[59]TRAVMA

31.4K 2.4K 58
                                    

"Ini soal anak kita."

Tasya terdiam. Apa Farel sudah tahu tentang kehamilannya. Tapi siapa yang memberitahu pria itu.

"O-oke." Tasya setuju untuk berbicara berdua dengan Farel.

"Gue titip Seana bentar," ujar Tasya pada Yola.

"Seana sama kakak bawel dulu sebentar ya. Kakak cantik lagi ada urusan."

"Jangan lama-lama ya kakak cantik," ujar Seana. Tasya mengangguk sebagai jawaban.

"Ayok."

Tasya melepas tangan Farel yang ingin menariknya.

"Aku bisa jalan sendiri."

Tasya berjalan terlebih dahulu dan di susul oleh Farel. Mereka berdua pergi ke taman belakang sekolah. Tidak ada yang membuka obrolan di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam.

Farel menghela nafasnya pelan. Pria itu menoleh menatap Tasya di sampingnya.

"Kenapa kamu gak bilang sama aku kalau kamu hamil," ujar Farel memulai topik.

"Kamu tau dari mana?" tanya Tasya.

"Abang kamu datang ke apartemen aku malam itu. Dia marah dan langsung pukul aku tanpa ampun. Dan dia bilang kalau kamu hamil anak aku."

Tasya melihat wajah pria itu. Memang ada bekas lebam di bagian wajahnya. Sudah Tasya duga, pasti Bian yang memberitahu Farel. Karena tidak ada orang lain yang tahu kecuali keluarganya.

"Gimana aku mau kasik tau kamu kalau setiap hari kamu sibuk sama tunangan kamu."

"Sya, aku kan udah bilang sama kamu kalau aku akan cari cara menggagalkan pertunangan itu. Kamu cukup bersabar," ujar Farel.

Tasya terkekeh sinis."Dari dulu juga udah sabar. Kurang sabar apalagi aku ngadepin sikap kamu."

Farel berusaha menggenggam tangan Tasya namun gadis itu melepaskannya. Tasya tahu rasanya di khianati pacar itu bagaimana jadi mulai saat ini Tasya akan menjaga jarak dengan Farel. Tasya akan berusaha menerima keadaan jika Farel bulan lagi miliknya.

"Iya aku ngaku malam itu aku salah. Aku panik pas Stella kecebur ke kolam cuma cara itu yang ada di kepala aku waktu itu," Farel berusaha untuk menjelaskannya kepada Tasya.

Kini gadis itu menoleh pada Farel. Kening Tasya berkerut.

"Sedangkal itu ya otak kamu? Itu sama aja kamu cium Stella, Rel. Kamu gak mikir ya perasaan aku gimana malam itu. Atau emang perasaan aku itu main-main buat kamu!"

"Gak gitu, Sya maksud aku---"

"Terus apa!" potong Tasya.

"Kenapa sih kamu gak pernah mau ngertiin posisi aku. Di sini aku lagi memperjuangkan hubungan kita, Sya. Kamu jangan memperkeruh suana dong!" emosi Farel terpancing. Tanpa sadar Farel membentak Tasya.

"Kamu yang gak pernah ngertiin aku. Selalu aja maunya di ngertiin! Sabar udah aku perluas bahkan ego aku turunin dan itu masih kurang di mata kamu. Terus aku harus apalagi?" ungkap Tasya muak. Gadis itu tidak tahu harus apalagi agar memiliki nilai plus di mata pacarnya itu. Tasya capek dan Tasya sudah lelah.

Tatapan Farel berubah menjadi sayu. Pria itu merasa bersalah telah membentak Tasya. Farel hanya capek berada di bawah tekanan Papanya. Ia hanya memiliki Tasya sebagai penguat dan Farel sangat takut Tasya pergi.

"Aku minta maaf," lirih cowok itu.

"Minta maaf di ulang lagi, buat kesalahan lagi minta maaf lagi. Ngulang kesalahan yang sama terus minta maaf lagi seterusnya aja kamu gitu. Gak capek? Aku aja capek Rel terus-terusan ngertiin kamu. Terus kapan kamu ngertiin akunya?"

Tasya menarik nafasnya dalam-dalam meredam emosi yang bergejolak di dadanya.

"Kamu jangan nyudutin aku lah, Sya. Di sini kamu juga salah udah menyembunyikan kehamilan kamu," ujar Farel.

"Kalau aku kasik tau kamu waktu itu apa kamu bakal langsung datang ke aku? Apa kamu bakal tinggalin Stella di rumah sakit demi aku?"

Tasya terkekeh miris melihat Farel tidak bisa menjawab pertanyaan simpel yang ia lontarkan.

"Pertanyaan se simpel itu aja kamu gak bisa jawab, Rel!"

Tasya beranjak. Tidak ada gunanya membicarakan hal penting ini dengan pria yang tidak pernah mau mengerti.

"Berapa usia kandungannya sekarang?"

Pertanyaan Farel menghentikan langkah Tasya untuk pergi. Pria itu berdiri menghadap Tasya.

"Aku juga gak tau. Aku belum cek ke dokter. Kalau di hitung dari telat bulan udah 4 minggu," jawab Tasya.

"Gimana kalau nanti pulang sekolah kita pergi cek. Siapa aja kamu gak hamil."

Mendengar ucapan Farel gadis itu mendongak. Menatap Farel tidak percaya.

"Kamu gak percaya sama aku? Kamu pikir aku bohong?"

"B-bukan gitu maksud aku---"

"Tasya."

Suara seseorang menghentikan ucapan Farel. Tasya kenal suara orang itu. Jantung Tasya berdegup kencang, ia takut Marsel mendengar pembicaraannya dengan Farel.

Marsel berjalan mendekati Tasya yang sedang bersama Farel.

"Kamu ngapain di sini? Seana mana?" tanya Marsel saat berada di depan Tasya.

"S-seana sama Yola. Tadi aku titipin bentar," jawab Tasya gugup. Semoga saja Marsel tidak dengar pembicaraan mereka.

"Kalau gitu kita susul Seana."

Marsel mengajak Tasya pergi dari sana. Namun tangan kekar Farel menahannya.

"Mau lo bawa kemana cewek gue? Dia masih mau ngomong sama gue," tahan Farel.

Marsel menepis kasar tangan Farel dari pundaknya.

"Selama Tasya tinggal di rumah gue dia itu tanggung jawab gue. Lo gak berhak untuk ikut campur!" ucap Marsel.

"Kamu tinggal di rumah Marsel?" tanya Farel pada Tasya.

"Kenapa? Lo gak suka?" bukan Tasya yang menjawab melainkan Marsel. Pria itu menarik Tasya ke belakang punggungnya.

"Daripada lo ngurusin hidup mantan. Mending lo urusin tuh tunangan lo!" tajam Marsel.

"Lo kalau gak tau gak usah sok tau! Gue sama Tasya belum putus!" ujar Farel tidak terima.

Marsel terkekeh."Emang gak tau malu lo jadi cowok. Kasian gue liat Tasya harus terjebak sama cowok yang gak cukup sama satu cewek!"

TRAVMA (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang