Chapter 3 - I Need To Get Away

49.6K 5.1K 66
                                    

Satu jam kemudian aku masih bersama Emma ngopi di kantin rumah sakit. Aku sangat bersyukur karena sepertinya Emma tau aku sudah tidak lagi ada hubungan apapun dengan adiknya, sehingga pembahasaan kami jauh dari orang itu. Dan kemudian dia memastikan keyakinanku tentang dia tau soalku dan Ezra ketika aku lagi-lagi ragu soal mendaftar program NYU Langone teaching hospital.

"Ezra sekarang tinggal di London."

Sulit untukku menutupi keterkejutanku dengan informasi yang mendadak diberikan Emma. Ezra di London?

"Jadi kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak pernah bertemu dengannya lagi di New York belakangan ini."

Rentetan pertanyaan muncul di benakku. Sejak kapan Ezra tinggal di London? Untuk apa? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana kabarnya?

Enough, Kaniss. Apapun yang dia lakukan bukan urusanmu.

"Oh, gitu," jawabku canggung.

Emma tersenyum, membuatku semakin merasa canggung. "Please, pikirkan kesempatan ini baik-baik. It will be awesome to have you there."

Aku menarik nafas panjang sebelum membalas senyumannya. New York?

---

Aku baru pulang ke rumah pukul setengah sepuluh malam dengan harapan tante Erna sudah tidur. Tapi harapanku tidak terkabul. Tante Erna masih menonton TV di ruang keluarga.

"Anak perempuan ga kurang malem pulangnya?" sindirnya begitu dia menemukan sosokku.

"Biasanya ga pulang, Tan, kalo jaga malem," jawabku cuek, tidak peduli dengan ucapan sinis tanteku ini. Aku buru-buru beranjak menuju kamarku.

"Jangan naik dulu, dong. Temenin Tante sebentar."

Dengan sangat terpaksa aku kembali ke ruang keluarga dan duduk di sofa di samping sofa yang diduduki tante Erna. Aku langsung memperhatikan tayangan di TV, berharap aku hanya perlu menemaninya dalam diam. Tapi tentu saja, bukan tante Erna kalau dia tidak bersuara.

"Tante mau nanya serius sama kamu."

Aku menarik nafas panjang. Here it goes.

"Umur kamu berapa sekarang, dua delapan?"

"Dua enam."

Tante Erna mengernyit seolah tidak percaya dengan usiaku. "Oke, dua enam. Sasha itu baru dua empat dan sebentar lagi nikah." Sungguh, aku tidak peduli kapan sepupuku itu akan menikah atau berapa pun usianya. "Kamu," nada suara tante Erna sangat merendahkan, seperti biasa, "dua kali bertunangan tapi ga ada yang jadi."

Aku memejamkan mataku sejenak sambil menarik nafas. Kalau saja perempuan ini bukan adiknya bunda, entah apa yang aku akan kuperbuat kepadanya. Aku harus menahan emosiku. Tidak ada gunanya berdebat dengan tanteku ini.

"Sasha kapan nikah, Tan?" tanyaku, berusaha setengah mati untuk terdengar santai.

"Empat bulan lagi," jawab tante Erna kelewat bangga.

Oke. Program di NYU Langone dimulai tiga bulan lagi. Datang ke acara pernikahan Sasha, yang berarti bertemu barisan orang-orang sejenis tante Erna adalah mimpi buruk. Ternyata tidak sulit untukku membuat keputusan ini. Aku akan mendaftar untuk program itu. Bagaimana pun caranya, aku harus pergi jauh-jauh dari negara ini.

CollidedWhere stories live. Discover now