#66

172 15 1
                                    

Matahari masih bersinar begitu terang, di atas sana. Namun rumahnya Joe, tidak terasa panas sama sekali, karena rumah tersebut berada di dalam hutan, yang ditumbuhi oleh pepohonan, yang rindang dan tinggi menjulang.


Dan kini, Dervla tengah melamun seorang diri, di depan rumahnya Joe, dan hanya seorang diri saja, karena Draven sedang tidur, sejak tadi pagi.

"Aku mencintaimu, Dervla. Hiduplah bersama denganku, dan jadilah Tueur de Vampire, bersama denganku"

Ya, kini Dervla kembali teringat, dengan ucapannya Franc, saat vampir yang dicintainya itu, memintanya untuk menjadi pasangan hidupnya. Bahkan, kata-kata itu, kini berputar-putar, di dalam kepalanya, "Franc, kau pernah mengajakku, untuk menjadi Tueur de Vampire, bersama denganmu. Tapi kini, kenapa kau malah pergi meninggalkanku? Bahkan, kau mengatakan pada Xandre, untuk tidak menghidupkanmu kembali. Apakah itu artinya, kau sudah tidak mencintaiku, lagi? Dan andai saja kau tahu, kini aku merasa seperti kehilangan arah. Lebih tepatnya, seperti seorang slave, yang kehilangan masternya" batinnya, sambil menatap ke depan, dengan tatapan yang kosong. Dan perlahan, air mata pun mulai mengalir, pada pipinya.

"Dervla?"

Ia pun langsung terkejut, saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Segera ia menoleh ke arah sumber suara, dan melihat Joe, yang sedang berdiri di belakangnya, "J-Joe? Ada apa kau memanggilku?" ucapnya, sambil menghapus air mata, pada pipinya.

Melihat kedua matanya Dervla yang berkaca-kaca, membuat Joe langsung mengerutkan dahinya, dan berdiri di sebelahnya Dervla, "Kau habis menangis?" tanyanya.

Dervla pun langsung menggelengkan kepalanya, dan memalingkan pandangannya, dari Joe, "T-Tidak, aku tidak habis menangis" dustanya.

Segera Joe meraih dagunya Dervla, dan menatap manik matanya, "Jangan berbohong Dervla, matamu berkaca-kaca, seperti habis menangis. Dan lagipula, setelah kematiannya Franc, matamu selalu memancarkan kesedihan, yang begitu mendalam" ucapnya.

Mendengar apa yang baru saja Joe katakan, membuat Dervla langsung menundukkan kepalanya, dan mengulum bibirnya, "Iya, aku memang habis menangis, karena aku kembali teringat dengan Franc. Sungguh, aku begitu merindukannya" katanya.

Dengan berat, Joe menghela nafasnya, dan menggangguk-anggukkan kepalanya, "Sudah kuduga, karena matamu tak bisa berbohong, Dervla. Lagipula aku tahu, kalau kau merasa sangat kehilangan dirinya. Tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa, karena Franc telah mengatakan pada Xandre, untuk tidak menghidupkannya kembali" ucapnya, sambil menundukkan kepalanya.

"Tapi aku masih bingung, kenapa Franc tidak ingin dihidupkan kembali? Apakah, ia sudah tak mencintaiku lagi?" ujar Dervla, tanpa menoleh ke arah Joe.

"Kalau soal itu, aku tidak tahu. Tapi tidak mungkin, jika ia sudah tak mencintaimu lagi. Karena setahuku, ia sangat mencintaimu, dan ia rela mati, demi mempertahankan dirimu. Bahkan, ia tidak akan membiarkan diriku atau siapapun, untuk merebut dirimu darinya" ucap Joe, sambil menoleh ke arah Dervla, dan menatapnya dari samping.

"Tapi kenapa, ia tidak mau dihidupkan kembali?! Padahal ia tahu, kalau aku begitu mencintainya juga" ujar Dervla, dengan nada bicara, yang sedikit lebih tinggi.

Namun Joe hanya mengangkat kedua bahunya saja, tanpa mengatakan apa-apa.

Dengan kasar, Dervla pun menghela nafasnya, dan berkata, "Kalau seperti ini, aku tidak akan bisa, melanjutkan hidupku, Joe".

Mendengar apa yang baru saja Dervla katakan, membuat Joe langsung menghela nafas dengan kasar, dan mengusap-usap bahunya Dervla, "Bersabarlah Dervla, kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya" ucapnya.




************************




Seorang gadis tengah asyik memainkan ponsel, dan membalas chat, dari seseorang, sehingga membuatnya, jadi tersenyum-senyum sendiri.

Namun tanpa ia sadari, seseorang sedang mengawasinya, dari luar jendelanya, yang belum ia tutup.

Sebuah senyuman yang mengerikan pun, terukir di wajah seseorang itu, saat ia melihat, leher gadis itu. Lalu ia segera melompat masuk, ke dalam kamar si gadis.

Bhuk!

Gadis itu pun langsung menoleh, saat mendengar suara, dari belakangnya. Dan betapa terkejutnya ia, saat melihat seorang wanita, yang sedang berdiri di belakangnya.

Melihat hal tersebut, membuatnya menjadi takut, dan langsung bangkit, dari kursi yang didudukinya, "S-Siapa kau? Kenapa kau bisa berada, di kamarku?" ucapnya, sambil membalikkan tubuhnya.

Sebuah senyuman yang mengerikan pun, kembali terukir di wajah seorang wanita itu, lalu ia berkata, "Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu".

"T-Tapi, kenapa kau bisa berada di kamarku?" tanya gadis itu, dengan sedikit terbata-bata.

"Oh itu. . . Karena--" ucap wanita itu, yang sengaja menggantungkan ucapannya, sehingga membuat gadis itu menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya.

"Karena apa?" tanya gadis itu, sambil menatap wanita tersebut, dengan penuh ketakutan.

"Karena aku ingin menghisap darahmu" jawab wanita itu, sambil menyunggingkan senyuman, yang mengerikan. Ya, wanita itu memanglah Dervla.

Dan sudah beberapa malam ini, ia selalu pergi keluar, untuk mencari mangsa. Bahkan, ia selalu menghisap darah mangsanya sampai habis, dan memasukkannya ke dalam sebuah botol, yang sengaja ia bawa. Dan botol tersebut, tentu saja untuk Draven.

Kedua mata gadis itu pun langsung membulat, setelah mendengar apa yang baru saja Dervla katakan, "A-Apa? Menghisap darahku? Berarti, kau adalah--"

Belum selesai gadis itu berbicara, namun Dervla malah mengarahkan satu tangannya, pada wajah gadis itu. Lalu dengan perlahan, ia mulai menggerakkannya, "Tenanglah, dan pejamkan kedua matamu. Lalu, jangan berteriak jika kau merasakan sesuatu. Dan, jika kau masih bisa hidup, maka kau akan lupa, dengan kejadian malam ini" ucapnya, dengan disertai oleh senyuman yang mengerikan, yang terukir di wajahnya.

Gadis itu pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan memejamkan kedua matanya, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Melihat hal tersebut, membuat Dervla tersenyum penuh dengan kemenangan. Lalu ia segera mencondongkan tubuhnya, pada leher gadis itu, dan mencari daerah, di sekitar sana. Kemudian, ia mulai menancapkan gigi-giginya yang tajam, pada kulit leher gadis itu.

"Maafkan aku, karena malam ini kau harus menjadi mangsaku, dan semoga saja, aku masih bisa membiarkanmu untuk hidup" batinnya, sambil menatap gadis itu. Dan kemudian, ia langsung menggigit leher gadis tersebut, dan menghisap darahnya.

Beberapa saat kemudian, Dervla pun terus saja menghisap darah, dari leher gadis itu, tanpa berhenti sedikitpun. Tapi tiba-tiba, ia teringat oleh Draven, yang juga membutuhkan darah.

Segera ia melepaskan gigitannya, dari leher si gadis, dan menjauhkan wajahnya, "Aku hampir saja lupa" ucapnya, sambil mengambil sebuah botol, dari saku celananya. Kemudian, ia membuka botol tersebut, dan menaruhnya di atas sebuah meja, yang berada di belakang gadis itu.

Lalu ia mengangkat tangan kanannya si gadis, dan menancapkan kukunya yang tajam, pada kulitnya. Kemudian, ia merobeknya sedikit, sehingga membuat darah segar, langsung keluar dari sana.

Melihat hal tersebut, membuat Dervla buru-buru mengambil sebuah botol, yang ia taruh di atas meja, dan meletakkannya di bawah tangan si gadis, sehingga membuat darah yang keluar, langsung menetes ke dalam botol tersebut.















To be continue. . .

Vampire vs Wolves [COMPLETE]Where stories live. Discover now