Chapter 17 - This Is Maddening

39.5K 4K 18
                                    

Begitu pintu ditutup, aku sedikit menunduk untuk meletakan sebelah tanganku di balik lutut Kaniss lalu membopongnya sampai ke kasur. Dia terus bergumam tidak jelas ketika aku melepas jaket dan sepatunya. Dia memang kelewat bawel kalau sudah mabuk. 

Aku berdebat keras apa sebaiknya aku membuka sweater-nya dan menggantinya dengan salah satu kaosku. Sweater-nya cukup lembab karena cuaca dingin di luar, tapi dia akan membunuhku begitu tau aku menggantikan pakaiannya. Tapi tidak mungkin aku membiarkannya tidur dengan mengenakan baju lembab. Terakhir kali aku dihadapkan dengan situasi ini, setahun yang lalu, aku belum peduli sama sekali dengannya. Jadi yang kulakukan hanya meminta pekerja hotel untuk mengurusnya sementara aku langsung tertidur lelap di kamar lain. Kali ini tidak ada yang bisa kumintai tolong. 

Akhirnya kuputuskan untuk melepas sweater-nya tanpa melepaskan tank-top hitam yang dikenakannya.

Padahal dia masih terhitung mengenakan pakaian lengkap dengan tank-top dan jinsnya—hell, aku sudah sering melihat wanita telanjang—tapi dia benar-benar membuatku reflek menelan ludah. I bet she's been working out. Dia terlihat lebih fit dengan lekukan dan otot yang lebih kencang. Apa pinggangnya selalu seramping ini? Dan dadanya... holy shit. I've met too many women dying to have those cleavage. Not too big. Just the right fucking amount. God, she's perfect

What. The. Actual. Fuck.

Did I just turned on by a drunk girl?

No way. Wanita mabuk adalah kondisi wanita yang paling kuhindari karena benar-benar membuatku risih. Terlebih ketika bergumam tidak jelas seperti yang Kaniss lakukan saat ini. And I'm not that low to actually touch a drunk woman.

Here she does it again. She proves me one thing. That she drives me crazy.

Sebelum akal sehatku kembali dikacaukan, aku buru-buru memakaikan Kaniss sweater pertama yang kutemukan di dalam lemari. Tentu saja kebesaran di tubuhnya, tapi justru membuatnya terlihat menggemaskan. Ini membuatku seketika ingin memeluknya, menyelimutinya, memastikan kalau dia tidak kedinginan.

I really am out of my mind. One minute I want to fuck her, one minute she's a child.

Dan yang sekarang kulakukan adalah menatapi bibirnya.

Fuck. This is maddening.

Kalau dia tidak mabuk, aku sudah pergi mencari hotel untuk menginap. Pikiranku sudah cukup kacau dengannya berada di dalam satu kota, let alone di dalam satu kamar. Tapi tidak mungkin aku meninggalkannya sekarang. Dia bisa saja membutuhkan bantuanku.

Aku pun mengambil ponselku dari kantong celana. "Hai, Chase. Aku tidak jadi datang, ada urusan mendadak... bukan urusanmu. Bye."

Begitu aku mematikan telfon dan meletakkan ponselku di atas meja, aku duduk beberapa saat di pinggir kasur sambil memperhatikan Kaniss yang sudah terlelap. Aku berusaha keras untuk mengingat kembali alasan kenapa aku memilih untuk mundur, karena, God, saat ini rasanya tidak mungkin ada alasan masuk akal yang bisa membuatku meninggalkan wanita ini.

CollidedWhere stories live. Discover now