#6

668 47 0
                                    

Kini, Dervla dan Franc, sedang berada di dalam kamar, dari sebuah rumah, yang akan menjadi mangsa mereka malam ini.

"Kau yakin, akan memakai cara itu?" bisik Dervla, sambil menatap ke arah seorang gadis, yang sedang tertidur, tak jauh di depannya.

"Tentu saja aku yakin, sayang. Karena aku sudah mencobanya, dan rasanya cukup menyenangkan" jawab Franc, sambil menatap ke arah gadis itu juga, dengan disertai senyuman, yang mengerikan.

"Tapi aku tidak tega" ujar Dervla, tanpa melepaskan pandangannya, dari gadis itu.

Franc pun langsung menoleh ke arah Dervla, dan menatapnya dari samping, "Kau tidak perlu merasa tidak tega, sayang. Bukankah, kita sudah berjanji, untuk menjadi sepasang Tueur de Vampire, hehm?" tanyanya, dengan satu alisnya, yang terangkat.

Segera Dervla menoleh ke arah Franc, dan menatapnya, tanpa mengatakan apa-apa. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, ia benar-benar merasa tidak tega, jika harus melakukan pembunuhan, terhadap mangsanya, meskipun akhir-akhir ini, ia juga selalu membunuh korbannya, dengan cara menghisap darahnya, sampai habis. Namun entah mengapa, ia merasa tidak tega, jika harus membunuh korbannya, dengan cara, yang diceritakan oleh Franc. Karena ia merasa, hal tersebut begitu kejam, seperti seorang Pembunuh.

Karena melihat raut wajahnya Dervla, Franc pun menyunggingkan senyuman, dan berkata, "Jangan khawatir, sayang. Aku akan melakukannya secepat mungkin, agar gadis itu, tidak merasa sakit terlalu lama".

Dengan berat, Dervla menghela nafasnya, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, aku akan memperhatikannya saja" katanya, sambil menyunggingkan senyuman, yang tipis.

Sebuah senyuman pun, langsung terukir di wajahnya Franc, lalu ia mengecup bibirnya Dervla sesaat, dan tak mengatakan apa-apa lagi. Dan kemudian, ia berjalan menghampiri gadis itu, dengan perlahan-lahan, agar langkahnya tidak menimbulkan bunyi, yang dapat mengusik tidur si gadis.

Setelah sampai di dekat ranjang, ia pun segera menghentikan langkahnya, dan menatap gadis itu, dengan seringaian, yang terukir di wajahnya. Kemudian, ia merogoh saku jaketnya, dan mengambil sesuatu, yang merupakan sebuah pisau dapur, yang sengaja ia bawa dari rumah. Dan tanpa berlama-lama lagi, Franc pun langsung menusukkan pisau tersebut, pada perut si gadis, sehingga membuat gadis itu, sontak terbangun dari tidurnya. Dan betapa terkejutnya si gadis, saat melihat Franc, yang sedang berdiri di dekatnya, sambil menatapnya, dengan senyum yang mengerikan.

"S-Siapa kau?" tanya gadis itu, dengan sedikit terbata-bata.

"Itu tidak penting" jawab Franc, sambil mencabut pisau, yang ia tancapkan, pada perut gadis itu. Dan tanpa berkata apa-apa lagi, ia pun kembali menusuk perut si gadis, dan mencabut pisaunya lagi. Lalu ia terus mengulangi hal tersebut, dan semakin lama, semakin cepat, dan membabi buta.

Sedangkan Dervla, ia menutup matanya rapat-rapat, serta menutup kedua telinganya, karena ia begitu tak sanggup, untuk melihat atau pun mendengarnya.

Setelah merasa puas, Franc pun menghentikan aktifitasnya, dan mengatur nafasnya, yang terengah-engah. Lalu ia menatap gadis itu, yang sudah mendekati ajalnya.

"Sekarang, saatnya mengucapkan selamat tinggal" ucap Franc, sambil menyunggingkan seringaian. Dan kemudian, Franc langsung menikam gadis itu, tepat pada jantungnya, sehingga membuat si gadis, langsung tewas dalam seketika.

Lalu Franc mengatur nafasnya kembali, dan memperhatikan gadis itu, yang sudah tak berdaya. Dan kemudian, ia menoleh ke Dervla, dan menyunggingkan senyuman, "Sayang, kemari lah" katanya.

Perlahan, Dervla membuka kedua matanya, dan berjalan menghampiri Franc, dengan sedikit ragu. Lalu ia menghentikan langkahnya di sebelahnya Franc, dan menatap mayat gadis itu.

"Dia sudah mati?" tanya Dervla, tanpa menoleh ke arah Franc.

Franc pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan berkata, "Iya, gadis ini sudah tak bernyawa lagi. Dan sekarang, waktunya kita menikmati darahnya".

Mendengar apa yang baru saja Franc katakan, membuat Dervla langsung menoleh, ke arah pria yang dicintainya itu, "Kau seperti seorang pembunuh berdarah dingin" katanya.

Namun Franc malah terkekeh pelan, dan merangkul pinggangnya Dervla, "Bukankah selama ini, kita memang pembunuh berdarah dingin, hehm?" tanyanya, dengan satu alisnya, yang terangkat.

Dengan berat, Dervla menghela nafasnya, dan beralih menatap gadis itu, "Tapi, itu tidak begitu mengerikan, seperti yang baru saja, kau lakukan" jawabnya.

Tapi Franc malah kembali terkekeh, dan mengacak rambutnya Dervla dengan gemas, "Tidak perlu kau pikirkan, sayang. Sekarang, kita nikmati saja darah gadis ini, karena aku sudah begitu lapar" ucapnya, yang ikut menatap gadis itu.

Dervla pun hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa mengatakan apa-apa lagi.














To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now