[44]TRAVMA

31.4K 2.4K 19
                                    

Holaa selamat malam semuanya...

Sebelum baca jangan lupa vote dan komen. Dan ajak juga teman-teman kalian untuk baca cerita ini.

Jangan lupa di ramein ya🖤

Thanks and happy reading🖤

*****

Dua minggu berlalu, hari ini Mama dan kakaknya pulang dari singapura. Tasya harap Tyas tidak akan tahu tentang dirinya yang di eliminasi dari tim olimpiade.

"Mama, abang," sapa Tasya.

Saat Tasya hendak menyalami tangan Mamanya, Tyas justru hanya melewati dirinya begitu saja. Tasya tetap mempertahankan senyumnya lalu menyalami tangan Bian.

"Kamu apa kabar?" tanya Bian setelah memeluk adik kesayangannya.

"Baik, abang gimana?" tanya Tasya balik.

"Alhamdulillah baik. Abang dengar dari Yola kamu gak masuk sekolah empat hari. Abang telfon kamu juga gak di angkat? Kamu lagi ada masalah?" cerca Bian tanpa henti.

Tasya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tasya harus jawab apa pertanyaan dari abangnya ini.

"Eum... waktu itu Tasya lagi fokus belajar untuk menaikkan nilai Tasya yang turun," alibi Tasya.

"Nilai kamu turun?"

"Hm, iya," jawab Tasya takut-takut.

"Terus hubungannya gak masuk sekolah kenapa? Harusnya kan kamu gak absen kalau nilai kamu turun."

"Bian, jangan lupa hantarkan berkas dari clien singapura ke kamar Mama," suruh Tyas.

"Iya Ma."

Bian langsung pergi ke kamar Tyas meninggalkan Tasya di ambang pintu. Tasya menghela nafasnya lega karena selamat dari pertanyaan maut kakaknya itu.

*****

Sore ini Tasya merasa sangat kelelahan. Ia baru saja pulang sekolah dan akan pergi ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika Tyas memanggil namanya.

"Tasya berhenti!"

Tasya menghentikan langkahnya di tangga nomor empat. Ia turun dan menghampiri Mamanya yang berada di ruang tamu.

"Kenapa Ma? Mama butuh sesuatu?" tanya Tasya.

Untuk pertama kalinya sang Ibu memanggil dirinya. Senyum Tasya perlahan pudar saat tatapan Tyas begitu tajam.

"Bagaimana olimpiade kamu?" tanya Tyas. Suaranya terdengar dingin.

Olimpiade? Apa Mamanya sudah tahu tentang dirinya yang sudah di eliminasi?

"Ee... b-baik-baik aja kok, Ma. N-nggak ada masala---"

Plak!

Tyas melayangkan tamparan di pipi mulus Tasya.

"Udah berani bohong sama Mama? Siapa yang ngajarin kamu bohong!" bentak Tyas.

Tasya memegang pipinya yang panas. Ia tidak berani menatap mata elang Mamanya.

"Kepala sekolah tadi telfon dan bilang kalau kamu di eliminasi dari tim olimpiade! Buat masalah apa kamu!"

Tasya tidak bisa menahan tangisnya lagi. Tasya langsung bersimpuh di kaki Tyas.

"Tasya minta maaf, Ma," ucap Tasya.

Tyas menarik kakinya membuat Tasya tersungkur ke lantai. Tasya terisak seraya meraih kaki Ibunya kembali.

"Maaf kamu bilang? Setelah kamu buat masalah yang begitu besar. Tugas kamu itu belajar Tasya bukan buat masalah!"

"Hiks, T-tasya minta maaf Ma. Maafin Tasya," mohon Tasya di kaki Tyas.

Tyas menjambak rambut Tasya hingga tertarik ke belakang. Tasya meringis menahan sakit.

"A-ampun Ma, Tasya minta maaf."

"Mama kerja banting tulang bahkan jarang pulang ke rumah itu demi masa depan kamu. Dan ini balasan kamu ke Mama? Mama cuma minta kamu jadi anak berguna Tasya jangan buat masalah!" geram Tyas.

Tasya memegang tangan Tyas yang semakin mengeratkan jambakan nya.

"M-maaf... hiks!"

"Kamu harus Mama hukum agar kamu jadi anak yang tahu diri!"

Tyas menarik rambut Tasya sampai berdiri. Tyas menarik Tasya ke dalam kamar mandi di ruang tengah. Tyas mendorong tubuh Tasya hingga terbentur ke sudut dinding.

Tyas menghidupkan shower dan menyiramkannya ke Tasya. Tasya hanya diam pasrah di perlakukan seperti itu. Tidak ada gunanya juga ia melawan.

"Argh! Anak gak berguna!"

Tyas membanting shower nya ke lantai sebelum mengunci pintu kamar mandi itu dari luar. Tasya merangkak ke arah pintu lalu menggedor-gedor pintunya.

"Mama buka pintunya! Tasya minta maaf!" teriak Tasya.

"Kamu gak boleh keluar dari kamar mandi ini sebelum kamu sadar apa kesalahan kamu!" jawab Tyas dari luar kamar mandi.

"Tasya janji gak akan mengulangi lagi Ma. Tasya minta maaf!"

Tidak ada jawaban lagi dari luar. Mungkin Tyas sudah pergi dari sana. Sekarang Tasya sendirian disini, tidak ada yang menolongnya.

*****

Tasya meringkuk kedinginan di sudut kamar mandi. Sejak sore tadi ia berada di dalam kamar mandi dengan baju basah kuyup. Ini sudah tengah malam namun belum ada yang membuka pintu kamar mandi itu.

Badan Tasya mulai lemas, ia merasa lapar karena belum makan dari tadi siang. Saat Tasya hendak menutup matanya ia mendengar suara Bian meneriaki namanya. Akhirnya Bian pulang dari kampusnya.

Tasya menarik tubuhnya sampai di depan pintu. Ia kembali menggedor-gedor pintu itu menggunakan sisa tenaganya.

"A-abang... t-tolong..."

Tasya tidak bisa berteriak kencang karena tubuhnya tidak kuat. Ia berharap Bian akan menemukannya di sini.

"Tasya! Kamu dimana dek!" suara Bian semakin kencang, itu tandanya Bian berada di ruang tamu.

"D-disini.... T-tasya d-di sini a-abang!"

"Tasya? Kamu di dalam?" Bian mengetuk pintu kamar mandi itu.

"T-tolong...." Lirih Tasya lemah.

"Tasya buka pintunya!"

"P-pintunya di kunci d-dari luar," ucap Tasya.

Bruk

Tubuh Tasya ambruk ketika Bian berhasil membuka pintu kamar mandi itu.

"Tasya!"

Bian mengangkat kepala adiknya itu ke dekapannya. Bian merapikan rambut yang menutupi wajah Tasya. Begitu terkejutnya Bian ketika melihat wajah Tasya pucat pasi, ia juga merasakan tubuh Tasya menggigil. Kenapa Tasya bisa terjebak di kamar mandi dengan keadaan seperti ini.

"Siapa yang ngelakuin ini ke kamu dek?" Bian tidak bisa membendung air matanya melihat kondisi Tasya yang sangat menyedihkan ini.

"P-peluk T-tasya, ya abang? T-tasya kedinginan." Ucap Tasya sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

"TASYA!!"

TRAVMA (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang