Chapter 36 - You're Torturing Me

27.3K 2.7K 15
                                    

Apartemen Ezra kosong ketika aku pulang. Tentu saja, ini baru jam setengah lima sore dan aku tidak pernah pulang seawal ini selama programku berlangsung. Aku memutuskan untuk berganti pakaian di apartemenku lalu memasak untuk makan malam di apartemen Ezra—apartemenku tidak memiliki alat dapur selengkap apartemennya. Aku belanja keperluan masakku di minimarket dekat dengan apartemen. Ezra datang ketika masakanku hampir selesai.

"Kaniss?" kudengar suaranya memanggilku. Kepalanya tak lama muncul di pintu dapur. "Lo masak?" wajahnya terlihat heran sekaligus khawatir, membuatku mau tertawa.

"Iya. Gue balik awal tadi," jawabku sambil mengaduk ayam teriyaki yang hampir matang. Aku tidak tau apa makanan favorit Ezra, tapi kuharap ayam teriyaki yang selalu menjadi masakan andalanku ini diterima perutnya.

Ezra menghampiriku. "Are you alright?" tanyanya sambil memasukan jari kelingkingnya ke dalam masakanku lalu mengisapnya. Kupukul pelan tangannya. "Well, at least your cooking is alright."

Aku mendengus tertawa dengan ucapan Ezra. Kemarin dia sangat manis terhadapku, which was good karena memang itu yang kubutuhkan. Tapi syukurlah hari ini dia sudah kembali menjadi Ezra yang biasa.

"Sana, duduk di meja makan. Bentar lagi selesai," perintahku. Ezra menurut, hanya saja dia memilih duduk di kursi bar menghadapku daripada duduk di meja makan.

"Gue ga tau lo bisa masak," ucap Ezra sambil bertopang dagu di atas meja bar.

Aku menoleh ke arahnya di belakangku. "Masih banyak yang belom lo tau soal gue," ujarku sambil tersenyum.

"Oh, ya? Like what?" goda Ezra yang mengulum senyum terlihat terhibur.

Aku kembali membelakanginya. "I don't know," aku mengangkat kedua bahuku ringan. "Gue bisa nyanyi, sometimes."

Tawa Ezra meledak. "You don't strike me as a singing type," ledeknya.

"I don't strike you as a cooking type, do I?"

Lagi-lagi Ezra tertawa. "You're surprisingly in a good mood."

Masih membelakangi Ezra, aku mengangkat kedua alisku baru sadar kalau ucapan Ezra benar; I'm suprisingly in a good mood. "Udah sana, ganti baju dulu."

"Alright."

Aku tersenyum melirik Ezra yang sudah berjalan menuju lemari bajunya. Kami sudah seperti pasangan suami istri bukan? Aku bergidik geli sendiri dengan pemikiran itu, tapi bukan berarti aku tidak suka. The thought of having Ezra for the rest of my life isn't so bad.

"What's this?"

Sambil meletakan ayam teriyakiku di piring, aku menoleh dan mendapati Ezra sedang memegang berkas milikku yang tadi kuletakkan di atas meja. Aku sengaja membawa berkas itu ke sini karena masih ada yang harus kuisi.

"Oh, itu fotokopi data penting dari rumah sakit. Sama ada review paper yang harus gue isi." Aku menata meja bar dengan ayam teriyakiku dan potato wedges yang kubeli di kafe sebelah minimarket.

"You listed Emma as your emergency contact?" protes Ezra.

Aku tidak mengerti kenapa Ezra terkejut. "Siapa lagi?"

"Gue?" Dia menatapku dengan dahi menyatu tajam. Aku mau tertawa melihatnya protes seperti anak kecil.

"Waktu gue ngisi data itu, lo halfway across the world."

"Tell them you're changing it."

"Ck. It's not that important."

"It is," tegas Ezra. "Gue harus jadi yang pertama tau if anything happened to you."

Aku mengulum senyum melihat sikapnya. Aku berjalan mendekat ke arahnya yang masih menyatukan kedua alis tebalnya. "Iya, iya. Besok gue urus. Chill." Begitu aku sampai di hadapannya, aku sedikit berjinjit untuk memeluk lehernya lalu mengecup bibirnya hangat. Bisa kurasakan dia terkejut dengan gesturku yang tidak biasa ini. Aku tidak pernah menciumnya duluan.

Tapi tidak lama untuk Ezra lepas dari keterkejutannya. Tangannya dengan cepat meraih pinggangku dan bergerak ke atas sampai meraih tengkukku. Intensitas ciumannya meningkat lebih cepat dari biasanya. Although I'm enjoying this very very much, aku menarik wajahku menghentikan adu lidah yang kami lakukan.

"Waktunya makan," bisikku sambil mengatur nafas.

"Can't I just eat you?" tanyanya masih dengan mata terpejam.

"Ck," mataku membulat protes walaupun dalam hati jantungku berdegup tidak karuan. Aku tidak pernah sesulit ini mengontrol diri. Ezra berbeda. Dengannya aku dibuat berfikir keras apa sebaiknya aku tetap memegang teguh prinsipku untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah. Saat-saat seperti ini bisa membuatku justru merasa bodoh masih memegang prinsip itu.

Sebelum aku kembali loncat ke pelukannya, aku berbalik dan berjalan menuju meja bar. Kudengar Ezra mengerang protes.

"You can't just turned me on and then hang me to dry. You're torturing me," protesnya. "It's cruel you know."

Aku mendengus sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menyeringai tipis. "Let's just eat."


CollidedWhere stories live. Discover now