50

84 16 1
                                    

"AKU HARUS BAGAIMANA?!"

Hikaru sudah melakukan hal yang sama berulang kali sejak naik ke kasurnya sore ini. Menyelimuti tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu menendang-nendang udara hingga kasurnya berderit ribut. Beruntung malam ini tidak ada jadwal pesta dansa, jadwalnya besok. Dan itu lebih buruk lagi. "Ada kemungkinan Hendery Wong ingin datang bersamamu di pesta itu."

Ini buruk. "AKU TIDAK MAU!" teriak Hikaru yang tertahan karena gadis itu membenamkan wajahnya pada bantal.

Mashiro yang baru saja keluar dari kamar mandi guna mencuci muka mendekat. "Sudah berapa lama dia seperti ini?"

"Sekitar setengah jam dan akan terus berlanjut bila Kakak tidak turun tangan," jawab Dayeon yang sebenarnya sudah ingin bersiap tidur bilamana Hikaru tidak menyuruhnya untuk menemani. "Aku tidak paham, memang apa masalahnya dengan Hendery Wong? Aku pikir dia seorang yang baik dan menghargai perempuan. Tidak banyak pemuda di kalangan kita yang seperti itu."

"Bukan itu masalahnya," cicit Hikaru pelan.

Mashiro yang mungkin agak mengetahui perkara ini hanya bisa duduk di ranjang Hikaru sambil mengelus punggung gadis itu agar sedikit terkontrol. "Dia jatuh cinta pada seseorang, dan itu bukan Hendery Wong."

"Menggelikan untuk mengharapkan cinta dari sebuah pernikahan." Tidak menyalahkan Dayeon, orang-orang dari Ehzerhogin pasti tidak memahami pola pikir Furstin yang masih percaya atas keterikatan antara cinta dan pernikahan. "Tidak menyalakan ataupun menyudutkan, tapi sebagai contoh kedua orang tuaku. Mereka tidak saling mencintai tapi lihat? Mereka punya aku dan Sunwoo sekarang."

Bukannya merasa termotivasi, Hikaru justru merasa hidup akan benar-benar mengerikan bila dia tidak menemukan pemuda yang bisa mencintainya dengan cara yang benar. Mendudukkan dirinya hingga membuat selimut yang semula menutupi tersingkap dan jatuh ke lantai. "Kak Dayeon," ucap Hikaru. "Kalau semisal Viscount Kang datang dan melamar Kakak, apa yang akan lakukan?"

"Sudah jelas aku akan menolaknya, apa lagi yang bisa aku lakukan?" jawab Dayeon dengan santai seolah itu bukanlah sesuatu yang sulit. Tidak seperti pandangan Hikaru mengingat Taehyun adalah temannya, atau mungkin justru karena itu Dayeon merasa dapat memutuskan hal itu dengan mudah. "Taehyun itu temanku, kita tidak akan berakhir sebagai sepasang kekasih apalagi menikah."

Mashiro menggelengkan kepalanya. "Kau salah bertanya," ucap si gadis Sakamoto itu. "Harusnya kau bertanya, di antara Hendery Wong dan Beomgyu Choi, siapa yang akan kau pilih bila dua pemuda itu mengajukan lamaran?"

"Kenapa Beomgyu Choi?" Pertanyaan itu bukan hanya terlintas di pikiran Hikaru, tetapi juga terucap dari bibir Dayeon. "Tapi Kak Mashiro ada benarnya, oke. Sekarang aku paham dengan posisi Hikaru. Aku akan memilih Beomgyu Choi?"

Hikaru rasa dia ingin menangis.

Hari ini ada banyak hal yang harus dia lewati dan telaah menggunakan otak. Mulai dari pemberontakan dari wilayah Furstin yang entah itu memang benar atau hanya sekedar berita bohong untuk memanas-manasi rakyat yang kini baru sama menghirup aroma segar perdamaian. Lalu kini? Tentang Dayeon yang seperti mungkin menyukai Beomgyu Choi, namun penjelasan untuk itu dipaparkan sebagai sesuatu yang sulit untuk dimengerti.

Oh, sejak kapan jatuh cinta pada seseorang bisa serumit dan sesulit ini?

Tapi Dayeon ada benarnya. Hikaru juga tidak mungkin menjadi kekasih apalagi menikah dengan temannya sendiri. Itu akan jadi aneh. Membayangkan dirinya dan Sunghoon damai dalam waktu satu jam saja bahkan sudah mengerikan. Maka bila Hikaru berhasil membuat Hendery menjadikan dirinya teman, bukankah si pemuda juga tidak akan mungkin menikahi dirinya?

Namun Hikaru agaknya perlu pendapat dari seorang lain.

"Kau pagi-pagi menemuiku hanya untuk menanyakan hal itu?"

"Tolong bantu aku sekali ini saja dan aku berjanji akan memberikanmu pedang baru. Ya? Tolong? Aku mohon." Sebenarnya ini salah Niki yang mengatur janji temu antara Hikaru dengan Henderyt pada waktu sebelum jam makan siang. Bahkan karena itu pula Hikaru memutuskan untuk membawa jatah sarapannya ke Rumah Putra dikarenakan akan membahas perkara itu bersama si kawan. "Sunghoon, aku benar-benar butuh bantuanmu. Jawab saja pertanyaanku dan aku janji akan berusaha memanggilmu Kak jika aku ingat."

Sunghoon yang hanya sebatas mencuci muka itu sebenarnya semalam kurang tidur karena melakukan pengecekan langsung terhadap kondisi Ksatria Sihir Lee yang sore ini sudah sadar atas perintah Jay. Tapi sebagai sepupu yang baik, tidak ada salahnya untuk sekedar memastikan kondisi Youngeun, agak lucu karena gadis itu seperti tidak ingin bangun. Niat hati ingin tidur sampai agak siang, dan Hikaru sudah mengetuk pintu kamarnya ribut selayaknya ingin mengundang pertengkaran. Tidak jadi marah karena gadis itu berhasil memenangkan hati Sunghoon dengan membawa sekeranjang penuh roti untuk sarapan.

"Jika mau cepat, aku ingin tidur setelah ini."

Menganggukkan kepala ribut dan semangat. "Apa benar seseorang tidak akan menikahi temannya?"

"Ya! Siapa yang mengatakan hal itu?!" Respon yang diberikan Sunghoon agaknya terlalu cepat dari apa yang bisa Hikaru bayangkan. "Tapi itu ada benarnya juga sih."

"Benarkah? Kak Dayeon yang memberitahuku, dia mengatakan kalau dia tidak mungkin akan menikah dengan Viscount Kang karena keduanya berteman. Sedikit aneh buatku tapi kalau diingat, bukankah kita juga berteman?"

Membenarkan posisi duduknya, Sunghoon sedikit berdeham. "Sebenarnya tidak bisa ditarik kesimpulan seperti itu, beberapa hubungan pertemanan justru menjadi awal atas hubungan romansa. Namun bila yang kau maksudkan adalah hubungan pertemanan yang benar-benar dekat atau mungkin persahabatan antara laki-laki dan perempuan, itu tidak mungkin terjadi. Biasanya salah seorang dari mereka menyukai sahabatnya sendiri sedangkan yang satunya menyukai sosok lain, ada hal konyol juga bila keduanya sebenarnya saling menyukai. Namun karena tidak ingin merusak hubungan itu dengan melangkah semakin dalam, mereka lebih memilih untuk memendamnya. Berpikir itu hanyalah rasa mual karena terlalu banyak makan manisan atau keracunan hingga diare, intinya berusaha untuk saling melupakan hingga pada akhirnya bersatu dengan orang lain."

"Ah, jadi begitu ya," ucap Hikaru. "Terima kasih Kak Sunghoon."

Sayangnya ada satu fakta yang membuat Hikaru menghentikan senyumannya. Bagaimana dengan Niki yang hanya menganggapnya sebagai seorang Kakak?

"Dan satu lagi! Kalau bisa, bantu aku untuk menjadi sahabat Marquess Wong."

"Jadi dia yang ingin melamarmu?"

"Entahlah, tapi Niki sepertinya ingin menjodohkanku dengan sosok itu. Tapi ngomong-ngomong, Sunghoon, maksudku Kakak tahu penjelasan itu semua dari mana?"

"Aku? Tahu darimana?" Sunghoon sebenarnya sudah beranjak dari duduknya, hendak kembali tidur. Namun masih menyempatkan diri untuk menoleh dan menjawab. "Aku pernah menjadi dia yang menyukai sahabatnya hingga memutuskannya untuk pergi."

"Dia pasti gadis yang beruntung karena pernah disukai oleh Kakak. Seandainya dia tahu itu."

"Aku rasa keberuntungannya ada di tempat lain."

I Love How I'm CalledWhere stories live. Discover now