#78

141 14 0
                                    

Perlahan, Draven membuka kedua matanya, dan mengedarkan pandangan, ke seluruh ruangan. Dan ia mendapati dirinya, yang tengah berada, di dalam kamarnya. Ia pun segera bangkit dari posisinya, dan duduk di atas kasur.

Namun ia begitu terkejut, saat mendapati tubuhnya, yang sudah bertumbuh besar. Melihat hal tersebut, membuatnya segera bangkit dari tempat tidurnya, dan berjalan menuju sebuah cermin, yang berada di dalam kamarnya.

Lalu ia menghentikan langkahnya, dan berdiri di depan cermin. Tapi ia kembali terkejut, saat tak mendapati bayangan dirinya, pada cermin.

Melihat hal tersebut, membuatnya menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa bayanganku, tak nampak di cermin?" ucapnya, sambil memalingkan pandangannya, dari cermin.

Karena penasaran, ia pun kembali menatap cermin. Tapi lagi-lagi, ia tak melihat bayangan dirinya, pada cermin. Dan hal tersebut, membuatnya jadi semakin bingung.

"Aneh, seharusnya bayanganku, nampak di cermin" batinnya, sambil terdiam sejenak, dan menundukkan kepalanya.

Tak lama kemudian, ia kembali menatap cermin. Tapi untuk yang ketiga kalinya, ia tak melihat bayangannya, pada cermin itu. Namun dahinya langsung mengerut, saat ia melihat, bayangan benda-benda, yang berada di belakangnya, yang nampak di cermin.

Melihat hal itu, membuat Draven jadi semakin bingung, dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ini benar-benar aneh! Tiba-tiba saja, aku menjadi besar. Dan aku baru menyadari, kalau bayangan diriku, tidak nampak di cermin" gumamnya.

Dan kemudian, ia pun segera berjalan keluar dari kamarnya. Namun langkahnya langsung terhenti, saat ia melihat Dervla dan Franc, yang berada di depannya.

"Ibu? Ayah? Kebetulan sekali, karena ada yang--"

"D-Draven? Apakah ini dirimu, nak?" ujar Dervla, sehingga membuat ucapannya Draven, menjadi terpotong.

"Iya bu, ini memang aku, Draven. Anak kalian berdua" jawab Draven, sambil mengganggukkan kepalanya.

Dervla pun langsung menoleh ke arah Franc, yang berada di sebelahnya, dan menatapnya, tanpa mengatakan apa-apa.

"Bu, Yah, ada yang ingin kutanyakan pada kalian" ujar Draven, sehingga membuat Dervla dan Franc, langsung menoleh ke arahnya.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" ucap Franc.

"Kenapa, tiba-tiba saja, aku menjadi besar, seperti ini? Dan kenapa, aku tak bisa melihat bayangan diriku, di cermin?" tanya Draven, yang mulai melontarkan dua pertanyaan itu, pada kedua orang tuanya.

Deg!

Jantungnya Dervla dan Franc pun, langsung terhenti dalam seketika, setelah mendengar, apa yang baru saja, putranya katakan. Mereka pun saling menatap satu sama lain, tanpa mengatakan apa-apa.

Melihat ibu dan ayahnya, yang hanya diam saja, dan menatap satu sama lain, membuat Draven menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa kalian berdua, hanya diam saja?" tanyanya.

Dengan kasar, Franc pun menghela nafasnya, dan merangkul bahunya Draven, "Ayo kembali ke kamarmu dulu" ucapnya, sambil mengajak putranya itu, untuk kembali ke kamarnya.

Sedangkan Dervla hanya diam saja, dan berjalan mengikuti mereka berdua.

Setelah berada di dalam kamarnya Draven, mereka bertiga pun menghentikan langkah, dan duduk di tepi, tempat tidurnya Draven.

"Draven, ayah rasa, sudah saatnya kau mengetahui, siapa dirimu yang sebenarnya. Karena saat ini, kau sudah bertumbuh besar. Dan mungkin, kini kau sudah berusia 18 tahun" ujar Franc, sambil memegang bahu putranya.

Mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan, membuat Draven jadi semakin bingung, dan mengerutkan dahinya, "Siapa diriku, yang sebenarnya? Maksudnya bagaimana, Yah?" tanyanya.

Franc pun kembali menghela nafasnya dengan kasar, dan menundukkan kepalanya, "Draven, sebenarnya kau bukanlah seorang manusia, dan kau bukanlah seorang anak, yang lahir dari rahim, seorang manusia. Dan sebenarnya, kau adalah seorang vampir, karena ayah dan ibu, adalah vampir. Maka dari itu, kau tumbuh dengan begitu cepat, tidak seperti anak, pada umumnya. Lalu, soal kau tidak bisa melihat bayangan dirimu di cermin, itu karena kau bukanlah, seorang manusia" tuturnya.

"V-Vampir? Memangnya, vampir itu bukanlah, seorang manusia?" ujar Draven, sambil mengerutkan dahinya, dan semakin bingung. Sungguh, ia tak mengerti, dengan apa yang baru saja dikatakan, oleh ayahnya.

Segera Franc menggelengkan kepalanya, dan menoleh ke arah putranya, "Bukan Draven, vampir itu adalah salah satu makhluk kegelapan, yang hidup dengan cara meminum darah. Dan kebanyakan orang, menganggap kalau vampir, hanyalah mitos saja. Tapi ada juga yang percaya, kalau vampir hanya ada, di abad ke-80 saja. Padahal, sampai saat ini, vampir masih tetap ada" tuturnya kembali.

"Jadi, selama ini yang kuminum, adalah darah?" ujar Draven, dan Franc langsung mengganggukkan kepalanya, "Tidak! Ini tidak mungkin! Karena itu berarti, aku adalah seorang pembunuh" sambungnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dan memalingkan pandangannya, ke depan.

Segera Dervla mengusap-usap bahu putranya, dan menatapnya dari samping, "Tidak nak, kau bukanlah seorang pembunuh. Karena kita bisa meminum darah, tanpa harus membunuh" ucapnya.

"Tapi tetap saja bu, kita adalah makhluk yang jahat, dan juga kejam!" ucap Draven, dengan nada bicara, yang sedikit lebih tinggi.

Dervla pun langsung menarik Draven ke dalam pelukannya, dan mengusap-usap punggungnya, "Tenanglah nak, ibu tahu bagaimana perasaanmu, saat ini. Tapi ibu yakin, suatu saat kau pasti bisa menerima, siapa dirimu yang sebenarnya" katanya.

"Tidak bu! Aku tidak bisa menerima, jika aku adalah makhluk yang kejam, dan juga jahat!" ucap Draven, sambil melepaskan pelukannya Dervla, dan segera bangkit, dari tempat tidur, "Kalau aku tahu, bahwa aku bukanlah seorang manusia, maka aku tidak pernah ingin dilahirkan!" sambungnya, yang kemudian pergi begitu saja.

Mendengar apa yang baru saja putranya katakan, membuat hatinya Dervla langsung terasa sakit, dan seperti teriris, "Maafkan ibu nak, tidak seharusnya dulu ibu meminta ayahmu, untuk mempunyai anak" ucapnya, dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Melihat hal tersebut, membuat Franc langsung menarik Dervla, ke dalam pelukannya, "Tidak sayang, ini bukanlah salahmu. Dan lagipula, Draven hanya sedang emosi saja, dan belum bisa, menerima siapa dirinya, yang sebenarnya. Tapi kuyakin, cepat atau lambat, ia pasti bisa menerimanya" ujarnya, sambil mengusap-usap punggungnya Dervla, dan berusaha untuk menenangkan, vampir yang sangat dicintainya itu.












To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now