#63

223 16 2
                                    

Rebecca menatap bayangan dirinya, di depan sebuah cermin.

"Sialan, kenapa lukanya tidak hilang juga?" ucapnya, sambil memperhatikan wajahnya, yang hampir dipenuhi, dengan luka cakaran, dan juga dagunya, yang robek.

Ya, sampai saat ini, lukanya Rebecca tidak juga hilang, padahal kejadiannya adalah tadi siang, dan seharusnya, semua lukanya itu sudah hilang. Karena jika seorang vampir terluka, maka lukanya akan segera hilang, hanya dalam waktu hitungan detik. Tapi tidak dengan Rebecca, karena sampai saat ini, semua lukanya belum juga hilang, ataupun menutup.

"Aku jadi heran, kenapa semua luka-luka ini, tidak hilang juga? Padahal, sebelumnya selalu hilang, dan menutup dengan cepat" batinnya, sambil memalingkan pandangannya, dari cermin.

Namun tiba-tiba, jendela kamarnya terbuka sendiri, sehingga membuatnya jadi terkejut.

"Err, mengagetkanku saja" ucapnya, sambil mendengus kesal, dan mengepal tangannya.

Lalu ia pun kembali menatap bayangan dirinya di depan cermin, tapi tiba-tiba, ia teringat dengan sesuatu, yang dikatakan oleh Xandre, beberapa hari yang lalu.

"Dan, kau harus tahu, kalau Raja Kegelapan, sudah mengetahui, bahwa kau telah membunuh Franc, yang merupakan bangsamu. Jadi bersiaplah, untuk mendapat hukuman darinya, karena kau telah membunuh, bangsamu sendiri. Dan hal tersebut, akan membuat Count Dracula, menjadi murka"

"Oh. . . Jadi kau tidak takut? Pada Count Dracula, sang Raja Kegelapan, yang sangat kejam, licik, tak punya hati, dan tak terkalahkan? Dan, apa kau lupa? Kalau Beliau, serba mengetahui"

"Apakah benar, Raja Kegelapan itu, memang benar-benar ada? Dan apakah benar, ia sudah mengetahui, jika aku membunuh Franc, yang merupakan bangsaku sendiri?" ucapnya, sambil memalingkan pandangannya, dari cermin.

"Jika benar, Raja Kegelapan itu memang ada, dan sudah mengetahui, apa yang kulakukan pada Franc. Maka, pasti ia akan murka padaku, karena aku telah membunuh bangsaku sendiri" ujarnya. Dan kemudian, ia pun bangkit dari kursi, yang didudukinya, dan berjalan menuju jendela kamarnya, "Dan itu artinya, aku harus bersiap-siap, untuk dihukum olehnya" sambungnya, yang kini mulai merasa takut, dan bergidik ngeri. Lalu ia pun segera menutup jendela kamarnya kembali, dan menutup gordennya.




************************




"Xandre Xandre, kau ada di mana?" ucap Dervla, sambil memperhatikan ke sekitar, dan menaiki anak tangga, yang berkelok-kelok.

Lalu ia pun melangkahkan kakinya di sebuah lorong besar, sambil terus memperhatikan ke sekitar.

Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti, saat ia tiba, di sebuah ruangan, yang pintunya tertutup.

"Franc pasti ada di dalam kamar ini. Karena ini, adalah kamarnya" batinnya. Ya saat ini, Dervla memang sedang berada, di dalam kastil, miliknya Franc.

Perlahan, ia pun meraih gagang pintunya, dan membukanya dengan hati-hati.

Setelah pintu itu terbuka, ia segera menatap ke dalam kamar tersebut. Namun kedua matanya langsung membelalak, saat ia melihat, tengkoraknya Franc, yang tak berada, di dalam sana.

Melihat hal tersebut, membuatnya jadi begitu bingung. Karena ia masih ingat benar, saat Joe menaruh tengkoraknya Franc, di dalam kamar tersebut.

"Kenapa tidak ada? Apakah Xandre memindahkannya? Atau. . ." ucapnya, yang langsung terdiam, dan menundukkan kepalanya.

"Dervla?"

Ia pun langsung terkejut, saat ada sebuah tangan, yang menepuk bahunya. Segera ia menoleh ke arah sumber suara, dan dapat ia lihat, Xandre yang sedang berdiri, tepat di belakangnya.

"Xandre, kau mengagetkanku saja" ucapnya, sambil menghela nafasnya dengan lega, dan mengusap-usap dadanya.

"Kau sedang apa di sini? Dan, kenapa hanya seorang diri saja? Ke mana Draven, dan Joe?" tanya Xandre, yang mulai menghujami Dervla, dengan pertanyaan-pertanyaan.

Mendengar apa yang baru saja Xandre katakan, membuat Dervla menghela nafasnya dengan kasar, dan memalingkan pandangannya, "Aku ke sini, karena ingin mengatakan sesuatu, padamu. Sedangkan Draven dan Joe tidak ikut, dan aku hanya sendiri saja" jawabnya.

"Kau ingin mengatakan apa? Dan, kenapa lagi-lagi, kau hanya pergi seorang diri saja? Kau kan tahu, kalau--"

Dervla pun langsung menaruh jari telunjuknya, pada bibirnya Xandre, sehingga membuat ucapannya Xandre, jadi terpotong.

"Aku tahu, kalau saat ini, diriku sedang dalam bahaya, karena Rebecca sedang mengincarku, dan ingin membunuhku" ujar Dervla, sambil memalingkan pandangannya, dari Xandre, "Tapi, aku datang ke sini, karena ingin mengatakan, kalau Draven sudah besar" sambungnya, sambil menjauhkan jari telunjuknya, pada bibirnya Xandre.

"Sudah besar? Maksudnya, sudah besar bagaimana?" tanya Xandre, sambil mengerutkan dahinya, dan terlihat bingung.

"Maksudku, ia sudah bertumbuh besar. Tadi, saat aku baru bangun dari tidurku, aku begitu terkejut, saat melihat Draven, yang tak berada di sebelahku. Aku pun langsung bangkit dari tempat tidur, dan berjalan keluar, dari kamarku. Namun tiba-tiba, aku tak sengaja melihat Joe, yang sedang bermain dengan seorang anak laki-laki, yang berumur 10 tahun. Dan rupanya, itu adalah Draven" tutur Dervla.

"Jadi itu artinya, Draven tumbuh dengan begitu cepat?" ucap Xandre, dan Dervla langsung mengganggukkan kepalanya, "Ternyata, anak seorang vampir, memang benar-benar tumbuh, dengan cepat" sambungnya, sambil memalingkan pandangannya, dari Dervla.

"Tapi, ia sempat menanyakan, ke mana ayahnya? Dan aku mengatakan, kalau Franc  sedang ada urusan" ujar Dervla.

Segera Xandre menoleh ke arah Dervla, dan menatapnya, "Lalu bagaimana? Apakah ia percaya?" tanyanya.

"Ya, untuk saat ini, ia percaya-percaya saja. Tapi tidak tahu, jika ia sudah besar nanti" jawab Dervla, sambil memalingkan pandangannya, dari Xandre.

Namun Xandre hanya terdiam, sambil menundukkan kepalanya.

"Oh ya, lalu di mana tengkoraknya Franc? Kenapa tidak ada, di dalam kamarnya?" tanya Dervla, yang kini mulai bertanya, pada Xandre.














To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now