#4

784 51 1
                                    

Saat ini, Franc dan Dervla sedang menikmati suasana malam, di halaman belakang rumah, kakek dan neneknya Franc.

"Aku sampai lupa, kapan terakhir, aku menikmati suasana malam, seperti ini" ujar Dervla, yang tiduran di sebelahnya Franc, sambil menatap langit malam, yang gelap. Karena seharian ini, kota itu terus diguyur oleh hujan, sehingga membuat cahaya bulan, tertutup oleh awan hitam.

Franc pun menyunggingkan senyuman, dan menoleh ke arah gadis, yang sangat dicintainya itu, lalu ia berkata, "Sama seperti dirimu, aku juga sudah lama sekali, tidak menikmati suasana malam, seperti ini. Padahal, ini adalah salah satu hal, yang paling ku suka. Namun, setelah menjadi seorang vampir, aku tak pernah melakukannya lagi, karena aku terlalu sibuk, melakukan hal yang lain, salah satunya adalah, mencari mangsa".

"Aku malah lupa, untuk melakukan hal seperti ini, setelah menjadi vampir. Padahal, dulu sewaktu masih menjadi manusia, hampir setiap malam, aku menikmati suasana malam, dari jendela kamarku, dan terkadang, aku menikmatinya di pemakaman nenekku" ucap Dervla, tanpa menoleh ke arah Franc, sedikitpun.

Sebuah senyuman pun, kembali terukir di wajahnya Franc, lalu ia mengusap kepalanya Dervla, tanpa mengatakan apa-apa.

"Oh ya, ada sesuatu, yang ingin kutanyakan padamu" ujar Dervla, yang masih sibuk, menatap langit malam yang gelap.

"Apa?" tanya Franc, dengan satu alisnya yang terangkat.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, mengapa waktu itu, kau mengajakku untuk meninggalkan kastilmu?" tanya Dervla, yang kini berbalik tanya, pada Franc.

Dengan kasar, Franc menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya, "Ternyata, kau masih mengingatnya" katanya, sehingga membuat Dervla, langsung menoleh ke arahnya, "Sebenarnya, aku mengajakmu untuk meninggalkan kastil itu, bukan karena aku tahu, jika di sana, masih ada para pemburu vampir, melainkan karena, aku ingin memulai hidup yang baru, bersama denganmu. Sebab, jika kita tetap berada di sana, maka Rebecca akan semakin membencimu, apalagi jika ia mengetahui, kalau kita sudah menjadi sepasang kekasih" sambungnya.

Mendengar apa yang baru saja Franc ceritakan, membuat Dervla begitu terkejut, dan membulatkan kedua matanya, "Jadi, kau rela meninggalkan kastilmu, hanya demi memulai hidup baru, bersama denganku?" tanyanya kembali.

"Benar, itu lah alasanku yang sebenarnya, mengapa aku mengajakmu untuk pergi, meninggalkan kastil itu" jawab Franc, sambil menoleh ke arah Dervla.

"Aku tak menyangka Franc, kau sampai melakukan hal itu" ujar Dervla, sambil menatap langit malam.

Namun Franc hanya tersenyum saja, dan mengusap kepalanya Dervla.

"Oh ya, ada yang kutanyakan lagi padamu" ujar Dervla, sambil menoleh ke arah Franc.

"Kau ingin menanyakan apa lagi, sayang?" tanya Franc, dengan satu alisnya, yang terangkat.

"Apakah pasangan vampir, harus menikah juga? Seperti, yang dilakukan oleh pasangan manusia?" tanya Dervla, sambil menatap Franc, dari samping.

Namun dahinya Franc malah mengerut, setelah mendengar pertanyaannya Dervla, lalu ia berkata, "Memangnya kenapa? Kau ingin, kita menikah?".

Segera Dervla menggelengkan kepalanya, dan memalingkan pandangannya dari Franc, "Tidak, bukan itu maksudku. Tapi aku hanya bertanya saja, dan ingin mengetahui hal tersebut" katanya.

Franc pun mengganggukkan kepalanya, dan beralih menatap langit, "Sebenarnya, pasangan vampir tidak harus menikah, seperti pasangan manusia. Bahkan, banyak pasangan vampir yang tidak menikah, tapi sudah memiliki anak" tuturnya.

"Oh ya?" tanya Dervla, yang terlihat sedikit terkejut.

"Iya" jawab Franc, sambil mengganggukkam kepalanya, dan menoleh ke arah Dervla, "Kau ingin kita menikah?" tanyanya, sambil menatap Dervla dengan dalam.

Tapi Dervla malah langsung memalingkan pandangannya dari Franc, dan mengulum bibirnya, tanpa mengatakan apa-apa.

Melihat raut wajahnya Dervla, membuat Franc menyunggingkan senyuman, dan mengusap kepala, gadis yang dicintainya itu, "Jika kau ingin kita menikah, maka aku akan menyiapkan segela sesuatunya. Karena selama ini, aku belum pernah menikah" ucapnya.

Segera Dervla menoleh ke arah Franc, dan menatapnya dengan dalam, lalu ia berkata, "Tidak Franc, aku tidak ingin kita menikah. Maksudku, hal itu tidak terlalu penting, meskipun aku juga belum pernah, merasakan hal tersebut. Yang terpenting adalah, kita tetap bersama, dan melewati segala rintangan bersama-sama. Seperti yang kau tahu Franc, aku tidak mengenal vampir lain, selain dirimu. Dan sudah pasti, aku tidak bisa hidup tanpamu. Anggap saja, aku adalah slave, dan kau adalah masternya. Seorang slave, tidak bisa hidup, tanpa masternya".

Sebuah senyuman pun, kembali terukir di wajahnya Franc, setelah ia mendengar, apa yang baru saja Dervla katakan. Lalu ia menarik Dervla ke dalam pelukannya, dan mengusap-usap punggungnya, "Aku memang tak salah memilih, teman hidup. Karena aku menemukan, teman hidup yang tepat, yaitu dirimu. Untung saja, aku tak pernah menerima cintanya Rebecca, karena aku tahu, ia adalah seorang wanita yang tak baik, untukku. Dan lagipula, aku tak pernah sepemikiran dengannya. Ia terlalu keras kepala, ceroboh, dan selalu memaksakan kehendaknya, maka dari itu, ia mati terbunuh, oleh pemburu bangsa kita, dan itu, karena ulahnya sendiri. Dan kau tahu? Aku merasa sangat beruntung, karena telah menemukan dirimu, Dervla" tuturnya.

Tapi Dervla hanya diam saja, sambil menyunggingkan senyuman. Namun tiba-tiba, ia teringat dengan sesuatu, dan ingin menanyakannya pada Franc. Segera ia mendongak, dan menatap pria yang dicintainya itu, "Ada satu hal lagi, yang ingin kutanyakan padamu" katanya.

"Apa?" tanya Franc, sambil menatap Dervla, dengan satu alisnya, yang terangkat.














To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now