15

97 32 0
                                    

Perjamuan besar hanyalah satu dari rentetan acara tahunan yang wajib dia hadiri bersama sang Ayah. Maka simulasi dari acara itu tentu bukan suatu masalah besar.

Beberapa debutan baru biasanya merasa canggung ataupun malu-malu kala harus duduk berhadapan dengan seorang pemuda pada sebuah meja panjang. Gadis di sisi kiri dan para pemuda di sisi kanan. Meski perlu Mashiro akui jika dia tidak begitu menyukai adanya tatapan menyelidiki kala dia tengah menyantap makanan karena dapat menghilangkan selera makan, gadis itu sekali lagi harus menegaskan bila dia sudah terbiasa. Lagi pula itu suatu hal yang wajar, semua yang duduk di meja ini pastilah akan mengamati kesopanan yang dimiliki pasangan yang ada di depannya. Atau jika merasa bosan bisa melirik pada pasangan gadis lain.

Yang pertama kali dihidangkan pelayanan adalah secangkir teh bunga melati yang mana menandakan jika tiap pasangan diperbolehkan untuk memulai pembicaraan ringan terhadap satu sama lain. Mashiro tentu menunggu, selayaknya gadis bangsawan lain yang selalu menunggu aksi pertama untuk dilakukan pihak laki-laki, terlebih lagi yang duduk di depannya kini terpaut satu tahun lebih tua. Yang pastinya lebih berpengalaman dalam debut.

"Apa tidak ada yang ingin Anda ucapkan, Marquess Choi?" tanya Mashiro setelah merasa jika dia dan sang pasangan telah membuang hampir lima menit dari waktu untuk bincang ringan dengan keterdiaman.

Si tersangka atas keterdiaman itu hanya meletakkan cangkir tehnya yang kini hanya tinggal separuh penuh. "Aku hanya tengah memperhatikan Anda Nona Sakamoto, hanya takut memulai sebuah percakapan dan mungkin akan membuatmu tersinggung atau merasa tidak nyaman? Dan aku perhatikan Anda sebenarnya cukup menyukai keterdiaman kita." Mashiro mengingat-ingat sosok yang ada di depannya dalam masa tiga tahun debutnya, dia memang sering melihat sosok ini, tapi tidak pernah terjebak dalam kondisi hingga berada pada satu kelompok dan sebagai satu pasangan.

"Anda mungkin salah sangka," ucap Mashiro yang tentu tidak ingin berkata jujur jika dia sebenarnya merasa bosan karena perjamuan besar selalu berjalan sesuai rencana yang datar. Gadis ini menginginkan sesuatu yang baru.

"Maafkan aku kalau begitu."

"Anda tidak perlu minta maaf."

"Oh, aku perlu. Harga diriku mungkin akan terluka bila tidak mengatakannya."

"Tapi Anda tidak melakukan sebuah kesalahan."

Sosok di depannya itu sedikit melakukan tindakan tidak sopan dengan meletakkan siku lengannya di atas meja. Mashiro hanya diam, tidak begitu tertarik, dan merasa tidak ada gunanya pula mengamati hal itu. Tidak pernah terbayangkan selanjutnya oleh Mashiro jika sosok Marquess muda itu kini menunjuk dirinya dengan jemari yang berbalut sarung tangan putih, hanya sesaat tapi rasanya seperti mendebarkan. Takut-takut bila ada seorang yang mengamati hal itu dan bisa mencoreng harga diri si Marquess. "Minta maaf bukan hanya tentang sebuah kesalahan Nona Sakamoto, dalam hidupku, ini adalah tentang harga diri. Apa yang bisa membuatku khawatir saat permintaan maaf yang aku lontarkan dapat membuat seseorang berada di pihakku?"

"Atau mungkin membuat kesan bila Anda berada di pihaknya. Anda pastinya seorang yang sangat unik Marquess Choi," ucap Mashiro berada pada ambang ingin memuji tetapi juga tidak tahu kata apa yang seharusnya dia gunakan. "Aku rasa Anda harus mulai berhati-hati karena perilaku itu pada awalnya mungkin akan memberikan kesan bila Anda seorang yang menghindari pertikaian dan lebih menyukai adanya kedamaian, tapi akan ada masa dimana permintaan maaf Anda justru terasa seperti bualan belaka karena Anda terlalu mudah mengatakannya."

Menutup mulut selayaknya tengah menyembunyikan senyuman yang tidak dapat ditahan untuk semakin melebar. Mashiro hanya terdiam dan menatap bingung dengan perilaku Marquess Choi yang tidak biasa seperti pasangan simulasi lain yang pernah dia temui. "Anda seorang yang menyenangkan untuk diajak berbincang Nona Sakamoto," pujinya tanpa sengaja mengingatkan Mashiro dengan sebuah rumor bila sosok itu terkenal sebagai seorang yang suka sekali mempermainkan seorang anak gadis.

I Love How I'm CalledWhere stories live. Discover now