[26]TRAVMA

40.7K 3K 174
                                    

Holaa selamat malam semuanya...

Sebelum baca jangan lupa untuk tinggalkan vote dan komen kalian.

Jangan lupa share dan rekomendasikan cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Thanks and happy reading🖤

*****

Kamila menatap Farel yang kini mulai membaik. Berkat Tasya, Farel kembali tersenyum dan mau meminum obatnya.

Kamila beranjak dari duduknya menghampiri Tasya yang kini menyuapi Farel makan. Kamila membelai lembut surai rambut Tasya.

"Mama senang deh lihat kalian udah baikan lagi," ujar Kamila.

Farel tersenyum senang."Makasih ya, Ma udah bawa Tasya kesini."

"Ucapin makasih juga buat Stella. Dia lho yang udah bujuk Tasya untuk datang kesini."

"Ouh, iya, Stella kemana?"

"Stella udah balik tadi di jemput sama supirnya," jawab Kamila.

"Stella baik-baik aja kan, Ma?" tanya Farel.

"Iya dia baik-baik aja sayang. Kamu gak usah khawatir ya," ujar Kamila lembut.

"Kamu fokus aja untuk sembuh kan udah ada Tasya yang jagain."

"Pasti dong."

Farel menggenggam tangan Tasya membuat sang Mama terkekeh. Sekarang putra sematawayangnya mulai dewasa dan sudah memiliki kekasih. Kamila hanya berharap semoga putranya bahagia dengan gadis pilihannya.

"Tante titip Farel ke kamu ya, Tasya. Soalnya tante harus balik lagi ke kantor."

"I-iya tante."

"Mama balik ke kantor dulu kamu baik-baik di sini sama Tasya," pesan Kamila.

"Iya, Ma," ujar Farel.

*****

"Gimana sekolah kamu hari ini?" tanya Farel.

Hari ini Farel meminta Tasya untuk ke rumah sakit menemuinya. Tasya menepati janji dan datang ke rumah sakit.

"Lancar," jawab Tasya seadanya.

"Eum... k-kita masih pacaran kan?" tanya Farel memastikan jika hubungannya dengan Tasya masih bisa di perbaiki.

"Gak tau."

Farel mendesah kecewa."Kenapa gak tau? Kamu udah gak sayang lagi ya sama aku?" tanya Farel lirih.

"Bukan gitu, Rel. Cuma aku bingung. Aku bingung posisi aku di hidup kamu itu seperti apa," jawab Tasya mengutarakan keraguannya.

"Mau bilang pacar tapi sikap kamu ke aku kayak bukan siapa-siapa. Mau bilang bukan siapa-siapa tapi kita punya hubungan. Terus aku harus menyikapi sikap kamu ke aku itu gimana?"

Farel bungkam mendengar pernyataan sekaligus pertanyaan dari Tasya. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dan ia juga tidak harus menjawab apa. Seolah-olah pertanyaan itu memutar isi kepalanya.

"Kamu aja gak bisa jawab, Rel gimana aku mau kasik kamu kesempatan kedua?"

"A-aku gak bisa jawab pertanyaan kamu, tapi... aku juga punya alasan yang gak bisa aku jelasin ke kamu. Suatu saat kamu akan tahu alasan di balik sifat aku yang sekarang. Sabar ya," ujar Farel.

Tasya mengerutkan keningnya tidak mengerti. Ucapan Farel terlalu ambigu untuknya. Tatapan Farel juga menyimpan banyak tanda tanya.

"Yang perlu kamu tahu dan percaya itu aku cinta sama kamu. Nggak ada gadis lain yang bisa gantiin kamu di dalam hati aku."

Farel tersenyum mengelus pipi kanan Tasya. Hal itu berhasil membuat hati Tasya kembali menghangat.

"Gimana aku bisa percaya sama kamu jika kamu berjanji tidak pernah kamu tepati."

Tasya menatap Farel dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Aku nggak akan lagi janji tapi akan aku buktikan kalau aku pantas mendapatkan kesempatan kedua," ujar Farel yakin.

"Kasik aku bukti nyata jika keberadaan ku saat ini, kamu anggap penting agar aku bisa meyakinkan hati aku bahwa keputusanku untuk bertahan bukanlah hal yang salah," ujar Tasya.

"Iya."

Ceklek

Tasya dan Farel sama-sama menoleh kearah pintu yang terbuka. Di depan sana sudah ada Stella yang sedang berdiri.

"G-gue ganggu ya?" tanya Stella tidak enak.

"Stella. Nggak kok masuk aja sini," ujar Farel mempersilahkan Stella untuk masuk.

Stella masuk perlahan, ia menatap mangkok yang sudah bersih di nakas. Itu tandanya Farel sudah makan di suapi oleh Tasya. Stella menyembunyikan rantang yang ia bawa di balik punggungnya.

"Itu apa di tangan lo?" tanya Farel saat melihat Stella menyembunyikan sesuatu. Sepertinya itu rantang makanan.

"Lo bawain gue makanan?"

"I-iya tapi kayaknya lo udah makan jadi gapapa gue bawa pulang lagi aja," ujar Stella.

"Itu lo sendiri yang masak?" tanya Farel lagi. Stella menganggukkan kepalanya.

"Yaudah sini gue makan. Lagian gue masih lapar kok," ujar Farel.

"T-tapi, Rel...."

"Udah sini."

Farel merebut rantang dari tangan Stella lalu membuka tutup rantang nya. Farel menghirup aroma sedap dari makanan yang di bawakan Stella. Sebenarnya Farel masih kenyang tapi ia tidak mau membuat Stella sedih.

"Aw!"

Farel mengaduh kesakitan ketika tangan kanannya yang di infus tertekuk.

"Sini aku bantuin."

"Biar gue suapin!"

Farel menatap Tasya dan Stella secara bergantian. Mereka berdoa kompak untuk membantunya namun Farel bingung mau menerima bantuan dari siapa.

Farel melirik kearah Stella sekilas lalu tersenyum menatap Tasya.

"Biar Stella aja ya yang suapin aku pasti kamu capek baru pulang sekolah. Kamu istirahat aja di sana."

Tasya berusaha untuk memaksakan senyumnya lalu mengangguk. Tasya beranjak dari kursi dekat Farel dan pindah ke sofa membiarkan Stella menyuapi Farel.

"Ini lo masak sendiri atau di bantuin sama Bibi?" tanya Farel membuka obrolan baru.

"Di bantuin Bibi, lah kalau gue masak sendiri bisa tepar," jawab Stella terkekeh.

"Kenapa lo harus susah-susah masak kan lo bisa order di lestoran. Gue gak mau lo kecapekan. Masak gue sembuh lo sakit sih!"

"Gue cuma mau sahabat gue makan, makanan sehat dari rumah. Biar lo cepat sembuh dan balik lagi ke sekolah. Gue kesepian gak ada lo," ujat Stella sedih.

Farel terkekeh lalu mengacak pelan pucuk kepala Stella di depan mata Tasya. Namun Tasya berusaha untuk memaklumi sikap Farel kepada Stella. Mungkin Farel tidak enak menolak makanan dari Stella karena Stella sudah susah-susah masak untuknya.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now