#57

216 22 2
                                    

Dervla tengah termenung di dalam sebuah kamar, yang menjadi kamar tidurnya, selama ia tinggal, di rumahnya Joe.

Dan saat ini, ia sedang memikirkan Franc, yang telah mati, karena dibunuh oleh Rebecca. Sungguh, ia masih tak menyangka, jika vampir yang ia cintai, akan pergi secepat itu.

"Franc, kenapa kau tega meninggalkanku, dan Draven?" ucapnya, sambil memandang keluar jendela.

Namun tanpa ia sadari, Joe sedang memperhatikannya, dari dekat pintu, sambil memegang segelas minuman, yang berwarna merah pekat.

Melihat hal tersebut, membuat Joe jadi merasa begitu kasihan, pada vampir, yang dicintainya itu.

Ia pun menghela nafasnya dengan kasar, dan berjalan menghampiri Dervla.

"Dervla?" ucapnya, sambil berdiri di belakangnya Dervla, dan memegang bahunya.

Segera Dervla tersadar dari lamunannya, dan menoleh ke arah Joe, "Iya Joe, ada apa?" tanyanya.

"Sebaiknya, kau minum ini dulu, karena kutahu, kau pasti haus dan juga lapar, kan?" ujar Joe, sambil memberikan segelas minuman itu, pada Dervla.

Dervla pun langsung menatap minuman tersebut, dan mengerutkan dahinya, "Apa ini? Apakah darah?" tanyanya kembali, sambil beralih menatap Joe.

"Benar, ini memang darah segar. Tapi maaf, ini bukan darah manusia, melainkan darah seekor rusa" jawab Joe, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

Dengan kasar, Dervla menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya, dari Joe, "Kau simpan saja dulu, karena aku tidak haus, ataupun lapar" katanya.

Mendengar apa yang baru saja Dervla katakan, membuat Joe menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa seperti itu? Apakah karena, ini bukanlah darah manusia?" tanyanya.

"Bukan" jawab Dervla, sambil menggelengkan kepalanya, "Bukan karena itu, tapi aku sedang tidak ingin meminum darah, atau apapun" sambungnya.

"Lho? Kenapa seperti itu?" tanya Joe kembali, yang jadi semakin bingung.

Dervla pun segera menundukkan kepalanya, dan mengulum bibirnya, "Karena aku sedang memikirkan Franc. Sungguh, aku masih tak menyangka, jika Franc telah mati" jawabnya.

Dengan kasar, Joe menghela nafasnya, dan memegang bahunya Dervla, "Dervla, aku paham bagaimana peraaanmu, saat ini. Tapi kau harus tetap meminum darah, agar perutmu terisi. Dan kalau tidak, nanti kau bisa mati. Lalu, nanti siapa yang akan mengurus, dan merawat anakmu? Apakah, kau tak kasihan padanya, jika harus kehilanganmu juga?" tuturnya.

Segera Dervla mengangkat kepalanya, dan beralih menatap Draven, yang tengah tertidur, di atas tempat tidur. Namun ia hanya terdiam, tanpa mengatakan apa-apa.

"Ayolah Dervla, jangan menghukum dirimu seperti ini. Ini kan bukan salahmu, dan lagipula, Franc mati karena dibunuh oleh Rebecca" ujar Joe, yang sedang berusaha, untuk membujuk Dervla, agar ia mau, meminum segelas darah itu.

"Tidak Joe, aku tetap tidak mau, meminum darah itu" ucap Dervla, yang kembali menundukkan kepalanya.

"Dervla, kumohon minumlah darah ini. Dan jika kau seperti ini, Franc akan sedih, apalagi jika kau sampai mati" ucap Joe, sambil menatap Dervla, dengan dalam.

Perlahan, Dervla mengangkat kepalanya, dan menoleh ke arah Joe. Lalu ia mengambil segelas darah itu, dan mulai meneguknya, dengan perlahan-lahan.

Melihat hal tersebut, membuat Joe menyunggingkan senyuman, dan menghela nafasnya, dengan lega.

"Ini, terima kasih ya Joe, kau sudah sangat perhatian, padaku" ujar Dervla, sambil memberikan gelas itu, yang sudah kosong, pada Joe.

Joe pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan menerima gelas tersebut, "Sama-sama Dervla. Dan, kau harus tetap semangat, demi anakmu" ucapnya, sambil menghapus sisa darah, yang terdapat, di sudut bibirnya Dervla.

Namun Dervla hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan menyunggingkan senyuman.


************************


"Aku harus membunuh vampir baru itu!" ucap Rebecca, sambil terus berjalan, dan menundukkan kepalanya.

Lalu ia pun langsung menghentikan langkahnya, saat tiba, di depan kastilnya Franc, yang pintunya tidak tertutup.

Melihat hal tersebut, membuatnya menyunggingkan seringaian, dan langsung memasuki, kastilnya Franc.

Setelah berada di dalam, ia pun memperhatikan ke sekitar, dan berkata, "Sepertinya, tidak ada yang berubah, dari kastil ini. Masih sama, saat terakhir aku tinggal di sini".

"Rebecca?"

Ia pun langsung menoleh, saat mendengar, seseorang yang memanggil namanya. Dan dapat ia lihat, Xandre yang sedang berjalan, dan menuruni anak tangga.

"Oh. . . Rupanya dirimu, lama tidak berjumpa, wahai binatang yang menjijikkan" ucap Rebecca, sambil melipat kedua tangannya, di dada.

"Rupanya, kau tidak pernah berubah. Masih saja, selalu meremehkan bangsaku" ujar Xandre, sambil berjalan menghampiri Rebecca, dan menatapnya dengan penuh kebencian.

Rebecca pun langsung mendengus, dan memutar bola matanya, "Memang bangsamu pantas, untuk diremehkan" katanya.

Mendengar apa yang baru saja Rebecca katakan, membuat Xandre menjadi geram, dan mengepal tangannya, dengan begitu kuat, "Mau apa kau datang ke sini? Apakah kau sudah bosan hidup? Dan ingin mati, lagi?" ucapnya.

"Aku datang ke sini, untuk menemui, vampir baru itu" ujar Rebecca, sambil memalingkan pandangannya, dari Xandre.

"Maksudmu Dervla?" ucap Xandre, sambil mengerutkan dahinya.

"Iya, memangnya siapa lagi? Dan, ke mana vampir baru itu" ucap Rebecca, yang kembali memperhatikan sekitar, "Tolong kau panggilkan dia, karena aku ingin bertemu" sambungnya.

"Ia tidak ada di sini, dan lagipula, ada keperluan apa, kau ingin menemuinya?" ujar Xandre.

Rebecca pun langsung menoleh ke arah Xandre, dan menatapnya, "Jangan bohong, ia dan anaknya, masih berada di sini, kan? Dan, itu bukan urusanmu" katanya, sambil memutar bola matanya.

"Untuk apa aku berbohong? Karena Dervla dan anaknya, memang tak ada di sini" ujar Xandre.

"Lalu ke mana mereka?" tanya Rebecca.

"Itu bukan urusanmu" jawab Xandre, sambil memutar bola matanya.

Mendengar jawabannya Xandre, membuat Rebecca menjadi geram, dan menghentakkan satu kakinya, "Dasar menyebalkan! Cepat beritahu aku, ke mana vampir baru itu?!" ucapnya.

"Sudah kubilang, itu bukan urusanmu. Sebaiknya, sekarang kau pergi dari sini, sebelum aku memanggilkan, para wolfpack ku. Dan, kau harus tahu, kalau Raja Kegelapan, sudah mengetahui, bahwa kau telah membunuh Franc, yang merupakan bangsamu. Jadi bersiaplah, untuk mendapat hukuman darinya, karena kau telah membunuh, bangsamu sendiri. Karena hal tersebut, akan membuat Count Dracula, menjadi murka" tutur Xandre.

Rebecca pun langsung mendengus, dan memutar bola matanya, "Aku tidak peduli, dan aku tak takut, padanya. Dan lagipula, memangnya ia tahu, kalau aku sudah membunuh Franc?" ucapnya.

"Oh. . . Jadi kau tidak takut? Pada Count Dracula, sang Raja Kegelapan, yang sangat kejam, licik, tak punya hati, dan tak terkalahkan? Dan, apa kau lupa? Kalau Beliau, serba tahu" ujar Xandre.

"Iya, aku tidak pernah takut, padanya" ucap Rebecca, sambil memalingkan pandangannya, dari Xandre.

"Kalau begitu bersiaplah, untuk mendapat hukuman darinya. Karena cepat atau lambat, ia pasti akan memberikanmu hukuman, yang begitu mengerikan" ujar Xandre, yang juga memalingkan pandangannya, dari Rebecca.

Namun Rebecca hanya diam saja, dan mendengus, tanpa menoleh ke arah Xandre.












To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now