Chapter 63 - We Are Not Destined To Be Together

25.5K 2.4K 8
                                    

Keesokan harinya, aku langsung memulai rencanaku untuk belajar mati-matian. Aku belum bisa ke rumah sakit karena Dr. Weisz menyuruhku beristirahat satu atau dua hari sampai aku benar-benar merasa lebih baik. Physically, I feel fine. Pikiranku yang menjadi masalah. Ironisnya, justru beristirahat sendirian di apartemen Logan membuatku semakin buruk.

Tidak, tidak, tidak. Aku baik-baik saja. Aku hanya perlu mengalihkan pikiranku dengan menghafal semua materi-materi penting untuk ujianku minggu depan.

Seharian penuh aku belajar. Aku hanya berhenti untuk mandi dan makan. Logan bertugas di rumah sakit sejak pagi tadi dan dia berjanji akan membawakan makanan enak begitu jam kerjanya selesai. Seharusnya sebentar lagi.

Bukannya makanan dulu yang kuterima, tapi suara ribut Logan yang kudengar dari jendela kamar. Jendela kamarku langsung menghadap bagian depan gedung. Aku berdiri di dekatnya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Apartemen ini berada di lantai tiga, jadi aku bisa melihat Logan cukup jelas dari atas sini. Hanya saja aku tidak bisa melihat siapa yang dia ajak bicara. Yang kulihat hanya Logan berdiri sendiri di pavement berbicara dengan pintu masuk gedung.

"Kau benar-benar tidak bisa membiarkannya sendiri, bukan?" hardik Logan samar-samar terdengar. Aku menempelkan telingaku lebih rapat. Sebenarnya aku bisa saja mengeluarkan setengah badanku lewat jendela untuk melihat siapa yang Logan ajak bicara. Tapi tidak mungkin aku melakukannya. Memalukan.

Aku pun diam saja berusaha mendengar suara balasan. Tapi sama sekali tidak terdengar. Yang kudengar lagi-lagi Logan. "Dia jelas-jelas bilang tidak mau bertemu denganmu lagi. Bagian mana yang tidak kau mengerti?"

Nafasku tercekat. Sepertinya aku tau siapa yang Logan ajak bicara. Sebagian dari diriku berharap dugaanku benar, tapi sebagiannya lagi berharap sebaliknya. I hate him. And I hate him more for making me feel like this.

Sekuat tenaga aku bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di bawah dan apakah tebakanku benar. Aku kembali duduk di meja belajarku dan kembali mencatat. Percuma. Tidak ada yang masuk ke otak.

Menyerah, aku pun berdiri di depan pintu masuk apartemen, menunggu Logan. Aku tau Logan sudah naik karena suaranya tidak lagi terdengar dari jendela.

Begitu Logan masuk, kedua alisnya terangkat melihatku sudah berdiri menghadapnya. Aku melipat kedua tanganku di depan dada. Berbagai skenario sudah kusiapkan di otakku untuk memancing Logan agar mengatakan siapa yang dia ajak bicara tadi.

Tapi tentu saja, mulutku lebih cepat dari otakku. "Ezra di bawah?" tanyaku langsung.

Logan tidak langsung menjawab. Yang berarti dugaanku benar.

"Apa yang dia lakukan?" tanyaku lagi.

Logan terlihat lelah. Entah karena pekerjaannya atau lelah dengan dramaku. Percayalah Logan, aku lebih lelah lagi.

"Ini makanan yang kujanjikan." Logan memilih untuk tidak menjawab dan mengangkat plastik yang dia bawa ke hadapanku. Dia kemudian melewati tubuhku untuk meletakkan makanan itu di atas meja bar.

Aku berbalik dan mengejarnya. "Apa yang dia lakukan, Logan?" tanyaku ulang pada punggungnya.

Logan pun berbalik menghadapku. "Sejujurnya aku tidak tau. Dia hanya duduk di depan pintu."

Dahiku otomatis mengernyit tidak mengerti. "Apa yang dia katakan?"

"Dia mabuk, Kaniss. Perkataannya tidak ada yang jelas."

Mabuk? Ezra tidak pernah mabuk. Berkali-kali aku melihatnya minum. Sebanyak apapun itu, dia tidak pernah mabuk.

Seketika aku cemas. Aku tidak yakin seumur hidupku pernah sedilema ini untuk mengambil satu keputusan. Tanpa sadar aku sudah tengah berjalan bolak-balik di ruang tengah.

CollidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang