[57]TRAVMA

32.4K 2.4K 116
                                    

Sesampainya di rumah, Marsel mendudukkan Tasya di kursi meja makan. Pria itu mengambil air hangat untuk Tasya.

"Minum dulu."

Tasya menerima lalu meneguknya hingga habis. Tidak lama Seana datang menghampiri Tasya.

"Kakak cantik kenapa?" tanya Seana.

"Kakak cantik gak papa, Sea. Sea udah makan?" tanya Tasya.

"Udah sama Bibi tadi."

"Kalau gitu lo masuk aja ke kamar sana. Biarin kakak cantik istirahat," ujar Marsel.

Tasya menatap Marsel jengah."Sel, ngomong sama Seana jangan gitu dong. Seana itu adik kamu," tegur Tasya.

"Aku gak mau punya adik pembunuh kayak dia!"

"Marsel!"

"Aku bukan pembunuh!" pekik Seana tidak terima. Mata gadis kecil itu berkaca-kaca. Seana melempar bonekanya kearah Marsel lalu pergi dari sana.

"Sel, kamu keterlaluan tau gak!"

Tasya tidak habis pikir Marsel bisa bersikap seperti itu kepada adiknya. Tasya menarik lengan Marsel untuk duduk di kursi yang ada di depannya.

"Seana itu masih kecil gak seharusnya kamu ngomong kayak gitu sama dia. Pasti dia sakit hati dengar omongan kamu," ujar Tasya.

"Aku gak peduli! Hati aku jauh lebih sakit di banding Seana. Gara-gara Mama lahirin Seana Mama jadi pergi ninggalin aku!"

Otot saraf di kepala Marsel tercetak jelas. Itu tandanya Marsel menahan amarahnya. Bayang-bayang saat Ibunya masih hidup kembali berputar di kepalanya.

"Mama sayang gak sama Celo?"

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun duduk berdua bersama Ibunya menikmati senja di sore hari. Kala itu mereka sedang berada di taman belakang rumah.

"Sayang dong."

Wanita paruh baya yang tengah mengandung besar itu memeluk anak laki-lakinya dari samping.

"Kalau gitu Mama gak akan tinggalin Celo kan?" tanya Marsel kecil.

Wanita itu hanya tersenyum mengurai lembut rambut Marcelo.

"Semua manusia itu akan pergi Celo. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Kalaupun nanti Mama pergi bukan berarti Mama gak sayang lagi sama Celo. Tapi karena Tuhan mau menggantikannya dengan yang lebih baik lagi. Tuhan itu adil sayang, setiap ada yang pergi akan ada pengganti."

"Tapi Celo gak mau mama terganti. Celo cuma maunya Mama. Jadi Mama gak boleh pergi sampai nanti Celo dewasa!"

"Marcelo Sadewa Putra, anak Mama yang ganteng. Mama gak akan pergi kemana-mana sayang. Mama cuma ingatkan kepada Celo kalau suatu saat nanti Celo merasa kehilangan sesuatu, Celo gak boleh berlarut-larut dalam kesedihan." Dewi menasihati putranya itu karena semua manusia akan mengalami yang namanya kehilangan. Entah itu kehilangan seseorang yang berarti di hidup kita atau kehilangan barang berharga.

Tapi percayalah, Tuhan sudah menyiapkan ganti yang jauh lebih baik untuk kita. Boleh sedih tapi hanya sehari saja, karena besok kita harus kembali melanjutkan hidup.

"Sel, coba kamu posisikan diri kamu di posisi Seana." Sentuhan Tasya di pundak Marsel menyadarkan dirinya dari lamunan masalalu.

Marsel menatap mata Tasya yang terlihat sendu. Mata itu mengingatkan Marsel dengan tatapan sang Ibu. Tatapan mereka sama-sama bisa menghangatkan suasana hati yang gelisah. Jika kalian tanya apa alasan Marsel jatuh cinta kepada Tasya pada pandangan pertama kala itu. Pasti jawabannya, karena Tasya dan Ibunya memiliki sifat yang sama dan tatapan yang menghangatkan.

Dari mata Tasya, Marsel bisa melihat tatapan Ibunya kembali. Mereka adalah dua perempuan dengan wajah yang berbeda namum memiliki sifat yang sama. Sama-sama lembut dan sabar.

"Apa Seana pernah minta untuk dia di lahirkan? Apa Seana bisa memilih untuk di lahirkan oleh siapa. Nggak Sel. Aku dan Seana memiliki nasib yang sama. Aku lahir bersamaan dengan kepergian Papa. Papa mengalami kecelakaan setelah mendengar kelahiran aku. Apa aku yang minta kejadian itu terjadi?"

Tasya menggeleng lemah, gadis itu menyentuh telapak tangan Marsel. Sentuhannya menyalurkan rasa tenang sama seperti alm Mamanya ketika Marsel sedang marah kala itu. Marsel marah saat Papanya menolak membelikan Marsel sebuah mainan karena di rumah Marsel sudah memiliki banyak mainan.

Marsel marah dan tidak mau keluar kamar. Lalu ibunya datang menghampirinya.

"Celo, Papa bukan gak mau belikan Celo mainan. Tapi mainan Celo sudah banyak di rumah." Dewi membelai lembut punggung Marsel kecil yang membelakanginya.

"Tapi Celo mau mainan itu, Ma!" ujar Marsel kecil tanpa mau menatap Ibunya.

"Mainan Celo yang seperti itukan sudah banyak. Kalau Celo beli yang baru mainan lama mau di kemanain?"

"Celo bakal sumbangkan ke panti asuhan. Pasti anak-anak di sana senang!"

Marsel bangkit dan duduk di hadapan sang Mama.

"Iya Mama tau Celo suka berbagi. Tapi jika ingin berbagi Celo harus pastikan barang itu layak atau tidak untuk di sumbang."

"Mainan lama Celo kan masih bagus semua. Selama ini Celo rawat dengan baik. Kalau begitu ayo kita beli yang baru dan yang lama kita sumbangkan."

"Celo anak Mama, usia kamu sudah berapa tahun?" tanya wanita itu lembut.

"10!"  Marsel kecil memamerkan 10 jarinya pada sang Mama.

"Usia Celo sudah 10 itu berarti 5 sampai 10 tahun lagi mainan Celo yang sekarang tidak akan terpakai lagi. Jika di sumbangkan pun anak yang menerima mainan Celo itu juga akan tumbuh besar nantinya. Kelama-lamaan mainan itu akan rusak sayang dan akhirnya akan terbuang sia-sia."

"Jadi mulai saat ini Celo harus belajar membeli apa yang Celo butuhkan bukan apa yang Celo mau. Bukan karena kita tidak mampu beli tapi karena kita harus menghargai uang."

"Sama kayak Seana. Kematian Mama kalian bukan kehendak dia. Kamu masih beruntung karena kamu bisa menghabiskan waktu 10 tahun bareng Mama kalian. Tapi Seana? Dia sama sekali belum lihat wajah Mamanya. Bahkan saat anak-anak lain pergi dan pulang sekolah bersama Ibunya, Sea justru menghabiskan waktunya ikut dengan Om Mario bekerja setiap hari."

"Seana sama seperti kamu, Sel. Dia juga terluka, tapi apa pernah kamu melihat lukanya? Orang yang setiap hari terlihat fine-fine aja belum tentu dia baik-baik aja." Tasya berdiri memegang pundak Marsel.

"Seana masih terlalu kecil untuk bernasib sama kayak aku, Sel. Jadi kamu renungkan kata-kata aku. Jangan sampai penyesalan yang menyadarkan kamu. Ingat, penyesalan selalu datang paling akhir. Kalau penyesalan itu udah datang kamu gak bisa lagi berbuat apa-apa."

"Dan menyesal pun tidak akan ada gunanya."

Tasya pergi dari meja makan meninggalkan Marsel sendiri di sana. Membiarkan pria itu sadar akan kesalahannya.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now