52

73 16 1
                                    

Penulis menantikan kehadiran Anda dan semua yang mendapatkan undangan ini untuk tidak terfokuskan pada kembang api pada puncak pesta.

***

Mashiro memeriksa jam yang berada di dinding kamarnya. Masih ada sekitar enam jam menuju tengah malam, waktu puncak pesta dimana kembang api akan dinyalakan dari menara kembar yang ada di selatan kedua rumah debutan. Waktu dimana semua yang hadir akan terfokus ke atas guna menikmati indahnya pendar cahaya di langit malam. Waktu yang bisa dikatakan tepat menjalankan rencana busuk bila ada.

"Kak Mashiro," panggil Hikaru yang sudah selesai dengan gaun dan tatanan rambutnya. "Apa ada masalah Kak?"

Dayeon yang bahkan telah siap dengan topeng berhiaskan renda berwarna merah ikut angkat bicara. "Kakak terlihat tidak begitu fokus sedari tadi," ucapnya. "Jika Kakak merasa sakit tidak masalah untuk mengambil istirahat."

Menggelengkan kepalanya yang kebetulan baru saja selesai diberikan hiasan. "Tidak, bagaimana aku bisa tidak hadir saat Hikaru yang bertugas sebagai pemain orkestra?" ucapnya mengingat seberapa giat si yang paling muda di antara ketiganya dalam berlatih biola bersama Ksatria Park hingga membuat beberapa ruas jemarinya lebam.

"Aku hanya memainkan satu lagu sebagai pembuka pesta, itu bukan apa-apa," elak Hikaru yang kini tengah dibantu pelayan untuk memasangkan topeng sewarna bunga lavender itu. "Tapi tolong doakan yang terbaik. Kak Mashiro, apa Kakak melihat kesialan dalam diriku hari ini?"

Entah apakah dikarenakan kondisi kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang dari Furstin yang mulai menurun atau karena Mashiro adalah teman sekamarnya, Hikaru kini jadi seorang yang sangat suka bertanya tentang nasibnya. Tidak muluk-muluk memang, hanya sebatas bertanya tentang apakah ada nasib sial yang membayangi untuk satu hari ini. Seperti saat mengahadapi ajakan dari Hendery Wong. "Kau dan dia tidak akan terlibat dalam suatu masalah, lebih baik lagi, dimasa depan kalian akan berguna bagi satu sama lain." Mashiro tidak tahu kenapa tapi Hikaru seperti memiliki ketakutan pada hal-hal yang sederhana.

"Tidak ingin duduk Nona Kim?" tanya Mashiro pada Dayeon yang sedari tadi masih bertahan untuk berdiri meski ada sebuah kursi kosong di samping Mashiro. Cukup tahu bila meski teman sekamar selama hampir satu musim debut, dua gadis ini sama sekali tidak dekat. Bahkan Dayeon yang memiliki riwayat buruk dengan Hikaru kini agaknya mulai menjalin pertemanan. "Anda menunggu untuk menyaksikan Nona Kang, bukan?"

Butuh beberapa waktu bagi Dayeon guna mempertimbangkan apakah dirinya akan duduk atau tidak, dan ya, gadis itu akhirnya menyanggupi ajakan Mashiro.

Persiapan yang telah dipersiapkan oleh para pelayan sedari siang tadi akhirnya bisa dinikmati, segera setelah matahari tenggelam bersamaan dengan dinyalakannya puluhan penerangan baik itu lampu ataupun lentera. Ada sebuah panggung dari kayu berukuran cukup luas yang dicat dengan motif bunga mawar sebagai pelataran dansa untuk nanti malam. Makanan dari berbagai wilayah yang mulai dikeluarkan dan ditata di meja yang telah dihias dengan banyak kelopak bunga, beberapa debutan nakal tentu akan mencuri barang satu atau dua buah. Namun mereka yang taat dan berpengalaman akan mengambil langkah seperti Mashiro, memutuskan untuk duduk pada satu dari beberapa kursi yang berotasi pada salah satu meja bundar agak besar yang ada di sekitar panggung.

Pesta puncak baru akan dimulai kala Lady Freifrau keluar dari tempatnya, sekitar satu jam dari sekarang, namun para debutan yang berpartisipasi pastinya perlu mempersiapkan diri. Seperti debutan tahun pertama lainnya, Hikaru berkumpul di area khusus berhiaskan kain berwarna putih dari tile guna mengiringi pembukaan pesta dengan sebuah lagu.

Pesta taman yang seperti ini adalah kesukaan Mashiro, sejauh ini. Tentunya hal ini juga bisa terjadi berkat bantuannya guna meramal cuaca.

"Apa ada masalah Kak?" tanya Dayeon. "Sedari tadi Kakak terlihat seperti sedang mencari seseorang. Apa itu Marquess Choi?"

I Love How I'm CalledHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin