[18]TRAVMA

36.3K 3.3K 44
                                    

Ayo dong vote dan komennya mana nih sebagai apresiasi semangat buat Author? Yakali baca tapi kagak vote.

"Jika datang mu tidak bisa memberi bahagia setidaknya jangan menorehkan luka." -Travma.

*****

Farel duduk di dalam mobil dengan perasaan tidak tenang. Semalam saat Farel kembali dari rumah sakit untuk menjemput Tasya di cafe, Tasya sudah tidak ada bahkan cafe itu sudah di tutup.

Semalam Farel tidak punya niat meninggalkan Tasya dan membuatnya menunggu, namun karena Farel terlalu panik dengan keadaan Stella ia jadi lupa untuk menjemput Tasya.

"Tasya." Farel segara turun dari mobil saat melihat Tasya baru saja masuk ke gerbang sekolah.

Farel mengejar Tasya yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam sekolah.

"Tasya!" panggil Farel.

Tasya menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah Farel. Perlahan Farel berjalan mendekati Tasya yang menatapnya datar.

Perlahan Farel melangkah mendekat kearah Tasya.

"Sya, aku---"

Saat Farel hendak menyentuh tangan Tasya, ia terlebih dahulu menghindar.

Dari raut wajahnya, Farel bisa melihat jika Tasya sangat marah kepadanya. Saat ini Farel hanya berharap Tasya akan memaafkannya.

"Aku bisa jelasin Sya."

"Mau jelasin apalagi?" tanya Tasya dengan tatapan kecewa.

"Sumpah aku gak ada niat buat kamu menunggu Sya. Tapi semalam Stella benar-benar butuh aku. T-tapi aku jemput kamu semalam di cafe tapi cafe itu udah tutup dan kamu udah gak ada di sana. Aku pikir kamu udah pulang naik taxi," jelas Farel.

"Kamu pikir aku akan tetap disana setelah di usir? Coba aja semalam kamu gak telat jemput aku mungkin aku gak akan di tuduh jual diri Rel!" murka Tasya.

"Jual diri?" lirih Farel tidak mengerti.

Farel terkejut mendengar Tasya yang di tuduh jual diri. Siapa yang berani mengatakan hal sekejam itu kepada Tasya.

"Sebenarnya peran aku di hidup kamu itu apasih?!"

Kini buliran bening kembali memendung di pelupuk mata Tasya. Hati Tasya begitu sakit mengingat ibu kandungnya sendiri menuduhnya jual diri.

"Jangan kamu pikir selama ini aku diem aku gak bisa marah!"

"Oke, aku emang salah Sya. Kamu berhak untuk marah tapi tolong ngertiin posisi aku. Stella---"

"Stella lagi, Stella lagi." Kini Tasya sudah muak mendengar nama Stella sebagai pembelaan. Farel ingin di mengerti namun tidak mau mengerti.

"Kenapa sih harus selalu Stella? Aku tau dia lagi sakit Rel, tapi bisa gak sekali aja kamu lihat aku sebagai pacar kamu!" Tasya tersenyum getir menahan air mata yang ingin menerobos keluar.

"Sebagai seorang perempuan munafik kalau aku bilang aku gak cemburu dengan kedekatan kalian. Kalian emang bersahabat tapi posisinya aku pacar kamu. Nggak ada perempuan yang akan biasa aja ngeliat pacarnya lebih dekat dengan perempuan lain meskipun itu hanya sebatas teman," lirih Tasya pelan.

"Kenapa kamu bawa nama Stella ke dalam hubungan kita?" ucap Farel dengan nada tidak suka.

"Kamu yang dulu bawa-bawa Stella ke dalam hubungan kita Rel. Coba aja kamu bisa membatasi kedekatan kamu dengan Stella mungkin hal ini gak akan terjadi!"

"Maksud kamu Stella penyebab kita berantem? Aku tau aku salah Sya, tapi kamu udah kelewatan bawa-bawa Stella ke dalam masalah kita!"

"Kamu yang kelewatan Rel!" bentak Tasya.

Pertahanannya untuk tidak menangis di depan Farel kini telah runtuh. Tasya membiarkan air matanya meluruh membasahi kedua pipinya.

"Kalau emang gak bisa bikin bahagia, setidaknya jangan memberi luka."

*****

Tasya berdiri di depan cermin menatap wajahnya yang berantakan. Tasya terlalu sering menangis sampai larut malam membuat kantung matanya menghitam.

Setelah perdebatannya bersama Farel di koridor tadi, ia memilih pergi karena tidak tahan mendengar Farel membela Stella.

Apa sikapnya tadi berlebihan kepada Farel. Apa Tasya salah meluapkan rasa amarahnya yang terpendam selama ini? Apa sikapnya tadi membuat Farel kecewa? Sungguh Tasya menyesali perbuatannya. Namun Tasya juga tidak bisa menutupi rasa kesalnya kepada Farel.

"Gimana rasanya di abaikan? Enak?"

Tasya menoleh kearah Yola yang tengah bersedekap dada di belakang nya. Yola melangkahkan kakinya mendekati Tasya lalu bercermin menata rambutnya yang berantakan.

"Gue kasian setiap hari ngeliat lo nangis di depan cermin toilet. Entah itu di tempat umum atau di sekolah. Sungguh ironi kisah percintaan mantan sahabat gue yang satu ini," ujar Yola menekan kata mantan sahabat.

"Sebenarnya lo punya masalah apasih sama gue? Kenapa lo berubah kayak gini," bingung Tasya.

Dulu Tasya dan Yola adalah sahabat karib, mereka seperti sodara kembar yang tak terpisahkan. Namun suatu hari Yola mulai menjauh dan menjadi membenci Tasya sampai hari ini.

Tasya pun tidak mengerti apa alasan Yola berubah dan menjauhinya. Bahkan Yola sering berbicara jahat kepada Tasya.

"Nggak ada alasan sih, cuma gak suka aja sahabatan sama lo."

"Gak mungkin lo berubah kayak gini kalau gak ada alasannya Yol. Kita sahabatan udah lama dan gue tau banget sifat lo. Lo kalau lagi marah gak akan ngomong tapi lo bakal diemin gue sampai gue sadar sama kesalahan gue sendiri. Tapi ini udah lama banget dan sampai saat ini gue gak tau apa kesalahan gue dan alasan lo ngebenci gue," ujar Tasya.

Tasya sangat rindu kebersamaannya bersama dengan Yola. Namun karena kesalahan yang ia sendiri tidak tahu Yola menjauhinya bahkan membencinya.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now