Chapter 10 - What the...

40.5K 4.1K 54
                                    

EZRA

What the hell.

Kupikir cuaca di New York akan lebih baik dibandingkan London. Bukankah seharusnya sudah masuk musim semi? Oh, this climate change thing kills me.

Karena keterlambatan penerbangan, baru hampir tengah malam aku sampai di bandara JFK. Untungnya aku bisa segera mendapatkan taksi sebelum terlalu kesal karena berdiri dengan cuaca sedingin ini. Aku tidak menyangka malam ini akan sedingin ini dan aku tidak menggunakan jaket yang cukup tebal. Aku harus segera sampai dan menghangatkan diri di kamarku.

"Welcome to New York!"

Aku yang baru menutup pintu taksi langsung memutar bola mataku jengah. Ini sudah tengah malam dan supir taksi ini masih saja berusaha menjadi warga yang baik dengan bersikap sebagai tuan rumah yang ramah. Aku hanya memaksakan tersenyum tipis ke arahnya lewat kaca spion karena sepertinya dia tidak akan menjalankan kendaraan ini kalau belum melihat responku.

"Tujuan?"

"Murray Hill, please."

---

KANISS

Aku tidak bisa tidur. Aku sudah bolak-balik mencari posisi yang enak di atas kasur ini, tapi aku tetap tidak bisa tidur. Aku bukan orang yang sulit untuk tidur di tempat asing. Aku sendiri tidak tau apa yang membuatku sulit untuk memejamkan mata. Ini sudah lewat tengah malam dan aku harus berada di rumah sakit jam delapan pagi nanti.

Argh.

Aku pun bangkit dari kasur, berharap segelas coklat hangat bisa membuatku terlelap. Tadi siang aku sempat membeli satu saset coklat dari kantin dan masih berada di dalam tasku. Aku hanya perlu menyeduhnya dengan air panas.

Tapi ketika aku baru meraih cangkir dari lemari kabinet di atas meja dapur, ada bunyi langkah kaki di koridor luar. Dan sebelum aku sempat memproses siapa yang kira-kira berjalan di koridor tengah malam, terdengar bunyi kunci dimasukan ke pintu apartemen ini. Dan seperti dalam gerakan pelan, aku melihat knopnya bergerak.

---

EZRA

Aku tidak tau harus bersyukur atau mengumpat mendapatkan supir taksi yang ugal-ugalan mengendarai mobil ini dengan kecepatan di atas speed limit. Walaupun aku sudah hampir muntah karena caranya berkendara, setidaknya aku sampai di apartemenku lebih cepat. Dan aku memberi supir ini bayaran bonus untuk itu.

Dengan menenteng koperku, aku berjalan cepat menaiki pavement yang licin karena bekas salju. Sepertinya aku harus memperpendek rencanaku singgah di New York. Aku harus segera pergi ke daerah tropis sebelum dibuat gila dengan cuaca seperti ini. Hampir setiap musim dingin aku selalu pergi dari New York.

Suasana apartemen terasa sepi—tentu saja, ini sudah tengah malam. Aku berusaha sepelan mungkin menaiki tangga karena tidak ingin membangunkan Mrs. Everett. Perempuan itu bisa sangat annoying kalau dia inginkan.

Sudah lebih dari tiga bulan aku tidak pulang. Mudah-mudahan mesin penghangat ruangan yang mudah rusak itu tidak bertingkah. Hell, aku tidak peduli. Yang penting aku harus segera sampai di kasurku dan tidur. Tapi ketika aku membuka pintu apartemenku, hal yang tidak masuk akal terjadi.

What the...

CollidedWhere stories live. Discover now