16

99 32 0
                                    

Mashiro bisa meramal.

Tidak terlalu mahir sebenarnya, masih mahir kedua orang tuanya yang seakan mampu mendeskripsikan apa yang dapat mereka lihat dari sebuah peristiwa secara detail. Mashiro lebih suka mengatakan jika bakatnya ini sebagai keahlian untuk membaca pertanda, jadi apa yang dia katakan bukanlah sesuatu yang spesifik, masih sebuah kalimat perumpamaan dalam sebuah ungkapan yang harus dipecahkan terlebih dahulu. Dia adalah seorang biasa yang kebetulan saja ditunjuk sebagai penerjemah semesta karena menjadi yang paling sensitif ketimbang yang lainnya.

Earl Sakamoto maupun istri sama sekali tidak pernah mengajari Mashiro akan hal ini, mereka hanya melihat ketertarikan si putri semata wayang untuk melanjutkan budaya keluarga. "Kau dulu, suka sekali mengamati sisa ampas teh selepas perjamuan besar." Tidak menampik karena itu benar adanya, ada sesuatu yang selalu menarik dari sisa ampas teh yang biasanya langsung di buang oleh para pelayan. Sesuatu yang menarik Mashiro untuk menatap lebih lama gambar-gambar acak yang seakan tengah bercerita padanya.

Dalam buku keilmuan yang pernah gadis itu baca, kondisi ini dinamakan sebagai Pareidolia dimana beberapa orang sering kali memiliki kecenderungan untuk langsung memproses suatu benda mati menjadi gambar-gambar tertentu. Namun kondisi yang dialami Mashiro sedikit lebih parah. "Ampas teh yang tersisa kala aku mendoakan kerajaan ini memberikan gambaran yang tidak begitu bagus." Itu adalah ucapan Mashiro kala dirinya masih sangat kecil dan disimpan oleh anggota keluarga sebagai ramalan yang belum terlaksana. Dan meski belum-belum terjadi perpecahan yang timbul pada tubuh kebangsawanan mengingat tidak adanya seorang penerus laki-laki benar-benar sudah terasa.

Mashiro tentu berpikir bila itulah gambaran buruk yang dirinya tangkap, tapi kala memeriksanya melalui lima kartu tarot yang dirinya ambil acak keesokan harinya, dia rasa tidak. "Ibu dan Ayah tidak bisa melihat sejauh apa yang bisa Shiro lihat, kami hanya mengandalkan dirimu kali ini." Tidak ada kartu perlambang kematian yang muncul, bahkan yang muncul seingat Mashiro memiliki makna perlambangan yang positif.

Emperor.

Justice.

Temperance.

Moon.

Power.

Semuanya berada pada posisi tegak, tidak berbalik. "Aku melihat adanya penerus lain dalam kerajaan kita, seorang putra yang diberkahi oleh bulan mungkin? Entahlah, untuk saat ini bulan sepertinya masih terlalu dini untuk menampakkan diri hingga memutuskan untuk menyembunyikan dirinya," ucap Mashiro yang kala itu dengan hormat dipanggil oleh pihak istana. Mendapatkan mandat untuk melihat apakah ada kemungkinan kelahiran seorang Pangeran dalam waktu dekat. "Pangeran ini akan memimpin kerajaan dengan bijak selama Tuan Putri Kerajaan Chaehyun berada di sampingnya."

Mashiro awalnya merasa yakin, hanya saja tidak sampai mengucapkannya pada sang Raja. Namun hingga lebih dari sepuluh tahun, Mashiro mulai merasa bila dia untuk pertama kalinya salah dalam memberikan ramalan. "Lalu siapa? Si Pangeran Bulan ini?" tanya Mashiro pada sang Ayah meminta sebuah kejelasan karena tidak ada anggota keluarga lain yang diberi izin oleh semesta untuk melihatnya.

"Mungkin ini tidak semudah kelihatannya Shiro, tapi semesta menginginkanmu untuk mencarinya."

Apakah Mashiro mencarinya? Tidak juga. Bahkan terkadang dia juga melupakan hal itu.

Petuah lama keluarga Sakamoto mengatakan untuk tidak terlalu berambisi terhadap sebuah ramalan atau kau justru akan mendapatkan sebuah kutukan. Mashiro mencoba mengikuti saran dimana dia harus bersabar, tapi sampai kapan?

"Nona Sakamoto," ucap seorang pelayan yang semula ada di depan kamar asrama Mashiro dan kini tengah berada di pintu balkon. "Putri Huening, Nona Choi, dan Nona Seo datang untuk menemui Anda."

I Love How I'm CalledWhere stories live. Discover now