Chapter 31 - Old Wound

26.9K 2.9K 9
                                    

Jadi pasien yang baru saja datang itu tunangannya? Aku menoleh ke arah dokter-dokter dan suster yang sedang bertindak amat gesit berusaha menyelamatkan pria itu. Tapi kemudian pria itu coding sebelum dr. Cliff sempat datang, dan dokter muda itu pun berusaha memberi CPR beberapa kali, namun gagal. Dan ketika sang dokter muda dan para suster berhenti bertindak, perempuan di sampingku ini menjerit histeris sampai berlutut di lantai.

Secara reflek, aku berlari menuju gurney tempat pasien berada, merebut alat pacu jantung dari tangan dokter muda itu, lalu berusaha memberi CPR. Pria yang terkapar penuh darah di hadapanku ini tidak juga merespon. Alat pendeteksi denyut jantung tidak berhenti mengumandangkan satu nada, yang berarti tidak ada detak. Tapi aku tidak menyerah. Aku memaksakan memompa jantung pria ini dengan tanganku. Aku tidak boleh menyerah. Aku tau persis perasaan perempuan yang sekarang terduduk di lantai merasa hidupnya hancur. Pria ini tidak boleh mati.

"Dr. Farah." Aku merasa bahuku dipegang seseorang. Aku menoleh tanpa menghentikan kedua tanganku dari memompa jantung pria ini. Dr. Cliff menatapku lirih. "Kuminta kau berhenti. Pria ini sudah tidak terselamatkan."

"Tidak!" bentakku tegas sambil terus memompa.

"Dr. Shawn, time of death?" Dr. Cliff pelan bertanya pada dokter muda di hadapanku.

"Tidak!" seruku melarang. Tidak. Pria ini tidak boleh meninggal. Tidak di depan tunangannya. Tidak dengan cara ditabrak. Tidak semendadak ini.

Aku tidak tau apa Dr. Shawn—si dokter muda—melakukan apa yang Dr. Cliff perintahkan; mengumumkan waktu kematian pasien ini, tapi mereka membiarkanku terus memompa pasien ini. Sampai akhirnya tanganku dipegang Dr. Cliff.

"Cukup."

Tidak.

"Dr. Farah."

Tidak.

"Time of death, 8.49 a.m." Dr. Cliff sendiri yang mengumumkan. Aku pun tersentak.

Keadaan ini, perasaan ini, terlalu familiar.

Aku terhuyung mundur. Aku menoleh ke arah tunangannya yang terdiam menatap hampa gurney kekasihnya yang tidak bisa terselamatkan. Dia tidak lagi histeris, tapi ini justru lebih menyakitkan. Jantungku serasa diperas. Dan ketika aku kembali menoleh ke arah jenazah ini, yang kulihat adalah wajah Tama yang berlumuran darah.

Dengan cepat aku berbalik keluar dari ruang E.R. Aku sempat berpapasan dengan Aiden. Aku tidak sadar kapan dia kembali ke E.R, tapi aku tidak mau melihat wajahnya. Aku tidak mau melihat siapapun. Aku butuh sendirian. Dan aku pun melangkah cepat menuju gudang penyimpanan dekat dengan on-call room.

Aku terduduk di lantai memeluk kedua lututku sambil bersandar pada rak berisi kapas dan perban. Secara otomatis aku menangis. Tubuhku gemetar hebat. Aku tidak tau kenapa aku seperti ini. Kupikir aku tidak akan seperti ini lagi.

Aku berusaha kuat untuk tenang, tapi air mataku terus mengalir. Nafasku semakin pendek. Semua memori tentang kematian Tama kembali muncul ke permukaan. It was years ago, yet it feels like it just happened. Dan aku tidak tau apa yang kumau sekarang

Inilah alasan kenapa aku dulu berhenti menjadi seorang dokter. Mungkin memang sebaiknya aku tidak pernah kembali ke dunia ini.

Collidedजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें