BAB XCVI

3.8K 288 43
                                    

Tepat tiga jam setelah penyerahan takhta oleh istana, Jeon Jungkook yang kini resmi mendapatkan gelar sebagai Pangeran Kedua, bersiap-siap menuju limusinnya bersama Taehyung, kekasihnya yang masih setia menemani lelaki itu sampai upacara selesai.

Setelah mahkotanya diserahkan kepada Pangeran Jung Hoseok, Jungkook merasa lega keseluruhan. Taehyung tidak mendapatkan raut kekecewaan ketika memandang kekasihnya, Jungkook justru tersenyum penuh lega dan bahagia. Bagaikan seorang tahanan yang baru saja dibebaskan setelah bertahun-tahun dipenjara.

"Kita akan kemana?" Tanya Taehyung pelan sambil mengimbangi langkah Jungkook yang nampak tergesa-gesa keluar dari gerbang istana.

"Ke suatu tempat," jawabnya singkat. Jungkook tidak dapat menyembunyikan rasa kegembiraannya, senyum lebar itu belum juga luntur dari wajahnya.

Taehyung justru meresponnya dengan desisan. Meskipun begitu, ia merasa kebahagiaan Jungkook itu juga menular padanya—yah meskipun dibilang juga ia sempat ragu dengan keputusan Jungkook untuk keluar dari istana, bahkan setelah lelaki itu menyerahkan mahkotanya pada Hoseok. Namun nyatanya, kekhawatirannya itu hanya sia-sia. Semuanya terlihat baik-baik saja, bahkan Jungkook-nya sendiri.

Memasuki limusin, Taehyung menempati tempat duduk di samping Jungkook. Jungkook sekarang bersenandung kecil. Suara Jungkook memang bagus—sangat bagus malah, sayangnya lagu yang ia senandungkan itu lagu kuno alias lagu tradisional yang biasa dimainkan pemain musik tradisional di kerajaan. Sekretaris Kim yang membawa limusin itu terkekeh kecil mendengarnya, sesekali beliau mengikuti nyanyian kecil Jungkook itu.

Taehyung memutuskan untuk tidak bertanya apa-apa pada Jungkook, tentang tempat yang dirahasiakan Jungkook ini. Ia juga menyukai suasana seperti ini, mungkin saja Jungkook ingin memberikan kejutan padanya sebagai rasa terima kasih telah menemaninya selama ini.

Tanpa Taehyung sadari, sepanjang perjalanan pikirannya dipenuhi dengan mengkhayal tempat yang akan ditunjukkan Jungkook padanya. Beberapa kali Taehyung harus mengulum senyumnya, karena ia tidak mau dicurigai oleh Sekretaris Kim. Namun nyatanya, Sekretaris Kim masih ikut bernyanyi-nyanyi kecil bersama kekasihnya.

Sampai ketika jalanan di luar jendela mulai menampakkan suasana luar kota yang jauh dari pemukiman. Hanya sesekali rumah penduduk kasta empat atau lima terlihat. Jungkook dan Sekretaris Kim sudah berhenti bersenandung entah sejak kapan. Suasana sepi pun menyelimuti limusin itu.

Limusin terus berjalan hingga Taehyung sadari, ia cukup familiar dengan jalanan di sekitarnya itu. Daun-daun kering ginko yang sudah sepenuhnya jatuh dari dahannya, hembusan udara musim gugur di luar sana terasa menggigit. Limusin terus membawanya menuju sebuah gedung kecil yang bertuliskan "Pemakaman Massal Peristiwa Pemberontakan ke 40". Taehyung pun tersentak.

Taehyung ingin bertanya kepada Jungkook mengapa lelaki itu membawanya ke tempat seperti itu—bukan, tempat itu lebih tepatnya adalah tempat di mana ayah dan ibunya dikubur.

"Jungkook, kenapa—"

"Duluan," Jungkook memotong pertanyaan tepat ketika mereka sudah turun dari limusin. Sekretaris Kim membungkuk kecil padanya, Taehyung pun membalas.

"Kau pasti tahu jalannya, kan? Duluan, aku akan di sini sebentar. Apa kau ingin Sekretaris Kim ikut bersamamu?" kata Jungkook lagi.

Taehyung terdiam sebentar. Matanya menjelajahi setiap sudut mata Jungkook, mencoba memahami maksud dari lelaki itu. Namun, tak satupun jawaban yang ia temukan. Ini sebuah kejutan yang jauh dari perkiraannya.

"Tidak, aku bisa sendiri," kata Taehyung yang masih belum melepaskan pandangannya dari Jungkook. Ia tidak bergerak selama beberapa saat, mengharap Jungkook mengatakan sesuatu. Namun, lelaki bermata sipit itu hanya bersandar di limusinnya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 27, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE SELECTION [KookV] ✅Where stories live. Discover now