8

119 33 0
                                    

Dayeon tahu dia bukan gadis baik-baik.

Gadis itu baru saja menaiki kereta kuda menuju ke ibu kota Kniagina. Ini memang bukan tahun pertamanya debut, namun ini kali pertama bagian untuk keluar dari wilayah Grafinya sendirian tanpa pengawasan kedua orang tuanya. Ralat, pengawasan secara langsung, Dayeon yakin bila entah sang Ayah akan mengirimkan ksatria atau sang Ibu yang menyuruh beberapa penyamun untuk mengawasinya. Ini permintaan murni dari dirinya, bukan tanpa alasan hanya saja kondisi kota sedang tidak dalam kata baik-baik saja hingga memungkinkan pasangan Earl itu ikut mengantar dirinya ke depan pintu Rumah Putri.

"Lagi pula Sunwoo juga akan berada di sana, saudara kembarku itu, dia pasti akan debut tahun ini. Aku tidak akan membiarkan dirinya lari lagi setelah menunda satu tahun debut," ucap Dayeon sesaat setelah memeluk ibunya dengan erat. Mencoba menyakinkan perempuan yang telah melahirkan dirinya untuk sanggup tidka bertemu sampai satu atau dua bulan ke depan tergantung semangat para bangsawan golongan elitis Kniagina dalam menyambut para debutan.

Menyembunyikan kekhawatiran diri di depan orang tua bukanlah sesuatu yang sulit bagi Dayeon. Hal yang lebih sulit adalah saat-saat setelah itu, pada rentang waktu disaat dirinya berada dalam kondisi sendirian, seperti saat ini dengan layar belakang suara roda kayu yang beradu dengan tanah jalan yang terasa basah akibat hujan deras kemarin malam. Dayeon membenci hal ini, dia yang dikenal sebagai seorang yang nakal dihadapan banyak orang seakan menjadi amat sangat lemah bila berhadapan dengan kehampaan. Pikiran-pikiran aneh yang membisik pelan di belakang tengkuk seakan selalu siap siaga dalam perkara menjatuhkan pertahan dirinya.

Ingin menangis bila saja tidak ingat kalau kereta kuda ini tidak kedap suara. Sang kusir pasti akan mendengarnya dan itu bukan hal yang bagus.

Maka Dayeon sudah mengantisipasi semuanya.

Dalam perjalanan yang bisa memakan waktu hampir lima jam yang pastinya membosankan, gadis itu dengan pandai telah menyelipkan sebuah bahan bacaan dibalik tumpukan kain yang membuat gaunnya terlihat mengembang. Bukan sebuah buku karena benda itu terlalu tebal untuk diselipkan namun bukan juga selembar kertas permainan judi. Beberapa kertas yang dilipat rapi itu adalah salinan data terkait siapa saja warga Kniagina yang telah mengunjungi Grafinya dalam kurun waktu enam bulan terakhir.

Mengantisipasi kemungkinan bila si penulis anonim ternyata telah sedari lama menunggu untuk menyampaikan berita sensitif ini.

Membaca satu per satu nama sambil mengingat-ingat apakah si pemilik memiliki sanak saudara ataupun masalah kesenjangan sosial yang membuatnya membenci kondisi pemerintahan yang seperti ini.

"Nona, kita telah sampai di Viskontesa." Sang kusir yang sedari tadi hanya diam akhirnya bersuara. Menginterupsi Dayeon untuk menolehkan kepala, memandang kisi yang ditunjukkan oleh jendela yang ada di samping kanannya. Pemandangan khas pintu masuk yang dihiasi dengan banyak bunga-bunga, Dayeon sedikit mencibir kala mengingat pintu masuk Grafinya justru identik dengan aroma amis karena dekat dengan pasar ikan. "Tuan menyuruh saya untuk mengantarkan Nona ke kediaman Viscount Kang, apakah Nona ingin berkunjung barang sesaat?"

Derap langkah kaki sepasang kuda terdengar berhenti, sang Kusir pasti tengah melakukan beberapa formalitas dengan para Ksatria sebelum diperbolehkan masuk. Baru setelah derap tapal kuda terdengar samar-samar, Dayeon mengeluarkan jawabannya. "Tidak perlu, kita hanya akan menjemput kesayanganku."

Dayeon terkekeh pelan kala mengingat hal itu. Dia tidak pernah tahu bagaimana harus memanggil Sunwoo yang notabene hanya lebih muda beberapa bulan dari dirinya. Ingin memanggil aduk atau saudara kembar rasanya juga aneh dan menjijikkan bila bukan untuk sekedar formalitas. Lagi pula sedari masa kanak-kanak Dayeon selalu memanggil sosok menggemaskan itu dengan panggilan Kesayangan.

"Aku menyayangi dirinya seperti seorang adik dan orang menganggapnya sebagai saudaraku," gumam Dayeon pelan kala bayang-bayang kediaman Viscount Kang mulai terlihat. "Benar-benar menjijikkan," decaknya beberapa data sebelum pintu kereta yang terbuka.

Dua orang pemuda masuk dan mengambil tempat di bangku depan, seorang pemuda yang terpaut satu tahun lebih tua dari Deyeon mengangkat topinya. Memberi gestur seperti memberikan hormat yang dibalas dengan anggukan kepala tipis dari Dayeon. Duduk dengan tegap calon Viscount untuk wilayah Viskontessa, Dayeon akui dia lebih dekat dengan sosok Taehyun Kang alih-alih dengan Yeseo Kang. Gadis manis itu terlalu murni untuk berteman dengan seorang yang licik seperti dirinya.

Sedangkan di samping, duduk seorang pemuda dengan pundak yang terbilang cukup tegap. Tidak benar-benar tegap namun masih bisa diperbaiki dalam beberapa bulan ke depan. Dayeon hanya mengingat ucapan seorang peramal kala membaca penampakan fisik Sunwoo, pundak pemuda itu terbilang kurang tegap. Sedangkan postur yang seperti itu adalah ciri khas bagi seorang pemimpin yang diberkahi oleh Tuhan.

"Yeseo sudah berangkat sedari dua hari yang lalu, Putri Kerajaan Chaehyun sepertinya mulai menaruh curiga pada rencana kita. Dan Yeseo adalah sasaran empuk yang bisa dengan mudah dia dekati," ucap Taehyun segera setelah kereta itu bergerak. "Countess Grafinya mengirimiku surat semalam melalui salah seorang ksatrianya. Apa rencanamu? Mata-mataku mengatakan jika si penulis itu bukanlah Putri Kerajaan Chaehyun."

Dayeon menganggukkan kepalanya, kemudian menyodorkan kertas yang tadi sempat dia corat-coret. "Aku sudah menebaknya, Tuan Putri kita adalah boneka yang terlalu cantik untuk dapat memikirkan hal-hal seperti ini. Si penulis pastilah seorang yang sepertiku, terlihat dari niatnya untuk menjual kertas berisikan rumor itu."

Taehyun menerima kertas itu, membaca dengan seksama, takut-takut bila ada detail yang terlewat. Sedangkan Sunwoo, kini tengah menelan ludahnya berat, mencoba untuk membuka percakapan melalui basa-basi. "Bagaimana kabar Earl dan Countess?" tanyanya yang berakhir dengan sebuah tendangan dari gadis yang ada di depannya.

"Ulangi lagi dan aku akan membuatmu kehilangan semua rambutmu. Berapa kali aku harus menjelaskan padamu untuk memanggil mereka berdua Ayah dan Ibu?" ucap Dayeon meski kemudian dengan menatap si Kesayangan miris. "Aku tahu, jika juga sepaham denganmu. Ini menjijikkan."

"Setidaknya jangan menendangku. Kau itu kuat Kak dan aku tidak mau dikenal sebagai debutan yang pincang," keluh Sunwoo tapi tetap tersenyum. Meskipun sering melakukan kekerasan fisik yang bisa dikatakan sebagai seorang gadis yang ringan tangan, dia tahu bila Dayeon selalu menyayanginya.

"Maaf bila menginterupsi tapi, kau yakin curiga pada mereka bertiga?" potong Taehyun mengehentikan aksi dua saudara yang saling melepas rindu di saat yang satunya adalah masokis. "Kau bisa dipenjara bila menargetkan seorang Putri, Dayeon. Bahiyyih adalah putri dari Archduke Kniagina."

Menyandarkan punggungnya. "Justru karena itu. Dia putri seorang Archduke. Tidak akan ada yang bisa mengusik apalagi berprasangka buruk tentangnya. Dia adalah idaman para anak gadis pada umumnya setelah Tuan Putri. Alasanku menaruh curiga pada mereka bertiga adalah karena ketiganya datang bersamaan ke Grafinya beberapa minggu lalu dengan keterangan sebagai bahan edukasi." Dayeon berucap sambil memejamkan matanya diikuti gerakan tangan kanan yang membuat seperti pola rumit di udara. "Lagi pula itu juga masih prediksi. Aku tidak begitu mengenal keluarga mereka, jadi aku kurang tahu. Apakah mereka berada dalam golongan mereka yang masa depannya terancam untuk ditangguhkan?" Tidak memiliki seorang saudara laki-laki.

"Aku tidak begitu setuju, Nona Yujin adalah pembimbing khusus untuk Bahiyyih, di Kniagina dia terkenal sebagai seorang pendidik yang lebih menekankan pada dunia di luar ruangan alih-alih mengurung muridnya untuk duduk dan membaca buku," ucap Sunwoo memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan. "Selain itu, Bahiyyih memiliki seorang Kakak laki-laki. Calon penerus Archduke Huening yang konon katanya akan bersama dengan Putri Kerajaan Chaehyun."

"Kalau begitu kini tinggal Youngeun, bukan?" ucap Dayeon membuka matanya sambil sedikit memijit kening. "Tunggu sebentar dia putri Viscount Seo dari Burggraf?"

Taehyun menganggukkan kepalanya saat dapat memahami alur pikiran Dayeon. "Dia putri dari istri pertama."

I Love How I'm CalledWhere stories live. Discover now