[51]TRAVMA

31.3K 2.2K 44
                                    

"Jika pria pertama mu pergi tanpa mengenalkan sebuah cinta, izinkan aku pria sekian untuk memberi mu cinta tanpa luka."

Tasya membuka matanya ketika merasakan usapan kecil di kepalanya. Gadis itu mendongak menatap sosok di belakangnya.

Seorang pria dengan lesung pipi tersenyum hangat menatapnya. Pria itu duduk di samping Tasya mengelus pelan pundaknya.

"Sampai sekarang aku masih berusaha untuk mendapatkan cinta kamu. Gak peduli sekeras apa kamu menolaknya."

Tasya mengusap pipinya yang basah. Ia menatap heran pria itu.

"Marsel? Kamu ngapain di sini?" tanya Tasya.

"Aku habis dari makam Mama terus gak sengaja liat kamu nangis plus dengar curhatan kamu di sini. Yaudah aku samperin aja," jelas Marsel. Tasya hanya mengangguk mengerti.

"Kamu lagi butuh sandaran? Di bahu aku aja sini. Lagi kosong kok." Marsel menepuk bahunya sendiri.

"Sel, untuk hari ini biarin aku sendiri dulu ya. Aku cuma mau berduaan sama Papa," ujar Tasya.

"Nggak apa-apa aku temenin kamu aja di sini. Lagian Papa kamu gak akan bisa dengar keluhan kamu kayak aku." Marsel memamerkan lesung di kedua pipinya.

Tasya menghela nafasnya sabar. Pria seperti Marsel memang sulit untuk memahami situasi terkini.

"Pa, Tasya pamit pulang dulu ya." Tasya memilih pergi dari makam sang Papa dan mengabaikan ucapan Marsel.

*****

Tasya melangkahkan kakinya gontai di koridor. Cuaca pagi ini mendung jadi Tasya pergi ke sekolah menggunakan kardigan berwarna coklat.

"Tasya, tunggu!"

Marsel di belakang berlari kecil menyamakan langkahnya dengan Tasya.

"Jalannya cepat banget udah kayak di kejar setan," ujar Marsel di sampingnya.

Tasya memilih abai dan teru berjalan.

"Nanti malam pas party perginya sama aku ya? Pasti nanti kita bakal jadi pasangan yang cocok." Marsel tidak menyerah untuk mengambil perhatian Tasya.

Tasya menghentikan langkahnya ketika seorang pria dan seorang gadis bergandengan tangan. Mereka berdua menyapa murid lain di koridor sana.

"Selamat ya atas pertunangan kalian."

"Kalian itu serasi banget."

"Makasih ya semuanya, kalau gitu gue sama Farel duluan."

Stella menggandeng lengan Farel dan berjalan. Namun langkah mereka berhenti di depan Tasya.

"Eh, Tasya, lo apa kabar?" sapa Stella dengan senyum ramah. Farel di sampingnya hanya menatap datar.

"Iya aku mau pergi sama kamu!" bukannya menjawab sapaan Stella, Tasya justru menerima ajakan Marsel.

"Serius?"

"Iya serius."

"Yaudah. Nanti aku jemput ya!" Marsel begitu girang Tasya menerima ajakannya.

"Aku mau ngomong sama kamu." Farel menarik tangan Tasya sedikit menjauh dari Stella dan Marsel.

"Gak usah pegang-pegang! Hargai tunangan kamu!" Tasya menyentak tangan Farel dari lengannya.

"Aku gak peduli. Aku gak izinin kamu pergi sama Marsel ke party sekolah nanti!" ucap Farel tanpa basa-basi.

"Ada hak apa kamu larang aku? Terserah aku dong mau pergi sama siapa aja. Aku kan single!"

"Kamu gak anggap aku sebagai pacar kamu?"

"Terus kamu gak anggap Stella sebagai tunangan kamu? Ingat, cincin udah melingkar di jari manis kalian!" balas Tasya.

"Kamu lupa aku tunangan sama Stella itu demi menyelamatkan nyawa kamu. Perasaan aku masih sama buat kamu. Gak ada yang berubah dari kita dan kita masih pacaran!" ujar Farel.

Tasya terkekeh miris."Aku tahu! Tapi kamu gak boleh egois, Rel. Mau terpaksa atau nggak saat ini tunangan kamu itu Stella. Dan kamu gak boleh nyakitin dia."

"Aku sama Stella sama-sama terpaksa. Dan kami sepakat untuk menjalankan ini dengan pura-pura. Stella juga gak keberatan kalau aku masih punya hubungan sama kamu."

"Dan kamu mau aku jadi orang ketiga di hubungan kalian? Aku gak mau, Rel!"

Tasya hendak pergi namun Farel menghentikan langkahnya.

"Kamu bukan orang ketiga. Sampai kapanpun kamu tetap satu-satunya di hati aku."

"Dan untuk masalah cincin, aku buka demi kamu." Farel membuka cincin di jari manisnya dan memasukkan cincin itu ke dalam sakunya.

"Sekarang aku bukan tunangan siapa-siapa dan aku hanya pacar kamu."

"Rel...."

"Dan aku gak izinin kamu pergi sama Marsel. Aku gak mau kamu dekat-dekat sama dia," potong Farel.

"Oke, fine! aku gak akan pergi sama Marsel. Puas?"

Tasya melepas tangan Farel dari lengannya dan berlalu dari sana dengan perasaan kesal.

*****

Malam ini SMA PANDU mengadakan party untuk merayakan selesainya ujian kelas 12. Tasya datang sendiri malam ini karena Farel bersikeras agar Tasya tidak pergi dengan Marsel.

Untuk menolak Marsel pun Tasya butuh waktu yang lama agar pria itu setuju untuk tidak menjemputnya. Kalian tahu sendiri sekeras kepala apa Marsel.

"Tasya!"

Yola datang bersama Bian malam ini. Mereka menghampiri Tasya yang berdiri sendiri di tepi kolam berenang. Tasya menatap kakaknya yang tidak menatapnya.

Tasya memaksakan senyumnya dan membalas pelukan Yola.

"Bukannya lo datang sama Marsel? Kok sendirian?" tanya Yola.

"Iya, gue udah janjian di sini kok sama Marsel. Bentar lagi juga datang," jawab Tasya.

Yola menatap Bian dan Tasya secara bergantian. Kenapa aura di antara kakak beradik ini seperti canggung. Apa mereka sedang bertengkar?

"Aku tunggu di mobil aja, ya. Gak enak berada di kumpulan remaja kayak gini. Berasa paling tua," ujar Bian meminta izin.

"Kak Bian kan emang tua," jujur Yola.

"Nanti kalau udah selesai kamu chat aku aja. Biar aku jemput kesini lagi."

"Iya."

Setelah itu Bian pergi dari sana tanpa bertukar sapa dengan Tasya. Sebenarnya ada apa di antara mereka.

"Lo berantem sama kak Bian?" tanya Yola.

"Nggak kok."

"Tapi kenapa kalian kayak lagi ada problem gitu. Gak biasanya diem-dieman gini."

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now