[6]TRAVMA

40.9K 3.6K 95
                                    

"Assalamualaikum," ucap Tasya saat masuk ke dalam rumah.

Tasya di bantu oleh supir taxi untuk berjalan masuk ke dalam rumah. Kaki Tasya masih sangat nyeri sampai ia tidak bisa berjalan sendiri.

"Waalaikum---"

"Tasya!"

Mata Bian langsung membola melihat Tasya yang di papah oleh supir taxi. Bian membantu Tasya duduk di sofa ruang tengah. Apa yang sudah terjadi kepada adiknya sampai jalan nya tertatih seperti itu.

"Kaki kamu kenapa dek?" Bian langsung membuka sepatu Tasya perlahan.

Terdengar suara ringisan yang keluar dari mulut Tasya.

"Sshh, pelan-pelan bang," ujar Tasya.

"Iya, iya, ini kenapa kaki kamu bisa bengkak?"

"Tadi kesandung terus terkilir," cerita Tasya.

"Farel kemana, kok gak anterin kamu?"

*****

Kaki Tasya sudah mendingan setelah di urut tadi. Tasya merebahkan tubuh nya di kasur king size miliknya, baru sebentar Tasya memejamkan mata suara deringan telpon menyadarkan nya.

Tasya merubah posisinya menjadi duduk dan mengambil ponsel di atas nakas. Tertera nama Farel di layar ponsel nya namun Tasya ragu untuk mengangkatnya.

Tasya menghela nafasnya pelan sebelum menggeser ikon biru di ponselnya. Tasya menempelkan ponsel di telinga nya.

"Halo?" ucap Tasya saat sambungan telponnya terhubung.

"Kaki kamu gimana?" tanya Farel dari sebrang sana.

Tasya menghela nafa lega, ia pikir Farel akan marah-marah kepada dirinya gara-gara Tasya pulang tidak pamitan terlebih dahulu tadi.

"Lumayan baikan kok Rel tadi udah di panggilin tukang urut sama Bang Bian."

"Gak mau di periksa ke rumah sakit aja?"

"Nggak usah, gapapa kok."

"Hm... Sya?"

"Iya Rel?" suara Farel terdengar melirih membuat perasaan Tasya tidak enak.

"Tadi kenapa kamu pulang sendiri? Kamu cemburu ya ngeliat aku gendong Stella?"

"Kalau aku gak cemburu berarti aku gak cinta sama kamu Rel," ujar Tasya pelan.

Terdengar helaan nafas dari sebrang, Tasya tahu ini adalah pilihan yang sulit untuk Farel lakukan.

"Maaf Sya."

"Kamu gak perlu minta maaf Rel, aku tahu Stella itu penting buat kamu."

"Tapi kamu juga penting buat aku Sya,"

"Terpenting nomor dua." Farel langsung terdiam tidak bisa membalas perkataan Tasya.

Tidak ada jawaban dari Farel membuat Tasya sadar, sampai kapan pun ia tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Stella di hidup Farel.

"Udah Rel gak usah di bahas, aku ngerti kok gimana posisi kamu."

"Besok aku kerumah kamu sekalian bawain kamu es krim vanila," ujar Farel lalu memutuskan sambungan telponnya.

*****

Tasya di dapur sedang berkutat dengan wajan dan spatula. Rambut nya di cepol asal agar tidak mengganggu aktifitas memasaknya.

Hari ini Farel akan menjenguk dirinya, Tasya berinisiatif membuat makanan favorit Farel. Meskipun jalannya masih tertatih Tasya tetap memaksa memasak untuk Farel.

Saat Tasya hendak memindahkan makanan yang sudah di piring tak sengaja Tasya menyenggol wajah membuat kulit lengannya terbakar.

Prang!

Piring yang di genggaman Tasya terjatuh hingga pecah. Makanannya pun berserakan di lantai.

Bian yang mendengar suara barang pecah langsung lari ke dapur. Ia melihat Tasya memunguti pecahan beling di lantai.

"Tasya, kamu nggak apa-apa?"

"A-aku gak sengaja bang," ujar Tasya panik.

"Udah-udah kamu menjauh biar abang yang bersihin."

Bian menyuruh Tasya menjauh dari pecahan beling itu. Bian mengambil sapu dan membersihkan pecahan beling dan membuang nya ke tempat sampah.

Bian kembali menghampiri Tasya lalu melihat apakah adiknya itu ada yang terluka. Bian melihat lengan Tasya terbakar.

"Kamu ngapain masak-masak gini? Kaki kamu belum sembuh dek dan sekarang lengan kamu yang terbakar," omel Bian.

"Iya bang maaf, hari ini Farel mau jenguk Tasya makanya Tasya masak makanan kesukaan Farel."

"Kan bisa nyuruh Bibi," Bian menggeleng-geleng kan kepalanya melihat adiknya yang sekarang bucin.

Tasya hanya bisa menunduk tidak bisa melawan Bian. Bian sudah menyuruhnya untuk beristirahat namun Tasya tetap keras kepala dan tetap masuk ke dapur.

"Sekarang obati lengan kamu."

Bian membawa Tasya ke wastafel lalu membasuh lengan Tasya yang terbakar agar tidak melepuh. Bian mengambil kotak P3K dan mengoleskan salep ke lengan Tasya.

*****

Makanan sudah siap, Tasya bahkan juga sudah mandi dan berpakaian rapi. Kini hanya tinggal menunggu kedatangan Farel.

"Cantik banget sih," puji Bian saat melihat Tasya keluar dari kamar.

"Iya dong. Kan adiknya bang Bian," kekeh Tasya.

Bian juga ikut terkekeh, Bian bahagia jika melihat Tasya sebahagia itu. Mungkin Farel memang lelaki yang tepat untuk Tasya.

"Tasya ke depan dulu ya bang."

Tasya berjalan ke ruang tamu untuk menunggu Farel disana. Tasya terus memperhatikan ponsel nya dengan senyum yang mengembang. Sebentar lagi Farel pasti akan datang dan membawakan es krim vanila favorit nya.

Tasya langsung berdiri ketika pintu rumah nya terbuka, ia pikir itu Farel ternyata itu Mama nya yang baru pulang kerja.

"Mama," panggil Tasya.

Tasya mendekat lalu ingin menyalami tangan Tyas namun Tyas hanya merespon dengan anggukan. Tyas masuk begitu saja tanpa menerima jabatan tangan dari Tasya.

Tasya hanya tersenyum getir, mungkin Mama nya sedang kelelahan. Tasya hanya perlu mengerti keadaan Mama nya.

Tasya kembali duduk di sofa menunggu kedatangan Farel. Sudah pukul 08:00 malam namun Farel tak kunjung datang bahkan tidak mengabari nya.

"Farel belum datang?" Bian keruang tamu melihat Tasya masih sendiri dengan tatapan mengarah ke ponsel dan pintu secara bergantian.

"Bentar lagi bang," ujar Tasya masih mempertahankan senyum manisnya.

Pandangan Tasya langsung beralih ke ponsel ketika ponselnya berdering. Tanpa ragu Tasya langsung mengangkat telpon dari Farel.

"Rel, kamu jadi kan----"

"Maaf Sya, aku gak bisa jenguk kamu hari ini. Stella masuk ke rumah sakit."

TRAVMA (Segera Terbit)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu