Chapter 38 - Nadine

26.7K 2.6K 39
                                    

Bukannya langsung kembali ke apartemen, aku memutuskan untuk menjemput Kaniss di rumah sakit. Aku tidak tau pasti apa dia sudah selesai bekerja, tapi kalau sudah, aku akan membawanya pulang. Kalau belum, tidak masalah, yang penting aku bertemu dengannya. I don't know why, aku benar-benar ingin segera melihat wajahnya.

Aku sudah berjalan melewati resepsionis menuju lift ketika aku mendengar ada yang memanggilku, "Ez?"

Aku menoleh ke asal suara. "Nadine?" Aku menganga tipis, terkejut. It's been ages since the last time I saw her.

Dia berjalan mendekat. "Hey, apa kabar?" Bisa kulihat dia sama terkejutnya.

Aku sampai harus menggelengkan kepalaku singkat, masih syok dengan kebetulan ini. "Baik. Kau sendiri, apa kabar?"

Nadine tersenyum lalu mengangguk pelan. Dia tidak berubah banyak. Selain rambutnya yang lebih pendek, dia terlihat sama. She looks good. She's always been.

"Kau tidak berubah. Well, rambutmu lebih panjang. Tapi kau memang selalu terlihat tampan dengan model rambut apapun," ujarnya. "Apa yang kau lakukan di rumah sakit?"

"Hm." Pintu lift di sampingku terbuka. And what are the odds, Kaniss is there.

---

KANISS

"Ez?" Aku terkejut melihat Ezra berdiri di hadapanku. Aku sudah berganti pakaian siap pulang.

"Oh, hai, Kaniss," sapa Ezra. Dia terlihat aneh dan aku baru sadar kalau dia tidak sendirian. "Gue mau jemput lo."

Aku masih mengernyit memperhatikan wanita cantik yang sekarang tersenyum manis ke arahku. Who is she?

Ezra sepertinya sadar dengan kebingunganku. "Oh, kenalin. Kaniss, Nadine. Nadine, Kaniss."

Aku dan wanita bak model ini bersalaman. Nadine? Kenapa namanya terdengar familiar?

"Lo udah siap pulang?"

Apa hanya perasaanku saja, atau Ezra memang sedikit tegang? Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Okay then, Nadine. It was nice running into you. I'll see you again sometimes." Dan dengan agak terburu-buru, Ezra merangkulku mengajakku keluar.

"Wait," tahan Nadine. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Rupanya sebuah kartu, dan dia menyerahkannya pada Ezra. "Kartu namaku. Sekiranya kau butuh sesuatu." Kenapa Ezra mungkin butuh wanita ini? Baru sebentar tapi aku sudah tidak suka dengannya. "Senang bertemu denganmu... Kaniss, bukan?"

"Iya. Senang bertemu denganmu juga Nadia." Aku tau namanya Nadine, tapi aku sengaja melakukan itu. Memang dia cantik dan terlihat baik dengan senyum manisnya, tapi aku tidak suka vibe antara dia dan Ezra.

Tunggu sebentar! Nadine? Apa mungkin dia...

"Barusan itu mantan lo bukan?" tanyaku begitu aku dan Ezra sudah berjalan ke parkiran. "Mantan lo yang... yang..."

"Iya. Dan kebetulan gue ketemu dia satu menit sebelum lo muncul," jawab Ezra tanpa menoleh ke arahku.

Holy shit, jadi benar itu mantannya Ezra? Mantan satu-satunya yang pernah dia pacari selama tiga tahun? Yang berselingkuh dengan papanya? Shit, I wasn't expecting her to be that good looking. Seketika aku merasa kecil. Mantannya Ezra secantik itu?

"Cakep," gumamku sambil melirik ingin melihat respon Ezra.

"Yeah," jawab Ezra ringan. What? Aku berharap dia mengatakan sesuatu seperti 'cantikan kamu kok' atau 'oh ya? Menurut gue engga sih'.

Oke, I have to calm down. Aku bukan tipe wanita pencemburu. Aku jarang sekali cemburu. Tapi itu karena aku tidak pernah merasa lebih jelek dari mantan Tama atau pun Fathir—well, aku tidak pernah tau siapa mantan Fathir, tapi tidak mungkin lebih cantik dari cewek itu kan?

But what can I say? Ezra itu tampan—sangat. Wanita itu juga annoyingly gorgeous. I can totally see them together.

"Hey, lo kenapa?" Ezra sudah memegang bahuku ketika aku sadar dari lamunanku. Kami sudah berdiri di samping mobil milik Ezra.

"Ga papa," jawabku terdengar lebih ketus dari yang kuharapkan, tapi tidak lebih dari ketus dari isi otakku.

Tentu saja Ezra tidak percaya dengan jawabanku. "Denger. Nadine is my past. Way behind. Gue ga pernah ketemu dia lagi sampai tadi. And you don't have to worry, no matter how pretty she looks, I don't care, because I only got my eyes on you."

Jantungku berdebar. Aku tidak menyangka Ezra bisa mengatakan hal seperti ini.

"So stop being crazy jealous girlfriend. It doesn't suit you," ledek Ezra sambil membukakan pintu untukku. Yup, Ezra tidak mungkin bisa bersikap manis lebih dari satu detik.

"I'm not crazy," geramku kesal, sambil naik ke dalam mobil besar ini. Aku menunggu sampai Ezra masuk mobil untuk melanjutkan gerutuku, "dan gue ga jealous. Gue cuma ngomong fakta. Dia cantik. Banget." Dan Ezra memotongku dengan mencium bibirku. Aku terperanjat.

"You say?" bisik Ezra masih dengan wajah sangat dekat di hadapanku. Bisa kurasakan pipiku memanas dan dia tertawa lalu mulai menjalankan mobil ini.

CollidedWhere stories live. Discover now