[60]TRAVMA

37K 2.5K 40
                                    

Gladi kotor sudah selesai dan semua siswa kelas 12 sudah di perbolehkan untuk pulang. Tasya lega karena tadi ia bisa melerai keributan yang akan terjadi di taman belakang. Untung aja Marsel orangnya gak emosian seperti Farel.

Brakk

"Ya ampun Stella!"

Tasya menghampiri Stella yang jatuh tersungkur. Gadis itu punya niat baik ingin menolong Stella. Namun Stella malah mendorong dan menolak bantuannya.

"Lo gak usah sok baik sama gue!" bentak Stella memegang lututnya yang sakit.

Tasya mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Stella!"

Tak lama Farel datang menghampiri mereka dan Stella merubah mimik wajahnya. Ada apa dengan gadis itu.

"Lo nggak apa-apa?" Farel membantu Stella untuk berdiri.

"Nggak apa-apa. Makasih ya, Sya lo udah mau tolongin gue tadi. Tapi sekarang udah ada Farel. Gue sama Farel aja," ujar Stella.

Tasya semakin tidak mengerti. Tadi Stella membentak saat Tasya ingin menolongnya namun saat ada Farel dia bicara dengan baik sama Tasya.

"Rel, kita pulang ya, aku capek pengen istirahat," ujar Stella.

"Iya kita pulang."

"Tapi kaki aku sakit."

Seakan paham Farel berjongkok di depan Stella dan membiarkan gadis itu naik di atas punggungnya. Tasya terpaku melihat keduanya mulai menjauh dari hadapan Tasya.

"Melepaskan dia bukan lagi suatu pilihan. Tapi sudah sebuah keharusan, Sya."

Sentuhan tangan Marsel di pundak Tasya menyadarkan lamunan gadis itu. Tasya masih diam menatap punggung yang perlahan menghilang dari pandangannya.

"Lebih baik berhenti menunggu seseorang yang gak teguh dengan pendiriannya. Sebenarnya kamu sadar mustahil buat Farel lepas dari Stella," ujar Marsel.

Tasya mengangguk setuju dengan ucapan Marsel. Tasya sadar dan Tasya tahu jika Farel tidak akan pernah lepas dengan Stella. Farel akan terus ada di bawah tekanan Papanya selama pria itu tidak mau melawan.

"Terlalu semangat mencintai hingga akhirnya kecewa lagi."

*****

Marsel tengah menemani Tasya dan juga Seana bermain di taman belakang. Mereka begitu bahagia bermain lari-larian.

"Kakak cantik kejar Seana!"

Seana berlari mengitari meja kayu yang berada taman itu. Dan Tasya mengejarnya dari belakang.

"Sea berhenti berlari!" teriak Tasya.

Tasya berhenti berlari, ia berpegangan pada meja kayu saat merasa perutnya sakit.

"Akh!"

Tasya mencengkram perutnya. Gadis itu merasakan sakit yang begitu teramat di perutnya. Marsel shock, pria itu langsung berdiri melihat darah mengalir dari paha Tasya.

"Kakak cantik!"

Seana menghampiri Tasya yang kesakitan. Gadis itu memegang lengan Tasya.

"Sya, kaki kamu ada darah!"

Tasya melihat kearah bawah yang terdapat darah. Tasya trauma dengan darah dan gadis itu sangat takut. Marsel menangkap tubuh Tasya yang hampir saja limbung ke tanah.

"Sea kamu di rumah. Kak Dewa mau bawa kakak cantik ke rumah sakit!" anak itu mengangguk. Ia takut kakak cantiknya kenapa-napa.

*****

Tasya mengerjap-ngerjapkan matanya ketika cahaya lampu mengganggu pemandangan matanya. Gadis itu menoleh ke samping menatap pria yang menggenggam erat tangannya.

"Kamu udah sadar?" gadis itu mengangguk pelan.

Marsel bernafas lega melihat Tasya sudah siuman. Sejak tadi Marsel tidak tenang karena Tasya tiba-tiba pingsan melihat darah.

"Aku panggil dokter dulu." Marsel hendak melepas genggamannya di tangan Tasya namun gadis itu menggeleng lemah.

"Jangan lepas."

"Iya." Cowok itu tidak banyak protes. Ia tetap menggenggam tangan Tasya.

Tidak lama seorang dokter perempuan datang. Dokter itu tersenyum hangat.

Marsel berdiri ketika melihat dokter masuk. Tapi pria itu tidak melepas genggamannya dari tangan Tasya.

"Gimana keadaan Tasya dok?" tanya Marsel.

"Nggak apa-apa ini hanya pendarahan biasa. Mungkin Mbaknya kecapekan. Tapi nggak apa-apa janinnya sehat kok," ujar dokter itu.

Kening Marsel berkerut. Janin? Pria itu menatap Tasya yang matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"M-maksud dokter?" tanya Marsel masih tidak mengerti.

"Biasanya di kehamilan muda gini ibu gak boleh capek-capek. Jangan terlalu stres dan banyak pikiran karena itu akan berpengaruh pada si bayi," jelas sang dokter.

"H-hamil?"

Dokter itu mengangguk."Ya, usia kandungannya sudah menginjak lima minggu."

Seketika rasanya Marsel lemas mendengar kebenaran itu dari dokter. Pria itu melepas genggamannya di tangan Tasya.

*****

Karena Tasya tidak apa-apa dokter sudah memperbolehkannya untuk pulang. Sejak pulang dari rumah sakit Marsel sama sekali tidak berbicara padanya. Lagi-lagi Tasya mengecewakan orang terdekatnya.

"Sel," panggil Tasya lirih. Gadis itu menatap Marsel yang sedari tadi hanya fokus menyetir.

"Aku tau kamu pasti kaget dan kamu juga pasti kecewa. Tapi aku mohon sama kamu jangan pecat aku jadi pengasuh Seana. Aku masih butuh pekerjaan dan tempat tinggal," mohon Tasya.

"Kenapa?" satu kata yang keluar dari mulut Marsel setelah dari tadi diam.

Tasya mengerutkan keningnya tidak mengerti."K-kenapa apanya?"

"Kenapa bisa kamu hamil!"

Tasya terpelonjat kaget mendengar bentakan Marsel. Pria itu memukul stir mobilnya dengan keras.

"Kenapa perempuan yang aku cinta harus hamil!!" Teriak pria itu frustasi.

Air mata Tasya meluruh. Gadis itu menunduk takut.

Marsel menepikan mobilnya mendengar isakan kecil di sampingnya. Marsel baru sadar jika ia tadi terbawa emosi. Pria itu langsung menarik Tasya ke dalam pelukannya.

"Maaf. Aku gak bermaksud bentak kamu tadi." Marsel mengelus pelan punggung bergetar Tasya.

"Maaf Sya aku mohon jangan nangis lagi. Aku gak bisa liat kamu nangis gini," mohon Marsel. Jujur Marsel menyesal karena tidak bisa mengontrol emosinya.

Marsel menarik dagu gadis itu agar menatapnya. Tangan Marsel terulur menghapus jejak air mata di pipi Tasya.

"Jadi ini alasan kenapa kamu gak mau mengakhiri hubungan kamu dengan Farel?" tanya Marsel. Kini suaranya sudah rendah. Gadis itu hanya mengangguk. Bibirnya masih terlalu keluh untuk mengeluarkan suara.

TRAVMA (Segera Terbit)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें