[53]TRAVMA

30.3K 2.3K 18
                                    

Keadaan Tasya sudah membaik, dan sikap Bian juga kembali hangat. Bian berusaha untuk menerima keadaan Tasya yang sekarang meskipun hatinya masih ada rasa sakit. Mau bagaimana pun Tasya tetap adiknya.

"Tadi abang ke supermarket gak sengaja abang liat susu ibu hamil. Jadi abang beli deh buat kamu."

Bian menyodorkan satu kotak susu ibu hamil rasa coklat ke Tasya. Dengan senang hati Tasya menerimanya.

"Makasih abang!" Tasya memeluk kakaknya itu sebagai tanda terimakasih.

"Siapa yang hamil?"

Deg

Keduanya sama-sama terdiam sangat mendengar suara halus Mamanya. Mereka sama-sama menoleh ke arah pintu.  Tyas menggeret kopernya mendekati kedua anaknya.

Tasya langsung menyembunyikan susu ibu hamil itu ke balik punggungnya. Tasya dan Bian sama-sama terkejut dengan kedatangan Ibu mereka yang tiba-tiba. Bukannya masih besok Ibunya ini pulang.

"M-mama kok pulang hari ini?" tanya Bian gugup.

"Kenapa? Kamu gak suka Mama pulang?"

"Bukannya gitu, t-tapi---"

"Tapi apa? Apa yang kalian sembunyikan dari Mama?" Tyas menatap Bian dan Tasya secara bergantian.

"Nggak ada," jawab Tasya.

Tyas menatap Tasya curiga, wanita paruh paya itu merebut barang yang Tasya sembunyikan di balik punggungnya.

"Susu Ibu hamil? Kamu hamil?" tanya Tyas to the point.

"N-nggak! I-itu titipan tetangga tadi," jawab Bian. Bian merebut susu Ibu hamil itu dari tangan Mamanya.

Tyas semakin curiga melihat tingkah kedua anaknya. Kenapa mereka terlihat sangat panik. Pasti ada yang mereka sembunyikan darinya.

"Mama mau periksa kamar kamu."

Tyas melangkahkan kakinya menuju kamar Tasya. Mata Tasya terbelalak, bagaimana jika Tyas menemukan testpack miliknya.

Tasya dan Bian menyusul Mama mereka ke kamar Tasya. Tyas memeriksa semua sudut di kamar Tasya. Dari mulai bawah bantal, nakas dan juga laci-laci.

"Mama mau cari apa sih?" Tasya mengikuti Ibunya itu dari belakang.

"Kamu pasti sembunyikan sesuatu dari Mama."

"Sembunyikan apa Ma? Nggak ada kok," ujar Tasya.

"Kalau gak ada kenapa kamu panik?" Tyas tidak berhenti menggeledah kamar putrinya itu.

"Ma, udah dong. Mama cari apa di kamar Tasya? Mama gak percaya sama kita?" bela Bian juga mengikuti langkah Ibunya.

Tyas mengabaikan ucapan Bian, tujuannya saat ini adalah meja belajar Tasya. Wanita paruh baya itu membongkar laci meja belajar Tasya hingga ada satu buku yang jatuh.

Tyas mengambil buku itu lalu jatuh sesuatu dari dalamnya. Tyas mengernyit, testpack siapa itu? Tyas mengambil benda kecil itu dan melihat hasilnya. Dan hasilnya positif.

"Milik siapa ini?"

Tasya dan Bian sama-sama diam tidak menjawab. Mereka bungkam membuat Tyas semakin yakin jika benda kecil itu milik anak perempuannya. Tapi Tyas ingin mendengar sendiri pengakuan itu dari mulut putrinya.

"INI PUNYA SIAPA?!" bentak Tyas membuat kedua anaknya terpelonjat kaget.

"T-tasya, Ma," cicit Tasya takut. Sebenarnya Tasya takut untuk mengakuinya tapi melihat Tyas yang sudah curiga membuatnya terpaksa mengakui.

Benarkan dugaannya. Tyas langsung menampar Tasya hingga tersungkur ke lantai.

Plak!

"Dasar anak gak tau di untung!!

Tyas menarik rambut Tasya hingga mendongak ke atas.

"Mama jangan!" Bian berusaha menarik tangan Mamanya dari rambut Tasya. Namun Tyas mendorong tubuh Bian ke belakang.

"Hari ini kamu jangan ikut campur Bian. Anak ini perlu di kasik pelajaran!"

"Apa yang kamu dapat dari sekolah, hah! Nge-lonte sampai hamil anak haram!" maki Tyas di depan wajah Tasya.

"N-nggak, Ma, maaf...." Lirih Tasya menahan sakit.

"Maaf, maaf! Kamu itu emang anak yang gak berguna. Nyesel Mama udah lahirin kamu!"

Tasya menarik paksa tangan Tyas dari rambutnya. Tidak peduli dengan rasa sakit kulit kepalanya karena rontok akibat jambakan dari Mamanya.

Tasya berdiri lalu membalas tatapan Ibunya itu. Entah kenapa semenjak hamil emosi Tasya tidak stabil. Tasya gampang marah dan juga stres.

"Tasya gak pernah minta untuk Mama lahirin Tasya! Tasya capek Ma, di perlakukan seperti ini terus sama Mama. Kalau Mama nyesel Mama bunuh Tasya aja!"

Tasya mengambil gunting di meja belajarnya lalu menyerahkannya ke Tyas.

"Bunuh Tasya sekarang juga!" tantang Tasya. Tasya lelah terus-terusan menerima perlakuan kasar dari Ibunya.

"Bunuh Ma!"

"Arghh!"

Plak!

Tyas membuang gunting itu ke lantai dan menampar pipi Tasya.

"Mama!" Bian menarik Tyas dari hadapan Tasya.

"Mama jangan kasar, Tasya lagi hamil!" peringat Bian.

"Gugurin anak itu kalau kamu masih mau tinggal di sini!" perintah Tyas.

"Nggak! Tasya gak mau gugurin anak ini!" tolak Tasya. Apa Ibunya ini sudah kehilangan akal. Bisa-bisanya menyuruh Tasya menggugurkan kandungannya.

"Mama apa-apaan sih! Kenapa Mama malah suruh Tasya gugurin anaknya!" Bian juga tidak setuju jika kandungan Tasya di gugurkan. Anak itu tidak salah tapi kenapa mau di bunuh.

"Karena Mama gak mau simpan aib di rumah ini!" ujar Tyas menatap Bian. Kini tatapannya beralih kembali ke Tasya.

"Kalau kamu gak mau gugurin anak itu, kamu keluar dari rumah saya. Saya tidak mau rumah saya kotor karena anak gak tahu diri seperti kamu!"

"Mama bilang Tasya aib? Oke. Tasya akan pergi dari rumah ini. Tasya juga udah capek tinggal di rumah yang penuh dengan luka. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk pulang malah jadi neraka yang begitu kejam!"

Tasya mengemasi semua bajunya ke dalam koper. Bian mencoba untuk menghentikan Tasya namun Tyas menahannya.

"Tasya abang gak izinin kamu keluar dari rumah ini!" Tyas menahan tangan Bian agar tidak menghentikan kepergian Tasya.

"Biarin anak itu pergi Bian!" ucap Tyas menahan Bian.

Setelah selesai, Tasya menarik kopernya keluar. Sebelum keluar Tasya masih menyempatkan diri untuk menatap Mama dan juga Abangnya. Mungkin ini satu-satunya jalan agar Tasya tidak mempermalukan nama keluarganya.

"Tasya jangan pergi!" mohon Bian.

Tanpa memperdulikan ucapan Bian, Tasya melangkahkan kakinya keluar. Ini adalah keputusan terbaik untuknya dan juga calon anaknya.

"Kenapa Mama usir Tasya! Tasya itu lagi hamil, Ma. Mama emang gak punya hati nurani!" Bian mengacak rambutnya frustasi saat Tasya pergi dari rumah. Akan tinggal dimana anak itu.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now