Chapter 21 - Nothing Ever Felt This Good

36K 3.5K 26
                                    

EZRA

I'm such a loser. Apa yang kupikirkan sampai-sampai mengakui semua hal itu di depan Kaniss? It was pathetic. Dia pasti seharian menertawai sikapku pagi tadi.

Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam dan aku sudah dengan menyedihkannya diam di apartemenku sejak sore tadi. Aku sengaja pulang lebih awal karena aku tidak tau kapan jam kerjanya berakhir. Aku cukup percaya diri dan tidak ingin sampai apartemenku kosong ketika Kaniss datang.

Dan sekarang, lima jam kemudian, aku hanya pria menyedihkan yang terus mengumpat diri sendiri karena sudah bertindak bodoh.

Apa yang kulakukan, apa yang kukatakan tadi pagi, it was impulsive. Aku sama sekali tidak merencanakan hal itu. Semua itu keluar begitu saja dari mulutku. Ini semua salahnya sudah menanamkan ide tentangnya dan Aiden. Untuk apa dia melakukan itu? Sengaja untuk memancingku?

Awalnya, sesaat setelah Kaniss pergi, aku pikir aku akhirnya melakukan sesuatu yang benar. Aku tidak menyangka kalau itu sangat membuatku lega. I was ecstatic. Aku seratus persen yakin dia juga menginginkanku. Dia yang muncul di New York, dia yang malam-malam datang ke apartemenku. Ketika wajahnya berubah merah waktu aku bilang aku ingin menciumnya, aku tau dia juga ingin melakukan hal yang sama. 

Dan sekarang aku menunggu seperti orang bodoh, menyesal sudah terbuka padanya. Terlihat lemah di hadapannya. Dia pasti merasa menang.

Fuck it.

Muak menunggu dan bertingkah seperti pria cengeng, aku pun meraih jaketku dan melangkah cepat menuju pintu keluar. Aku harus pergi dari tempat ini sebelum menjadi gila. Aku butuh segelas vodka, atau lebih.

Tapi ketika aku membuka pintu, dia berdiri di baliknya, dengan satu tangan terangkat hendak mengetuk. Wajahnya terlihat terkejut, sama sepertiku.

"Y-you're here?" aku terpaku. Semua emosi dan pikiranku menguap begitu saja. Kaniss mengulum bibir bawahnya gugup. Kebiasaannya yang satu ini selalu membuatku lemah. "Have you,"—aku berdeham untuk terdengar lebih manly dari ini—"have you thought about it?"

Kaniss mengangguk.

Holy—"Come in..." Aku bergeser sedikit untuknya lewat. Tanpa berkata apa-apa dia melangkah masuk. Langkahnya terhenti dekat dengan sofa. Dia berbalik menghadap ke arahku, gugup. Giginya masih belum melepaskan bibir bawahnya yang penuh.

Aku melangkah mendekat, tapi berhenti satu meter di hadapannya, sama-sama gugup. I'm a grown man and I'm Ezra. I don't do nervous around woman.

"Do you wanna say something?" tanyaku melihatnya diam saja.

"Well," dia mengangkat kedua bahunya tipis. "I'm here."

Aku mendengus tersenyum. "I'm gonna kiss you." Wajahnya berubah merah dan kedua matanya membulat. She's just too adorable.

Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, aku mengenyahkan jarak di antara kami, meraih wajahnya dengan kedua tanganku, lalu membawa bibirnya pada bibirku. Nothing ever felt this good

And still to my surprise, dia membalas.

CollidedWhere stories live. Discover now