12

102 29 0
                                    

Pesta penyambutan selalu identik dengan penggolongan kasta. Sebenarnya Yeseo yakin setiap pesta yang diadakan oleh para bangsawan selalu identik dengan hal itu. Jangan bayangkan bila diundangnya beberapa bagian kecil dari rakyat semata-mata adalah wujud dari kemurahan hati mereka, dalam kamus bangsawan yang terhormat ada istilah bersenang-senang sambil melihat kesengsaraan orang lain. Dan daripada beradu dengan sesama bangsawan yang terkadang suka sekali menyembunyikan kekayaannya, bangsawan yang pintar akan lebih suka mengadu nasibnya dengan para rakyat terutama kaum jelata.

Yeseo hanya sedikit bersyukur karena  ayahnya adalah seorang Viscount, status sosialnya sebagai seorang gadis bisa dibilang cukup tinggi dan perlu diperjuangkan untuk masa depan yang lebih baik atau paling tidak ya berjodoh dengan sesama Viscount.

Gadia belia itu tidak sekali dua kali membayangkan seperti apa nasibnya bila terlahir sebagai seorang gadis pada keluarga rakyat biasa dalam kondisi politik yang tidak menentu seperti ini. Di saat rakyat di kawasan pinggiran kerajaan sibuk memikirkan bencana banjir dan kelaparan akibat panen yang gagal, mereka yang tinggal di kawasan Ibu Kota justru dalam kondisi kebanyakan sumber bahan pangan.

Alasan logis bagus mengapa golongan muda yang tumbuh di antara rakyat yang kesusahan mulai memiliki pikiran untuk melakukan kudeta. Yeseo kadang merasa kasihan dengan kondisi Raja Kim yang tidak bisa beristirahat dengan tenang di usianya yang kini tidak lagi muda, kondisi kerajaan seperti dapat runtuh kapan saja bila dia mengalihkan pandangan. Para Ksatria mungkin bisa diperintahkan untuk menyelidiki hingga menangkap para bibit-bibit pemberontak, tapi apa itu bisa memperbaiki sudut pandang rakyat? Yeseo rasa Raja Kim bukan seorang yang naif.

Karena jika iya, maka seharusnya si penulis anonim itu telah lama meregang nyawa.

Membunuh hama kini bukan menjadi solusi terbaik karena hama-hama lainnya datang, namun bila tidak kunjung disingkirkan itu justru akan menghancurkan panen.

"Nona Yeseo Kang putri Viscount Kang dari Viskontessa untuk wangsa Principe."

Segera setelah pintu merah besar yang menjadi akses satu-satunya ke aula terbuka Yeseo segera disambut dengan sejumlah warna yang menjadi perlambangan wangsa asal dari masing-masing keluarga. Jangan tanyakan pada Yeseo terkait filosofi ataupun sejarah dari tiap wangsa ataupun warna dari pita yang kini menghiasai pergelangan tangan kanannya, karena dia buruk dalam dua pelajaran itu. Yeseo hanya tahu bila wangsa Principe identik dengan warna kuning terang yang mana dia membenci warna itu meski sang Ibu sering mengatakan jika itu sesuai dengan pakaiannya.

Yeseo hampir lupa dengan seperti apa rupa awal aula itu pada waktu kedatangannya di Rumah Putri siang tadi mengingat langit-langit aula dihiasi oleh banyak pita warna warni yang sekali lagi senada dengan tiap wangsa. Sedikit menyita perhatian Yeseo hingga tidak sadar bila sang Kakak sudah berada di sampingnya, menawarkan diri dengan sedikit gestur membungkuk untuk menjadi pasangan dansa. "Aku tidak yakin sebuah pesta akan diawali dengan sebuah dansa, aku pikir seperti kebanyakan pesta dansa selalu menjadi yang terakhir."

"Aku hanya bertingkah seperti seorang Kakak yang baik, menjaga agar tidak ada pemuda lain yang menggenggam tangan adik kesayanganku," ucap Taehyun yang kemudian membawa Yeseo ke salah satu meja bundar yang disediakan untuk wangsa Principe, sedikit jauh dari area tengah aula yang diisi oleh wangsa Koroleva. "Karena kau satu-satunya adik yang aku punya."

Memutar matanya singkat, Yeseo tahu hubungannya dengan Taehyun tidka lebih seperti kakak adik yang dipenuhi kebencian sebagai bentuk perwujudan rasa kasih. "Tapi aku masih tidak menyukaimu, Kak. Kau menyebalkan. Bahkan jika aku bisa meminta aku akan berdoa agar aku terlahir di sebuah keluarga bangsawan sebagai adik dari seorang gadis. Setidaknya kakak perempuanku akan membantuku untuk mencari seorang pemuda."

I Love How I'm CalledWhere stories live. Discover now