[13]TRAVMA

39.2K 3.3K 31
                                    

Double update! Jangan lupa vote dan komennya!!

Happy Reading!

*****

Tasya mengurung dirinya dalam kamar yang di kelilingi dengan kegelapan. Tasya terisak di sudut ruangan dengan penerangan sinar bulan yang masuk dari jendela balkon.

"Kenapa Tasya harus di lahirkan jika Mama harus kehilangan Papa," lirih Tasya dalam isakannya.

"Pa... Tasya ingin merasakan hangatnya pelukan Papa. Untuk sekali saja tolong peluk Tasya Pa."

Tasya merangkul badannya sendiri dengan kesedihan yang sangat teramat menyakitinya. Tidak ada yang lebih sakit ketika ia mengetahui kenyataan bahwa dirinya lah penyebab Papanya meninggal.

Dering telpon menyadarkan Tasya dari keterpurukannya. Ia berdiri mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur. Tasya melihat ada nama Bian di layar ponselnya, tanpa rasa ragu Tasya menggeser ikon hijau.

"Halo dek? Kamu baik-baik aja kan dirumah? Nggak tahu kenapa perasaan Abang jadi gak enak malam ini. Bang Bian terus kepikiran sama kamu," ujar Bian dari telpon.

Tasya tidak menjawab ucapan Bian karena ia menahan isakannya.

"Dek? Kamu gapapa kan?" tanya Bian saat tidak ada respon dari Tasya.

"Tasya jawab Abang."

"Hiks... k-kata orang c-cinta pertama anak perempuan i-itu adalah A-ayahnya. T-tapi... bagaimana dengan anak perempuan yang melihat wajah Ayahnya saja tidak pernah." Isak Tasya.

"Dek kamu nangis? Bilang sama Abang siapa yang nyakitin kamu!"

"Abang... k-kenapa hiks, pundak Papa terlalu jauh untuk Tasya jadikan sandaran."

"Tasya kamu kenapa? Jangan bikin Bang Bian jadi panik kayak gini. Kamu jangan kemana-kemana Abang pulang sekarang!"

*****

"Tasya!"

Setelah dua jam menempuh dua jam perjalanan dari bandung ke jakarta Bian akhirnya sampai di rumah. Bian meninggalkan acara studi tournya tanpa izin. Yang ia khawatirkan saat ini hanyalah Tasya.

Saat Bian masuk ke dalam kamar Tasya ,ia di kejutkan dengan keadaan kamar Tasya yang gelap. Bian menghidupkan lampu kamar dan ia melihat Tasya meringkuk di sudut ruangan.

Bian langsung mendekati Tasya dan memeluknya."Apa yang udah terjadi sama kamu? Siapa yang nyakitin kamu sampai seperti ini?" tanya Bian cemas ketika melihat keadaan adiknya tidak baik-baik saja.

Tasya sama sekali tidak mengeluarkan air mata, Bian hanya melihat mata Tasya bengkak dan bawah matanya yang menghitam. Bian yakin Tasya sudah berjam-jam menangis sendiri di kamar.

"Abang mohon bilang sama Abang siapa yang nyakitin kamu?" ulang Bian karena Tasya hanya diam saja dengan tatapan kosong.

Tasya menatap Bian dengan tatapan yang susah di artikan."Kenapa Abang gak jujur sama Tasya?" ucap Tasya setelah dari tadi diam.

"Jujur apa? Abang merasa gak ada yang abang sembunyikan dari kamu."

"Kenapa Abang gak pernah bilang sama Tasya kalau Papa meninggal gara-gara kelahiran Tasya!"

Deg!

Bian langsung diam mematung."Siapa yang bilang sama kamu?"

"Mama. Mama yang bilang," ucap Tasya kembali memendung air matanya. Sesak di dadanya kembali terasa ketika melihat wajah Bian.

Selama ini Bian selalu menyayanginya dengan sepenuh hati bahkan Bian memperlakukan dirinya sebagai seorang ratu. Namun apa yang Tasya lakukan, ia membuat Bian kehilangan kasih sayang Papa nya sejak usianya masih 5 tahun.

"Maafin Tasya karena Tasya Bang Bian kehilangan Papa," ujar Tasya.

Bian menggelengkan kepalanya lemah. Bian sama sekali tidak menyalahkan Tasya atas kepergian Papanya. Semua itu adalah kecelakaan dan tidak ada sangkut pautnya dengan kelahiran adiknya.

"Ini bukan salah kamu Dek, ini semua sudah takdir. Tuhan lebih sayang sama Papa makanya Tuhan ambil Papa dulu dan Tuhan menggantikan kepergian Papa dengan kelahiran kamu," ujar Bian sangat dewasa.

"Tapi... gara-gara mendengar kelahiran Tasya Papa jadi kecelakaan dan Abang harus kehilangan kasih sayang Papa sejak kecil. Harusnya Bang Bian membenci Tasya bukan malah mencurahkan semua kasih sayang Abang ke Tasya."

"Karena itu sudah kewajiban seorang anak pertama laki-laki yang harus menyayangi adik perempuannya sepenuh hati. Dulu waktu kamu di dalam kandungan Papa pernah bilang gini 'Suatu saat kalau Papa udah gak ada yang harus menjaga Mama dan calon adik kamu itu adalah kamu. Karena kamu adalah cosplay dari Papa'. Jadi tidak ada alasan untuk Abang benci sama kamu," Bian membelai rambut belakang Tasya penuh kasih sayang.

"Dan kalau kamu rindu ingin lihat wajah Papa, kamu tinggal lihat wajah Abang. Kalau kamu ingin menyandar di bahu Papa kamu tinggal menyandar di bahu Abang. Karena Papa dan Abang adalah laki-laki yang sama dengan raga yang berbeda."

"Makasih Abang. Tasya beruntung punya kakak yang baik banget kayak Bang Bian," ucap Tasya tulus. Bian selalu saja berhasil menenangkan hati Tasya yang gelisah. Tuhan sangat baik telah melahirkan Abian Fahmi sebagai kakaknya.

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now