat ketemu Mama. Semenjak kamu pergi Mama menyesali perbuatannya dan..."

Bian menggantungkan ucapannya membuat Tasya penasaran.

"Dan apa bang?"

"Keadaan Mama gak baik-baik aja dek. Mama sering sakit-sakitan karena terus mikirin kamu. Abang mohon temuin Mama ya?"

TRAVMA (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang