Chapter 68 - Two Months Later

29.8K 2.6K 52
                                    

Jakarta, dua bulan kemudian.

Hal yang paling kusyukuri dari hari ini adalah, mulai malam ini, tugasku selesai. Tidak ada lagi kerepotan mempersiapkan hari besar kakakku ini. Kupikir dengan mengambil internship di New York aku akan bebas dari tugas tidak menyenangkan. Jangan salah sangka, tentu saja aku senang mas Adam menikah. Aku hanya tidak suka dengan kerepotan memilih dekorasi, menentukan menu, bentuk kue, siapa yang pantas memberi sambutan, dan kerepotan-kerepotan lainnya. Sama sekali aku tidak habis pikir kenapa keluargaku memilih untuk tidak menggunakan jasa wedding organizer. Lain halnya kalau mereka tidak punya banyak acara. Akibatnya, begitu aku pulang dari New York, dua bulan sebelum acara dilangsungkan, kakakku masih belum menentukan katering untuk hari H. Dengan mudahnya tugas itu dihibahkan padaku, berikut dengan tugas-tugas kecil tapi menumpuk lainnya.

But the good thing is, kesibukan itu membuatku mampu sedikitnya mengenyahkan Ezra dari pikiranku. Tidak sepenuhnya, tapi setidaknya aku bisa bertahan tanpa sekalipun menangisinya.

Tentu saja, tidak mungkin jalanku untuk melupakan Ezra semulus itu. Ujian terbesarku adalah malam ini, ketika aku bertugas sebagai penerima tamu dimana aku harus menyapa hampir semua tamu yang datang yang hampir semuanya menanyakan percintaanku. 'Kamu kapan?', 'semoga habis ini kamu ya', 'kamu sama siapa sekarang?', 'masih sendiri aja?', 'mau tante kenalin ga sama ponakan tante?'.

Screw it.

Tidak seharusnya aku cemberut di acara pernikahan kakakku, tapi semua pertanyaan itu membuatku muak. Untungnya, tak lama, tamu yang paling kutunggu-tunggu datang. Dewi.

Kami sama-sama tersenyum lebar begitu bertemu wajah. Dewi mempercepat langkahnya lalu kami saling berpelukan. Sudah sangat lama aku tidak bertemu dengan teman baikku ini.

"Gilaaa... pulang dari New York makin kurus aja," ujarnya meledek.

Aku terkekeh. "Lah lo lama ga ke Jakarta makin sehat aja."

Kedua mata Dewi menyipit. "Pret. Bilang aja gue gendutan."

Aku tertawa lalu sadar kalau Dewi tidak sendirian. Ada pria muda berpakaian rapi dengan jas berdiri di dekat kami. Mataku mengernyit curiga menatap Dewi. "Siapa, Wi?" godaku, bisa menebak kalau ini gebetan barunya. Atau mungkin sudah menjadi kekasih.

"Kenalin, ini Andra." Dewi menarik pria itu menghadapku. "Andra, ini Kaniss, adiknya Adam."

Andra mengulurkan sebelah tangannya yang segera kusambut. "Halo," ucapnya.

"Hai," ucapku balik sambil tersenyum.

"Andra ini dulu teman kuliah gue sama abang lo," tutur Dewi sambil memeluk lengan Andra akrab.

"Oh," aku manggut-manggut berlagak tertarik.

"Dia ini CEO-nya AZ Auto yang di Kuningan," lanjut Dewi, kali ini dibubuhi kedipan sebelah mata ke arahku.

Andra menatap Dewi jengah, mungkin karena tidak suka dipamerkan seperti itu. Tapi aku lebih paham maksud Dewi. Dia membawa Andra bukan sebagai pasangannya, tapi sebagai pasanganku.

Aku memutar mataku ketika Andra masih menatap Dewi jadi dia tidak melihatnya. Aku tidak mau dikira meledek pekerjaannya. Aku hanya jengah dengan tujuan Dewi. 

"Oh, gue mesti nyapa temen bokap gue dulu di sana. Tunggu di sini ya, Ndra," pamit Dewi cepat. "Jagain temen gue ya, Kan," tambahnya dengan senyum terselubung ke arahku. Dewi masih belum berubah dan aku hanya bisa geleng-geleng kepala takjub dengan usahanya.

Andra terkekeh begitu Dewi pergi. "Biar gue tebak, lo single?"

Kedua alisku terangkat mendengar pertanyaan Andra, lalu aku tertawa. "Dan lo juga?" Andra ikut tertawa.

CollidedWhere stories live. Discover now