Epilogue

87.9K 3.8K 334
                                    

(DISCLAIMER! Explicit content. Read at your own risk)


Enam bulan kemudian

"What the fuck, ngapain lo nelpon gue?" hardik Dewi begitu mengangkat telfonku.

"Gue ga tau mesti ngapain nih," bisikku panik. Aku sudah berjalan bolak-balik di tempat sejak lima belas menit yang lalu.

"Ini lo lagi dimana sekarang?" tanya Dewi jengah.

"Di kamar mandi."

"Ezra?"

"Lagi ganti baju kayaknya." Aku menatap pintu kamar mandi yang tertutup.

Dewi kemudian tertawa. "Ini makanya people should have sex before marriage. Paling engga buat latian. Panik kan lo sekarang?"

Aku berdecak kesal. Dewi tidak menganggapku serius. Mungkin seharusnya aku menelfon orang lain, tapi aku tidak punya teman yang senyablak Dewi. Yang bisa membantuku di saat-saat seperti ini. "Gue mesti ngapain sekarang?"

"Honey, ini malam pertama lo. Have sex!" seru Dewi geli. Mungkin ini lucu untuknya, tapi aku benar-benar panik. "Lo udah bikin doi nunggu for like what? Setaun? Nikah udah, nunggu apa lagi sih?"

"Itu dia... kalo gue mengecewakan gimana? Kalo dia nyesel gimana? I don't know how to do this!" Aku tidak berhenti memutari kamar mandi ini saking paniknya. Untung kamar mandi villa ini sangat luas sehingga aku tidak mutar-mutar di situ-situ saja.

Dewi lagi-lagi tertawa. "Terus kalo iya, dia bisa apa? He's married to you now. Lagian ya kali dia nikahin lo cuma buat seks." Aku diam. "Lo ga beneran mikir gitu kan?!" seru Dewi tidak percaya. 

Tentu saja aku tidak berfikir Ezra menikahiku semata-mata agar aku mau tidur dengannya. Tapi sekarang, karena rasa panik dan takut, aku tidak bisa mengenyahkan bayangan seandainya Ezra--yang sudah bersedia menunggu malam ini berbulan-bulan, yang sudah merubah pemikirannya soal pernikahan karena aku--nantinya kecewa karena ternyata aku tidak seperti yang dia harapkan. Apalagi dia sangat berpengalaman soal ini. 

Shit... aku tidak menyangka malam pertama akan semenakutkan ini, despite betapa indahnya pesta pernikahanku dan Ezra sore tadi. Kami memutuskan untuk menikah di Bali karena selain ini dimana kami pertama kali bertemu, I've always wanted to get married on a cliff in Bali.

"Gue mesti gimana, Wi? Dia berpengalaman sedangkan gue ga tau apa-apa. Gue beneran nervous parah nih."

Kudengar Dewi menghela nafas panjang. "Sebagai cewek, lo ga perlu takut lo payah. Percaya sama gue, cewek ga butuh pengalaman buat jago di ranjang. Lagian ini malam pertama lo, lo jangan ngarep bakal luar biasa ampe bikin mau pingsan kayak di film-film. In reality, first time doesn't always what you thought it'd be. You just have to get on with it. It'll improved over time," terang Dewi serius. Aku mendengarkan dengan seksama. "Lagian gue yakin Ezra pasti tau mesti ngapain." Lagi-lagi Dewi terkekeh jahil. Wajahku memanas memikirkan Ezra yang sedang menungguku di luar.

"Thanks for the pep talk," ucapku sarkastik dan Dewi tertawa. Meski begitu, ucapan Dewi membuatku jauh lebih tenang. Tidak salah aku menelfonnya.

"You're most welcome," jawab Dewi. "Lo pake apa sekarang?"

Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Dewi, tapi tetap kujawab juga. "Lingerie," jawabku malu-malu.

"Yang gue beliin bukan?" tembaknya.

"Engga!" jawabku cepat lalu segera menurunkan volume suaraku takut Ezra bisa dengar. "Gila yang lo beliin sih sama aja ga pake baju." Memang iya, Dewi memberiku hadiah beberapa lingerie yang semuanya model two piece dan transparan. Aku tidak seberani itu. Belum.

CollidedWhere stories live. Discover now